VI

2.5K 164 4
                                    

Sudah cukup lama Book berdiri dengan tatapannya yang kosong. Ia berdiri di depan jendela kamar dari mansion megah itu. Pikirannya melayang tak tentu arah. Rasanya ia sangat lelah, sampai saat ini ia tidak berpikir akan kebahagiaan hidupnya lagi. Semuanya telah sirna, semua impian dalam hidupnya tak mungkin ia capai dengan keadaan seperti ini.

Ia mulai meratapi nasibnya, tidak satupun dari keluarganya mencari dirinya. Jangankan mencarinya, mengingat dirinya pun sepertinya sudah tidak pernah lagi.

Saat ini ia hanya bisa pasrah mengikuti keinginan ketua mafia kejam itu dan mungkin suatu saat mafia itu akan membunuhnya di saat bosan, namun Book tak mempedulikan hal tersebut. Karena ia sudah benar-benar pasrah, istilahnya ia sudah menyerahkan hidup dan matinya pada ketua mafia yang kejam itu.

Bunuh diri pun adalah hal yang sia-sia, karena mafia itu pasti selalu bisa menghalanginya. Book baru tersadar ternyata kamar tersebut dilengkapi sebuah CCTV yang memang sengaja digunakan untuk mengawasi dirinya, sehingga saat ia mencoba untuk mengiris pergelangan tangannya, Force dapat mengetahuinya dan segera menghalangi dirinya.

Melarikan diri juga hal yang tidak mungkin, meskipun Force sudah melepaskan borgol rantai itu, namun terdapat dua orang anak buah Force yang menjaga pintu kamarnya saat ini. Belum lagi ia tidak tahu dimana pintu utama mansion megah ini. Tak pernah sedikitpun Book mengetahui mansion itu secara keseluruhan, karena persentase kesehariannya kebanyakan ia hanya dikurung di dalam kamar milik ketua mafia itu.

Setelah borgol rantai itu dilepas, Book baru mengetahui jika ternyata mansion megah itu berlokasi di tempat yang terpencil jauh dari keramaian. Hal itu wajar terjadi karena seorang kriminal seperti Force pasti akan mencari tempat tinggal yang tidak mudah dilalui oleh selain kelompoknya.

Book memperhatikan lukanya yang ditutup oleh perban, lukanya belum sembuh secara keseluruhan. Luka itu masih terasa sakit bahkan terkadang darahnya masih mengalir dan mengubah warna kain kasa yang berwarna putih tersebut menjadi berwarna merah.
Force sering mengobati luka itu, dimulai dari membersihkannya hingga mengganti kainnya dengan yang baru. Ia tak sedikitpun mengizinkan Book untuk mengobatinya seorang diri.

Dengan lemas, Book berjalan menghampiri sofa yang berada di kamar yang luas itu. Disana terdapat makanan yang disimpan di meja. Sebenarnya itu adalah sarapan untuknya, namun Book enggan memakannya.

Tetapi sekarang ia teringat karena Force sempat mengancam dirinya sebelum ketua mafia itu berangkat pergi entah kemana, dan jika Book tidak memakannya maka ia akan mendapatkan hukumannya.
Dengan terpaksa, Book segera memakan makanan itu, meskipun sudah dingin dan kehilangan selera makannya. Ia harus menghabiskan semuanya.

__________

"P' apa kau tersadar, tawanan itu sudah cukup lama tinggal disini." Ucap seorang pelayan wanita sambil mencuci piringnya. Nampaknya mereka sedang melakukan aktivitasnya di dapur.

"Ah ya kau benar, tidak biasanya bos membiarkan tawanannya hidup cukup lama. Biasanya hanya satu atau dua hari, ia langsung membunuhnya." Jawab seorang pelayan yang lain yang sepertinya menyandang status sebagai pelayan senior.

"Ya, aku sampai bosan harus sering mencuci seprainya yang banyak sekali noda darah. Terkadang, jika darahnya terlalu banyak kita harus membuangnya." Ujar pelayan yang lain menambahkan.

"Tapi tidak biasanya, si bos memelihara seorang pria. Ia selalu memilih wanita yang sesuai dengan seleranya." Mereka nampak keheranan dengan sikap Force yang menjadikan Book sebagai peliharaannya. Book adalah satu-satunya pria yang menjadi peliharaan Force. Dan juga satu-satunya tawanan yang belum ia bunuh sampai saat ini.

"Ah iya kau benar juga, apa mungkin..."

"Hei!!. Kembali bekerja!!."

Para pelayan yang sedang bergosip tersebut berhamburan setelah mendapat teguran dari ketua pelayan. Mereka pun segera kembali pada pekerjaannya.

The WitnessWhere stories live. Discover now