43. If I Said...

48 24 13
                                    

"Pria bodoh! Bisa-bisanya kau berbuat demikian Leedo? Kau benar-benar pria yang bodoh! Sangat bodoh." Rutuknya dalam hati. Ribuan umpatan dan makian terus terlontar dalam benak walau belah bibirnya sama sekali tak mengeluarkan suara.

"Dan sekarang bagaimana caramu untuk berhadapan dengan gadis itu setelah apa yang terjadi? Apa kau bisa bertatapan dengannya tanpa merasa malu?" Ingin rasanya Leedo menjatuhkan dirinya dari balkon apartemen tempatnya berdiri saat ini setelah mengingat kejadian memalukan yang kembali singgah di benaknya. Ia malu, benar-benar malu. Bahkan rasanya ia tak akan sanggup menampakkan diri di hadapan gadis itu.

"Ayolah Leedo! Mungkin tak seburuk itu, cukup bersikap seolah tak terjadi apapun. Itu tak akan sulit." Sisi malaikat dalam dirinya seolah berbisik demikian.

"Tapi dia melihatmu...Arggh! Apa yang harus kulakukan?! Dia pasti akan menganggapku sebagai pria mesum."

"Argh! Bodoh! Bodoh! Bod-..." Leedo menghentikan kegiatannya membenturkan kepala pada pagar pembatas setelah merasakan sesuatu menghentikan aksi gilanya. Ia menoleh sedikit ke samping demi mendapati siapa orang yang menghentikan aksinya tersebut.

"Apa yang kau lakukan Leird?" Tanya Lorytta yang tau-tau sudah berdiri di sampingnya sembari mantapnya cemas.

Sesaat Leedo berpikir Eomma nya yang datang karena tak mendapatinya di tempat tidur, tapi ia salah. Gadis ini justru yang datang dan melihatnya kembali melakukan tindakan bodoh.

"Aku..., Tidak apa-apa, hehehe." Leedo buru-buru menegakkan tubuhnya dan mengusap tengkuknya yang tak gatal, tersenyum canggung dan terdiam.

"Kupikir kau sudah kembali ke kamarmu."

"Belum, aku ingin menghirup udara segar sejenak," jeda sepersekian detik, "dan kau sendiri? Kenapa tak beristirahat? Malam sudah larut Lory, tidak baik untukmu tetap terjaga di jam-jam seperti ini."  Mati-matian Leedo menyetabilkan nada bicaranya agar tak terdengar gugup bahkan sedikitpun ia tak berani menatap lawan bicaranya. Tanpa ia sadari nada bicara yang ia lontarkan mengayun lembut, seakan tengah mengkhawatirkan suatu hal.

"Seharusnya aku yang berkata demikian. Tidak baik untukmu berada di luar dengan keadaan sakit seperti ini, terlebih di sini dingin."

"Aku hanya butuh waktu sebentar lagi, aku akan segera beristirahat setelahnya. Tak perlu khawatir." Leedo masih enggan menatap wajah Lorytta dan memilih menatap siluet gedung pencakar langit yang memenuhi cakrawala. Baginya ia terlalu malu untuk sekedar bersitatap langsung dengannya. Namun pertahanannya akhirnya luruh tatkala sesuatu mendarat mulus di pundaknya dan membuatnya refleks menoleh.

"Terimakasih." Gumamnya pelan seraya membenarkan sedikit letak jaket denim yang menutupi sebagian pundaknya.

Lorytta hanya mengangguk sebelum ikut menopang tubuh pada pagar pembatas, memperhatikan lanskap langit yang perlahan dirambati cahaya keemasan. Dari sisi ini, Leedo dapat melihat dengan jelas seberapa rupawan pahatan wajah gadis itu dari arah samping. Terpaan cahaya lampu kota menonjolkan beberapa bagian wajahnya, hidung mancungnya yang kecil dan runcing mengingatkannya pada visualisasi barbie di kehidupan nyata begitupun dengan dagu runcingnya yang membuatnya nampak seperti boneka hidup. Mata hijaunya juga berpendar di kegelapan walau sorotnya tak secerah biasanya. Dalam hati, Leedo memuja betapa rupawannya gadis yang kini berdiri berdampingan dengan dirinya.

"Cantik." Gumamnya pelan.

"Aku tau." Timpal Lorytta.

"Benarkah? Tau apa?"

"Pemandangan di sini memang cantik." Jawab Lorytta tanpa menolehkan kepalanya sedikitpun. Matanya masih betah menelisik pemandangan kota yang kian dirambati cahaya fajar.

The Lost Prince(ss)  ✿ONEUS✿ Where stories live. Discover now