Extra Part 1

66.4K 4.3K 50
                                    

Evron mengisap rokok yang terapit rapi pada jemari tangan kirinya, lalu membuang asapnya perlahan. Terhitung sudah tiga tahun sejak Keana meninggalkan Indonesia, dan sejak saat itu Evron terus mengirimkan pesan dan juga Email agar Keana tak melupakannya. Meski niat Evron baik, namun Keana kerap mengabaikannya dengan sengaja.

"Gue kangen sama lo," Evron bergumam lirih, tanpa mengalihkan bola matanya dari hadapan papan tulis putih yang diisi wajah beberapa orang, meski wajah Keana lah yang lebih dominan.

"Kenapa lo nggak pulang juga sih? Harusnya minta cuti kan nggak seribet itu, apa lagi lo punya duit."

Beberapa hari sebelumnya Evron menyempatkan diri untuk melihat kondisi Sebastian dan Virgo. Meski aksinya dilakukan secara diam-diam, tapi Evron tetap mampu memantau apa saja kesibukan keduanya. Termasuk bagian dimana Sebastian dan Virgo asik berkebun dan memanen hasilnya, sebelum diolah menjadi berbagai jenis makanan.

"Andai lo tau, nggak semua yang lo rencanakan berjalan dengan mulus."

Mendesah lirih. Evron menggosokkan ujung rokoknya pada meja, lalu mulai beranjak lebih dekat pada potret wajah Keana. Meskipun Keana berada di Amerika, bukan berarti akses Evron terhadap gadis itu serta merta putus. Karena bukan Evron namanya jika melepas sesuatu yang disukainya begitu saja. Alhasil Evron sengaja mengirim mata-mata kepercayaannya ke Amerika, bahkan sesekali ia berkunjung kesana dan menyamar agar bisa melihat Keana dari dekat.

"Apa gue lamar lo aja ya, biar lo nggak kepincut sama bule disana?"

Evron tak berbohong. Ia kerap dilanda cemburu saat menyaksikan kedekatan Keana dengan pria dari negara lain, meski hubungan mereka hanyalah teman kuliah. Tapi tetap saja, Evron tak bisa mentolerir kedekatan mereka. Terlebih karena Evron menangkap binar aneh dari mata para laki-laki itu, kala berhadapan dan tertawa bersama Keana.

"Gue tau lo nggak bakal macem-macem disana, tapi kan cowok-cowok sialan itu nggak berhenti deketin lo. Kalo suatu saat nanti lo oleng gimana?"

Evron berdecak sesaat. "Padahal kan kata-kata gue pas lo mau berangkat ke Amerika itu nggak sepenuhnya bener, ya kali gue baik-baik aja liat lo sama yang lain!" Sungutnya, dengan tangan terlipat tinggi.

Saat tengah asik bermonolog dengan isi kepalanya, Evron dibuat berdecak malas ketika ponselnya berdering panjang. Namun rasa dongkolnya berhasil lenyap saat nama Kanaya terpampang di layar utama. Tanpa berniat membuat perempuan diseberang sana menunggu, Evron lekas menggeser tombol terima.

"Assalamualaikum, Tante." Evron menyapa ceria, begitu ponselnya bersentuhan dengan telinga.

"Waalaikumsalam."

"Tante apa kabar?"

"Loh, padahal baru kemarin kita ketemu." Balas Kanaya, diikuti tawa lirih.

Evron terkekeh kecil. "Tapi rasanya udah lama banget, Tan. Mama juga bilang gitu loh,"

"Oh ya?"

"Evron serius Tan!"

"Kalo gitu Tante titip salam buat Mama sama Papa kamu ya, sekalian mau nanya, nanti malem kalian bisa dateng kesini nggak ya?"

"Kenapa Tan, Kea pulang ya?!"

Evron tersenyum senang. Meski ia dan Keana masih berjarak, namun setidaknya keberadaan Evron sudah diterima dengan baik di keluarga gadis itu. Tentu saja Sebastian adalah pengecualian. Lagipula Evron tak berniat berdamai dengan Sebastian maupun Virgo. Bahkan Evron dan orang tuanya kerap berkunjung kesana, sekedar untuk berbincang dan sesekali melakukan makan malam bersama.

"Nggak, Keana belum bisa pulang."

"Kalo gitu ada acara apa ya, Tan?" Kepo Evron, punggungnya yang sempat menegak kembali layu, saat pembicaraan mereka tak ada sangkut pautnya dengan Keana.

SECOND CHANCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang