0. HYT; Prelude

30 10 37
                                    

“Gue bilang gue nggak mau, Andrea!”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Gue bilang gue nggak mau, Andrea!”

Gemerlap lampu serta dentum musik yang memekakkan telinga menjadi latar bagi Kalara yang tengah diseret paksa oleh sahabatnya untuk memasuki club di bilangan Jakarta. Perempuan yang masih mengenakan setelan kerja formal itu terus menyerukan keengganannya sepanjang jalan, tetapi Andrea—sang sahabat—tak terlihat peduli. Ia justru semakin menarik Kalara masuk, sekalipun harus mengeluarkan seluruh tenaga untuk menyeret perempuan itu.

Hari ini adalah hari ulang tahun salah satu sahabat mereka—Areka, dan dia dengan baik hati sudah menyewa satu club untuk perayaan ulang tahunnya itu. Semua teman dekat Areka diundang tanpa terkecuali. Lihat, mereka tengah berpesta pora merayakan hari lahir Areka, dan Kalara—salah satu sahabatnya ini, jika harus digarisbawahi, salah satu sahabat dekat Areka, justru memilih untuk tidak ikut serta hanya karena alasan sepele.

Apa katanya? Pekerjaan? Persetan! Andrea tahu pasti bukan itu alasannya. Karena jika iya, Kalara tidak akan pulang dari kantor secepat itu. Alih-alih mendapatinya di rumah, Kalara pasti tengah sibuk berkutat di kantor. Tapi lihat, tadinya Andrea hanya iseng datang ke rumah Kalara untuk melihat apakah perempuan itu betulan sibuk atau tidak, dan ternyata tidak sama sekali. Dia malah tengah leha-leha di ruang tengah rumahnya. Maka, jangan salahkan Andrea jika sekarang ia menyeret sahabatnya itu ke sini.

Hah, dipikir Andrea tidak tahu apa alasan Kalara tidak mau datang? Paling-paling alasannya masih sama saja seperti sebelum-sebelumnya, karena Kalara tidak ingin bertemu dengan sumber patah hatinya. Klasik.

Beberapa tahun belakangan ini Kalara memang sengaja menghindari kegiatan-kegiatan yang memungkinkannya akan bertemu dengan sumber patah hatinya. Tidak tanggung-tanggung, Kalara bahkan sampai menempuh mendidikan di luar negeri sampai jenjang S2, ditambah beberapa tahun bekerja, hanya untuk menghindari sumber patah hatinya. Jika bukan karena permintaan papanya, mungkin Kalara masih akan tetap berkutat di pelariannya itu. Entah sampai kapan.

“Dre!”

Untungnya orang-orang tengah sibuk dengan euforianya masing-masing, jadi mereka tidak memperhatikan tindakan radikalnya ini. Dan satu lagi yang perlu disyukuri, Areka melarang teman-temannya mengambil gambar atau video apalagi sampai mengunggahnya. Jika tidak, bisa gawat. Andrea pasti akan viral karena menyeret-nyeret orang lain. Bisa disangka tindak kekerasan. Apalagi teman-teman Areka kebanyakan adalah artis sosial media, yang mana sekali posting saja bisa mencapai puluhan bahkan sampai ratusan ribu viewers.

“Kenapa? Lo takut ketemu Mas Kalan?” Andrea langsung menembak ke inti, yang bikin Kalara sontak membungkam mulut. Penolakan keras yang ia lakukan sedari tadi kini mengendur. Dan apakah itu cukup untuk membuat Andrea diam? Tentu saja tidak. Dia sudah muak melihat sikap pengecut sahabatnya itu. “Enough, Kalara. Sampai kapan lo mau lari? Bertahun-tahun apakah nggak cukup untuk bikin lo sembuh?” sambung Andrea lagi. “Oh, tentu saja belum. Kalo lo sudah sembuh, lo pasti nggak akan kayak gini, kan?” Dia tertawa, yang terdengar memuakkan di telinga Kalara. Namun, Kalara cuma bisa bungkam. Menyebalkan, tapi mau disangkal bagaimana pun, ini adalah faktanya; Andrea terlalu mengerti dirinya. Mencari-cari alasan hanya akan membuatnya menjadi bahan lelucon bagi perempuan itu. “But, its okay, darling. Kali ini gue punya berita bagus dan lo pasti akan sangat menyukainya—uh oh, good timing!”

Tiba-tiba saja Andrea berbalik, yang hampir saja membuat Kalara menabraknya. Perempuan itu mengaduh—hampir mengomel, tapi Andrea tidak peduli. Alih-alih merasa bersalah, dia malah tersenyum lebar—yang mana terlihat mencurigakan di mata Kalara.

Dan sepertinya Kalara bisa langsung menebak apa yang membuat Andrea tersenyum selebar itu. Cahaya di sini memang temaram, tapi hal itu tidak cukup mampu untuk menyamarkan keberadaan seseorang yang duduk tak jauh dari tempat Kalara berdiri. Bahkan dari balik bahu Andrea sekali pun, Kalara bisa langsung menebak siapa yang duduk di sana.

Sial! Bahkan setelah bertahun-tahun, sepertinya Kalara masih hapal betul pada bagaimana siluet orang itu. Sekali pun orang itu membelakanginya dan postur tubuhnya telah banyak berubah, Kalara masih bisa dengan mudah mengenalinya. Kalara membenci sisi dirinya yang ini. Sisi yang ia pikir sudah hilang, tapi nyatanya masih sama saja. Kalara masih mengingatnya dengan jelas. Bahkan debaran itu ... dia masih merasakannya. Perlahan, semakin jelas, semakin kencang. Sensasi ini ... ternyata masih sama seperti dulu.

Dan Kalara membencinya.

Tapi juga begitu menyukainya.

Tapi juga begitu menyukainya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

24.04.24

Hold You TightWhere stories live. Discover now