chapter five

1.3K 70 11
                                    

Hari sudah berganti malam dan Abi belum ada di rumah. Aku sudah menunggunya sedari tadi namun sepertinya kepentingan istrinya jauh lebih penting daripada menjemput Alden. Apalagi sekarang istri Abi tengah berbadan dua, sebentar lagi posisi Alden akan benar-benar tergantikan. Aku sempat nge-stalk sosial media Abi lagi, sedikit membuatku tersenyum karena masih ada aku di postingannya walau sakit saat melihat foto Abi dan istrinya yang nampak bahagia. You are my vanila latte and i'm mocha. Tulisnya di caption

"Alden beneran gak mau ikut kita?" tanya tante Rani, ia dan nenek sudah mau pulang ke rumah mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Alden beneran gak mau ikut kita?" tanya tante Rani, ia dan nenek sudah mau pulang ke rumah mereka. Karena Abi belum jelas akan balik atau tidak, ia mengajakku menginap di rumah mereka.

"iya tante, Alden disini aja." Jawabku.

"yakin?" yakinnya kembali, sepertinya ia masih menganggap aku Alden yang dulu, anak penakut yang bahkan takut tidur sendiri di kamar.

"iyalah tante. Alden sekarang udah gak penakut lagi tante." Jawabku lagi.

"tapi di kota kan rame. Tapi ya udahlah kalo Alden yakin, tante balik yah."

"iya tante." Aku kemudian mengantar tante dan nenek sampai ambang pintu, dan sampai di ambang pintu pun, sekali lagi ia menanyakan keyakinanku untuk tidur sendiri di rumah malam ini. Aku sampai terharu sebegitu sayangnya mereka sama aku dan ini juga alasan mengapa aku memilih pulang kampung daripada pelesiran bareng keluarga ayah.

Keduanya telah pulang, kini aku sendiri di rumah. Awalnya biasa aja, tetapi makin malam rasanya makin mencekam. Suara-suara makhluk nokturnal di luar sana yang tak pernah lagi kudengar di ibukota serasa aneh di telingaku yang telah membuat bulu kudukku merinding. Aku kemudian masuk ke kamarku, berharap bisa tidur lebih awal, ternyata tak bisa. Kebiasaan tidurku di ibukota yang selalu larut malam mebuatku tak bisa tidur lebih awal, apalagi selisih waktu sejam yang seharusnya ini masih sangat awal malam di ibukota.

Aku hanya memainkan ponselku meski suara-suara dari luar masih terdengar. Takut sih dan kemudian kupilih menelpon kak Keenan, semoga saja ia tidak sibuk. Aku gak biasanya menelpon dia langsung. Biasanya ia nelpon duluan atau mungkin aku menelponnya saat ada panggilan yang tak terjawab darinya.

"halo Alden."

"malam kak."

"malam. Disini masih siang sih. Ada apa? Tumben telpon kakak."

"gak ada apa-apa sih kak heheh."

"kangen yah?"

Pertanyaan itu sempat membuatku nge-freeze sesaat, jawab apa yah? Kangen gak sih aku sama dia?

"gak juga."

"terus?"

"emmm.... Temanin Alden sampai tertidur yah."

"cih, nih anak..."

"gak boleh yah? Oh kak Keenan sibuk yah? Sorry kalo gitu." Ucapku seolah ingin langsung mengakhiri panggilan itu.

Step BrotherWhere stories live. Discover now