Bagian Tiga Puluh Lima

63.7K 4.6K 47
                                    

Keesokan paginya Kanaya membantu membenahi pakaian Keana ke dalam koper, yang sekiranya akan cocok untuk dikenakan saat putrinya menimba ilmu di Amerika. Surat kepindahan Keana juga tengah diurus, dan selagi menunggu Arlo melarang Keana untuk meninggalkan rumah. Jika ada salah seorang anggota keluarganya yang hendak bepergian, maka Arlo akan memerintahkan paling sedikitnya dua bodyguard untuk menemani mereka. Tanpa terkecuali.

Sifat overprotektif Arlo terjadi bukan tanpa alasan. Lawannya kini bukan hanya anak SMA yang membully anaknya, namun juga para pengusaha yang ia putuskan kontrak kerjanya secara sepihak. Belum lagi para wartawan yang berebut mencari berita, lantaran kasus yang melibatkan Keana turut melibatkan tenaga pengajar sekaligus siswa dari Universe High School.

Kalo Morgan udah sadar, kira-kira dia bakal tetep dapet hukuman nggak ya?.

Sebagai tambahan informasi. Setelah melakukan penyelidikan serta melihat dari rekaman CCTV di lokasi kejadian, polisi menyimpulkan jika Morgan lalai dalam mengendarai motor sportnya. Remaja laki-laki itu kedapatan memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Diduga Morgan sempat tak fokus saat berkendara, hingga menyerobot jalan dari pengendara lain.

Kesadaran Morgan baru terkumpul begitu mendapati pengendara mobil dari arah berlawanan, yang terus menerus memberinya klakson. Morgan yang panik dan tak mampu mengendalikan laju motornya, memilih untuk banting setir guna menghindari kecelakaan. Alhasil motor yang Morgan kendarai terguling ke sisi kanan, sedangkan Morgan sendiri terpental beberapa meter sebelum akhirnya tak sadarkan diri. Dan setelah mendapat perawatan, Morgan dinyatakan koma.

Si Lavina juga, dia kan nggak turun tangan secara langsung. Apa mungkin statusnya bakal naik jadi tersangka, atau cuma sebatas saksi?.

"Kalo yang ini mau dibawa nggak?" Tanya Kanaya, mengangkat sebuah sweater abu-abu.

Artinya gue berhasil menyelamatkan keluarga ini kan?.

Mata Keana sibuk menelisik bingkai foto yang hendak ia masukkan kedalam kopernya. Foto yang memperlihatkan betapa hangatnya keluarga Maximilian. Bahkan Sebastian turut tersenyum, meski garis yang ia sumbangkan tak lebih lebar dari Arlo dan Raven. Dan seperti biasa, Keana lah pemilik senyum paling lebar di foto itu.

"Dek?"

Keana terperanjat sadar, kala Kanaya menyentuh pelan bahunya. "Eh Ma ... Mama?" Gumamnya tersenyum kikuk.

"Kamu lagi ngeliatin apa sih?" Kepo Kanaya, wajahnya ikut terangkat ke arah bingkai yang Keana genggam.

"Kea lagi ngeliat foto keluarga kita, Ma. Kayanya Kea harus bawa ini deh, biar Kea inget jalan pulang."

"Astaga Kea, kamu tuh cuma sekolah di Amerika. Mama juga udah ngeliat sekolah sama apartemen yang bakal kamu pake kok. Kalo semisal kamu lupa jalan pulang, Mama tinggal nyusul aja kesana. Sekalian nyari calon mantu buat kamu. Katanya kan kamu nggak mau sama Evron," goda Kanaya mencolek bahu Keana.

Keana mendengus kesal. "Ya emang nggak mau!" Sungutnya.

"Kalian berdua ada masalah apa sih? Padahal yang Mama liat nih ya, Evron tuh baik loh. Dia juga keliatan sayang banget sama kamu."

"Jangan asal percaya, Ma!"

"Loh kenapa?"

"Evron nggak sebaik itu, apa lagi dia sepupunya Lavina." Keana membalas malas.

"Kan cuma sepupu, kalo masalah sifat belum tentu sama."

Keana tak serta merta membalas. Mana mungkin Keana menceritakan kehidupan pertamanya, dimana Evron menjadi salah satu alasan dari kematian Keana yang terlihat mengenaskan. Meskipun Evron terlihat sangat berbeda dari Evron yang pertama kali Keana lihat, namun Keana tak bisa mempercayai laki-laki itu. Terlebih karena ada banyak misteri yang menyelimuti Evron, dan hingga saat ini belum bisa terpecahkan. Meminta penjelasan pada Alaric dan Theodore juga bukan pilihan yang tepat.

SECOND CHANCE (END)Where stories live. Discover now