38.

53.3K 3.9K 86
                                    

Setelah mendengar penjelasan Alex tadi, Jihan mengusap wajahnya dengan frustasi.

Setelah kasus 5 tahun itu. Ibu Sam, wanita gila itu telah berbuat banyak hal gila sekali agar Alex memperhatikannya.

Berkali-kali wanita itu mencoba menekan Alex untuk bersetubuh dengannya bahkan sampai mengancam Alex.

Entah mengapa keluarga Alex hanya diam saja.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang mereka sebenarnya sembunyikan sampai diam saja melihat menantunya berbuat hal gila seperti itu.

Jihan mengusap wajahnya lagi dengan frustasi.

Tiba-tiba ponselnya berdering, menampilkan nomor tak dikenal di layar ponsel tersebut.

Jihan lalu mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan itu.

"Halo?"

Terdengar suara hening di seberang sana, membuat Jihan mengerutkan keningnya.

"Halo?" Sapa Jihan lagi.

"Halo kak, ini Sam."

Keheningan muncul.
Jihan tiba-tiba terdiam mengetahui siapa yang meneleponnya. Begitupun dengan Sam, yang tak tahu harus apa setelah ini.

Jihan menghembuskan nafasnya pelan, dadanya tiba-tiba berdegup kencang, mengingat apa yang telah ibu Sam lalukan kepadanya dan juga Alex saat itu.

Dirinya terus saja berulang kali mengatakan dalam benaknya bahwa ini semua bukan salah Sam, Sam sama sekali tak ada kaitannya dengan ini.
Jangan pernah menyalahkan orang lain atas kesalahan yang bahkan tak ia perbuat.

"Sam.."
Ucap Jihan berucap pelan, mencoba menormalkan suaranya yang terdengar sedikit bergetar.

"Kak..."
Suara Sam disana memelan, laki-laki itu seperti bimbang ingin melanjutkan ucapannya atau tidak.

"Iya Sam, ada apa?"

"Kak, lo ada waktu?"

Jihan menarik nafasnya lagi yang kini terasa tersengal-sengal.
"Ada Sam, kenapa?"

"Sebenarnya ada yang mau gue omongin. Bisa kita ketemuan?"
Sam berkata dengan ragu, seperti tak berani meminta hal seperti ini kepada Jihan.
Jihan tau laki-laki itu pasti merasa bersalah atas apa yang dilakukan ibunya, Sam merasa bertanggung jawab atas semua yang bahkan tak dirinya lakukan.

Jihan terdiam sebentar. Dirinya jelas pasti akan menyakiti Sam jika menolak ajakan laki-laki dan membuat Sam berfikir jika Jihan akan menyalahkan dirinya atas kejadian itu.

Jihan tersenyum dari balik telepon meskipun tau Sam tak akan bisa melihatnya.
"Boleh, kapan?"

"Sekarang bisa kak?"

"Bisa, mau ketemuan dimana?"

"Nanti aku shareloc ya kak alamatnya."

"Oke Sam."

"Makasih kak."
Ucap laki-laki itu pelan dari seberang sana, sebelum menutup teleponnya.

Jihan perlahan menurunkan ponsel itu dari telinganya.
Dirinya menghela nafasnya gusar, ingin rasanya Jihan menampar dirinya sendiri karena merasa takut saat mendapat telepon dari Sam tadi.

Yang bersalah ibunya, Sam tak bersalah sedikitpun.

Jihan terus merapalkan kalimat itu dalam benaknya.

Bahkan disepanjang perjalannya menuju ke alamat yang Sam berikan padanya tadi saat ini, Jihan masih terus menekankan pada dirinya sendiri jika Sam berbeda dengan ibunya.

Dear Alex, Count Me In [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora