Day 6

253 31 2
                                    

Hari keenam Arlott tinggal di apartemen.

Hari ke-6 sudah pasti adalah hari sabtu, jadi kali ini tidak ada jadwal yang menganggu waktu santai. Arlott memutuskan rapi-rapi apartemen, yang seharusnya menjadi jadwal pertama saat Ia datang.

Mengumpulkan sampah dan debu juga kotoran, lalu memasukkan ke plastik hitam besar. Setelah memakan waktu sekitar satu jam, Arlott mengikat kantung sampah itu lalu mengangkutnya.

Cklek.

Ia dengan reflek menengok ke sebelah;kamar Fredrinn. Yang ternyata kedatangan tamu tak disangka, pacarnya. Arlott segera menghindari kontak mata dengan lelaki berambut pirang itu.

"Hei." Panggil lelaki itu dengan nada kurang mengenakkan.

Arlott berhenti melangkah, menengok ke belakang. Keduanya diam sembari menukar pandangan yang berbeda, keheningan menyambut sampai pacar Fredrinn kembali berbicara.

"Kenapa lu masih tinggal disini?" Tanyanya.

Arlott mengernyitkan dahi, "Apa ada salah dengan hal itu? Apa saya tidak boleh tinggal di apartemen ini?" Tanyanya balik.

Pria itu mendengus geli, "Setelah membuat hubungan gw merenggang, lu masih nanya kek gitu? Dasar ga tau malu!" Bentaknya keras.

Arlott tersinggung, tapi sekali lagi Ia mencoba untuk tidak mengabaikannya. Ia melangkah maju untuk ke tujuan utamanya, membuang sampah.

"YAK!! Kenapa cuekin gw sialan??!"

BRAK!!

Keduanya mendadak diam, Arlott secara reflek menengok ke belakang dengan tatapan kaget. Tak kalah kaget juga pria yang baru saja meneriakinya.

Suara gebrakan itu rupanya dari tetangga di samping Arlott, seorang pria muda yang menunjukkan wajah jengkel akibat teriakan tadi.

"Hei, brengsek, bisa kecilin suara ga??" Tanyanya dengan tidak sopan.

"Kalau lu ga suka dengan pendatang baru, lu aja yang pergi. Susah amat." Lanjutnya dengan tatapan tajam kearah pacar Fredrinn.

Arlott masih diam membisu di tempat, sampai kamar Fredrinn terbuka menunjukkan sosok dari pemilik kamar. Pria besar itu tampak menunjukkan ekspresi kebingungan.

"Fred!! Pria itu baru saja membentakku, aku sangat takut!" Rengek pacarnya.

Fredrinn hanya menatap bingung kearah tiga orang itu secara bergantian, Ia melepas paksa pelukan dari pacarnya. "Ada apa, Chou?" Tanyanya memastikan.

Chou hanya menaikkan satu alis, "Tanya aja sono sama pacar lu yang manja itu, minimal tau tempat. Ganggu pagi gw aja." Omelnya sebelum berakhir masuk sembari menutup pintu dengan cara dibanting.

BRAK!!

Arlott masih berada di posisi yang sama akhirnya tersadar, Ia langsung segera berlari kecil saat Fredrinn memanggil namanya. Kakinya melangkah menuruni tangga untuk membuang sampah.

"Fred!! Kamu mau kemana?!" Teriak pacarnya saat melihat Fredrinn justru berlari menyusul Arlott.

Drap, drap, drap.

"Arlott!!" Teriak Fredrinn.

Arlott sontak semakin mempercepat jalan, Ia segera membuang sampah itu dan mencari jalan lain agar menghindar. Tapi entah mengapa langkah Fredrinn lebih cepat darinya.

Pria besar itu meraih lengannya, menariknya hingga tak sengaja membuat tabrakan antar tubuh mereka. Arlott sontak menatap kaget kearahnya.

"Apa yang kau inginkan??!" Bentaknya.

Fredrinn menatap dalam Arlott, genggamannya semakin erat seakan tidak ingin lepas. Melupakan bahwa keduanya terus bertukar pandangan di sebuah taman apartemen.

"Siapa lelaki kemarin, di tempat bekerja lu?" tanya Fredrinn dengan nada memelas.

Arlott menatapnya heran, memberontak untuk di lepas yang justru menjadi alasan Fredrinn mengenggamnya semakin kuat.

"Apa urusannya denganmu??" Tanyanya balik.

Fredrinn berdecak kesal, "Karena gw cemburu ngeliat lu dengan dia!!" Bentaknya. Arlott tiba-tiba diam membisu mendengar ucapan itu.

"Itu bukan urusan mu jika saya dekat dengannya kan??! Kenapa kau cemburu padahal memiliki seorang pacar?!" Bentak balik Arlott.

Genggaman tangan Fredrinn seketika lepas, Ia menatap kaget kearah pria dihadapannya. Ucapan yang baru saja dikatakan seakan memukulnya begitu keras, dan membuatnya berpikir.

Benar, kau sudah memiliki pacar. Mengapa justru mengejar tetangga baru mu?

Arlott yang melihat reaksi Fredrinn sontak melangkah mundur, berlari menjauh dan mencoba melupakan kejadian yang baru saja Ia alami. Semuanya begitu cepat dan aneh, Ia belum bisa menerima semuanya dalam sekejap.

Bukankah sudah cukup Ia dianggap sebagai pengganggu? Apakah tidak bisa untuk Fredrinn hanya diam saja dan tidak perlu berlebihan dalam menanggapinya?

𝐀 𝐌𝐀𝐍 𝐍𝐄𝐗𝐓 𝐃𝐎𝐎𝐑.Where stories live. Discover now