chapter seven

1.1K 59 10
                                    

Liburanku seharusnya masih panjang, tetapi kuputuskan akan balik pagi ini. Aku tak betah lagi dengan suasana rumah yang sudah sangat jauh berbeda dengan suasana rumah yang dulu. Istri Abi sebenarnya baik, tetapi sikapnya yang terlalu manja yang membuatku sudah muak, ingin muntah rasanya. Belum lagi karena om Aryo yang entah untuk apa kehadiran dia di rumah ini dan dia tuh hampir tiap hari datang ke rumah. Walau aku tak begitu jago soal bela diri, tetapi tinjuku sudah sangat gatel, ingin rasanya aku terbangin dia dengan sekali punch.

"Alden berangkat sendiri aja Bi."

Akhirnya kuputuskan untuk berangkat sendiri ke bandara yang jaraknya harus menempuh perjalanan darat hingga 5 jaman. Planning awalnya, aku diantar Abi, tetapi istrinya terlalu drama pagi itu ditambah lagi om Aryo yang pintar banget ngomporinnya. Lelaki bermuka dua itu memang semalam nginap di rumah, katanya karena adiknya sakit. Entahlah, istri Abi apakah memang benar sakitnya ataukah hanya dramanya lagi setelah tahu aku akan berangkat pagi ini.

"Astaga, kamu Abi yah. Bisa-bisanya kamu biarin Alden berangkat sendiri. Alden datang kamu gak jemput, pulang, kamu gak antar. Kamu masih bapaknya Alden gak sih?"

untungnya pagi itu ada tante Rani yang belain aku, yah walau aku gak berharap juga dibela sampai segitunya.

"gak pa-pa tante. Alden sendiri aja." Ucapku, padahal tadi aku fine-fine aja, tetapi di belain seperti ini, kok tiba-tiba aku kecewa yah? Yah, mungkin tadi aku pura-pura fine aja.

"Abi anterin Alden aja, soal istrimu, biar aku yang jagain." Sahut om Aryo menyela.

Heh, bukannya kamu yang ngelarang Abi tadi? dasar boty bermuka dua!!!

Tante Rani membantuku mengangkat barang bawaanku ke dalam mobil, ada beberapa kardus yang semuanya adalah pemberian darinya termasuk sambel pete yang katanya nanti kalo aku kangen masakan dia. ada juga yang ia bingkiskan untuk keluarga ayah.

"salam sama ayah sama tante Farah yah." Ucap tante Rani sebelum aku bertolak menuju bandara.

"iya tante." Balasku kemudian memberikan pelukan perpisahan kepadanya, kepada nenek yang juga datang pagi itu, kepada suami tante Rani yang gak banyak bicara. Untuk dua orang itu, istri Abi dan saudaranya, maaaf, anda hanya orang lain di hidup Alden. selamanya akan begitu.

"jangan lupa, telpon kami kalo udah sampai." Ucapnya terdengar tersedu. Aku paling benci berpisah seperti ini, karena akan selalu ada air mata yang tertumpah.

"iya tante, pasti." Jawabku lalu masuk ke dalam mobil. Abi membunyikan klakson mobilnya kemudian tancap gas, meninggalkan kediaman kami. Aku langsung memilih tidur saat mobil telah melaju, selain karena ini masih terlalu pagi dan aku masih sangat ngantuk, aku juga masih malas bicara sama Abi, kekecewaanku masih belum terobati.

"udah bangun?" tanya Abi setelah perjalananku sudah jauh, mungkin telah hampir setengah jalan.

Aku baru bangun, aku mengucek mataku yang terganggu oleh cahaya matahari pagi di depan sana.

"mmm..." sahutku bergumam kemudian melirik ke arah Abi yang auranya tidak seperti Abi yang kukenal dulu. Apa sebenarnya yang sedang ia pikirkan? Apakah Abi terpaksa mengantar Alden karena desakan tante Rani?

"Bi...." Panggilku. Abi tidak menoleh kearahku, hanya sahutan yang keluar dari mulutnya.

"iya sayang, kenapa?"

"Alden minta maaf yah." Ucapku meminta maaf. "Alden sudah merusak waktu Abi sama istri Abi."

Mendengar itu, Abi menoleh ke arahku, "enggak sayang, Abi yang minta maaf." Balasnya.

Mendengar permintaan maaf Abi, hatiku langsung luluh, rasa kecewaku tadi tiba-tiba saja membuatku haru dan tak sengaja, melinangkan air mataku.

"Abi minta maaf yah, Abi mungkin kurang perhatian ke Alden." ucapnya kengusap rambutku.

Step BrotherWhere stories live. Discover now