1. HYT; berlari untuk jatuh kembali

21 3 2
                                    

Debaran jantung Kalara kian bertambah intens seiring dengan memendeknya jarak di antara mereka

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Debaran jantung Kalara kian bertambah intens seiring dengan memendeknya jarak di antara mereka. Laki-laki itu masih memunggunginya dengan Areka dan Eza duduk di kanan kirinya. Ketiganya masih belum menyadari kehadiran Kalara dan Andrea. Meski begitu, hal itu sama sekali tidak membuat intensitas debaran jantung Kalara berkurang. Yang ada dia malah bertambah gugup.

Haruskah Kalara putar balik? Rasanya dia tidak siap jika harus bertemu dengan Kalan sekarang. Apa yang akan ia katakan? Berbasa-basi layaknya teman yang sudah lama tak bertemu? Atau dia harus berpura-pura tidak mengenalnya? Ugh, opsi kedua rasanya terlalu ekstrem. Kalara tidak mungkin melakukan itu. Apalagi dulu mereka cukup dekat. Aneh sekali jika Kalara berpura-pura tidak mengenalnya, di saat dulu dia lah yang selalu berusaha dekat dengan laki-laki itu.

Tapi bagaimana jika justru Kalan lah yang tidak mengenal Kalara? Mengingat siapa Kalan sekarang dan seberapa lama mereka tidak bertemu, bukan tidak mungkin jika laki-laki itu akan melupakannya.

Ya ampun, kenapa membayangkannya terasa menyeramkan? Jika itu benar-benar terjadi, Kalara tidak tahu akan sesakit apa dirinya. Mengetahui Kalan sudah punya pacar saja Kalara patah hati berat, apalagi jika laki-laki itu benar-benar melupakannya.

“Dre, sebentar—”

Andrea berdecak hilang kesabaran. “Apa lagi?”

Langkah mereka lagi-lagi terhenti, padahal jarak yang ingin mereka tuju tinggal sedikit lagi. Hanya tinggal dua meter, dan mereka akan sampai di meja yang Kalan tempati. Mungkin jika bukan karena musik yang menyala keras, kehadiran Kalara dan Andrea pasti sudah disadari oleh ketiga orang di sana. Untuk sekarang, Kalara benar-benar mensyukuri keberadaan mereka di tempat ini.

Kalara menatap ke belakang punggung Andrea ragu-ragu. Kalan masih belum menyadari keberadaannya. Laki-laki itu malah tengah sibuk minum dengan dua perempuan yang kini tengah berbicara—seperti tengah mengomelinya. “Gue kayaknya beneran nggak siap buat ketemu Mas Kalan sekarang.” Tidak di saat seperti ini. Saat dia maupun hatinya belum sepenuhnya siap. Kalara takut tidak bisa menahan diri, dan berakhir melakukan hal-hal bodoh yang malah akan dirinya sesali. Atau justru, Kalara akan semakin kesulitan menyelamatkan hatinya setelah pertemuan ini.

Tidak. Kalara tidak ingin hal itu terjadi. Sudah cukup dirinya lari bagai pengecut selama ini, dan Kalara tidak ingin mengulanginya lagi. Biarkan dia menyelesaikan patah hatinya sebelum kembali bertemu dengan Kalan tanpa ada sedikit pun patah yang tertinggal.

Tapi sampai kapan? Sisi lain dalam dirinya bertanya. Bertahun-tahun Kalara berlari untuk membasuh patah hatinya, tapi sepertinya hal itu sia-sia. Kalara masih belum bisa melupakan Kalan.

Dia sudah menahan diri, berusaha menarik dirinya menjauh, berusaha menutup segala akses agar tak mengetahui informasi apa pun perihal Kalan. Namun apa? Kalara masih tetap kesulitan. Sekeras apa pun dia berusaha, akan ada malam-malam di mana Kalara merindukan Kalan dengan sangat. Pada waktu-waktu yang sudah mereka lewati, pada tawa-tawa yang telah mereka bagi. Perasaan itu menyelinap begitu saja, membuat Kalara kesulitan mengendalikan diri. Lantas dia akan menyerah dan membiarkan dirinya mengobati rindu. Pintu-pintu yang sudah ia tutup rapat, Kalara buka kembali. Dia membuat dirinya terbuai, menatapi foto-foto Kalan, mengenang masa-masa yang telah terlewati. Dia pikir hal itu cukup untuk membasuh rindu yang menggebu, tetapi rupanya tidak. Kalara justru semakin tenggelam dalam rindunya. Tidak hanya itu, dia pun semakin menyadari bahwa rindunya selalu hadir bersama patah hati.

Hold You TightOù les histoires vivent. Découvrez maintenant