§• Bab 01 •§

16 2 1
                                    

Deruman motor gede di jalan mencuri pandang beberapa orang. Mungkin di benak mereka serentak mengatakan anjaay kece. Hingga tiba di lingkup sekolah deruman motor itu berhenti. Beberapa siswa siswi yang hampir serentak berjalan masuk gerbang sekolah tak henti menatap siapa orang yang ke sekolah bawa moge berwarna hitam mengkilat itu.

Ia turun dari motornya setelah mematikan mesin. Menatap sejenak bangunan sekolah yang akan ia naungi selama dua tahun ke depan. Apakah ia akan aman di sini atau harus menemukan cerita lain, siapa yang tahu. Ia melepas helm full face bertelinga kucing hitamnya sebelum masuk ke gedung besar yang terlihat seperti bangunan kuno dari luar namun megah di dalam.

Banyak murid menatap ia aneh bahkan ada yang beranggapan bawah gadis itu kece sebab apa yang melekat di tubuhnya hampir semua hitam. Bahkan helmnya pun ikut ia bawa ke dalam. Mereka tak tahu saja berapa harga helm ini. Jika hilang mampuslah ia.

Gadis berlagak tomboy itu memasuki ruangan kepala sekolah. Ia dengan sopan masuk dengan senyuman tipis.
"Selamat pagi pak Ghava," sapa Kyra lembut.

"Pagi Kyra," balas Pak Ghava seraya berdiri dari kursi besarnya menuju sofa yang diduduki Kyra. "Bagaimana perjalananmu ke Indonesia?" sambungnya.

"Lancar, Pak. Oh iya ini ada oleh-oleh dari Jerman," ujar Kyra seraya mengeluarkan sebotol bir yang dibalut kertas emas serta tali merah dari ranselnya. "Papa juga titip salam untuk pak Ghava, terima kasih sudah mau menerima putri saya dan mohon bantuannya untuk dua tahun ke depan, begitu kata papa, Pak."

Pak Ghava tertawa pelan. "Sampaikan juga terima kasih saya ke beliau untuk oleh-olehnya."

"Baik, pak. Tapi birnya jangan diminum berlebihan, seteguk saja sudah cukup," ujar Kyra memperingati dengan suara pelan.

Pak Ghava tertawa lagi. "Saya sudah tahu, papa kamu pas membawakan bir Schneider Weisse dia selalu saja menjahili saya dengan bir ini."

Kyra hanya bisa membalas dengan senyuman. Ia bisa seakrab ini dengan Pak Ghava sebab kerap sekali beliau bermain ke rumahmya dulu sebelum keluarga Kyra ke Jerman lima tahun lalu untuk menjenguk keadaan orang tua papa Kyra. Lalu sekarang mereka kembali ke tanah air lagi. Sudah cukup mereka bersenang-senang di luar negeri.

"Kyra, selamat datang di SMA Shidarta. Motto sekolah ini adalah menyempurnakan tujuan generasi bangsa. Saya harap dua tahun ke depan kamu bisa lulus dengan nilai memuaskan. Untuk kelasnya saya akan bawa langsung kamu ke sana."

"Terima kasih pak Ghava." Kyra menunduk hormat sebelum ikut berdiri di samping Pak Ghava menuju kelas Kyra.

Di sepanjang lorong banyak tatap mata yang memperhatikan langkah kepala sekolah serta Kyra di belakangnya. Hingga tiba di kelas 11-2. Ketika pintu kayu tersebut digeser guru yang tengah berbicara di depan kelas mendadak berhenti dan semua tatapan murid tertuju pada siswi di belakang pak Ghava.

"Maaf sudah menganggu pembelajaran Bu Veni, kita ada kedatangan murid baru."

"Iya, Pak. Tidak masalah," jawab Bu Veni. "Silakan perkenalkan dirimu," sambungnya.

Tatapan Kyra menyapu seluruh ruang kelas. "Eee... per-"

"Lepas dulu maskernya Kyra," tungkas Pak Ghava.

"Ah maaf, pak." Buru-buru Kyra melepas masker hitamnya. Ia tak merasa memakai masker selama memasuki gedung sekolah ini. Itu artinya semenjak berbicara dengan Pak Ghava tadi ia sama sekali tak menunjukkan wajahnya. Aaah betapa malu dan tidak sopannya ini.

"Perkenalkan saya Kyra Dineschara. Biasa dipanggil Kyra. Salam kenal semua." Ia menundukkan kepala diakhir perkenalannya.

"Baiklah Kyra, saya tinggal dulu. Semoga betah di SMA ini dan untuk kalian semua, berteman baiklah dengan Kyra."

KyrankaaWhere stories live. Discover now