Dua

309 73 14
                                    

Hana yang sudah berada di dapur, berdiri dengan canggung ketika merasakan seseorang yang baru saja masuk ke area dapur. Ia sangat ingin menoleh, tapi tingkat keberanian yang ia punya tak sebesar rasa penasarannya. Untungnya Bu Rini yang juga menyadari sosok itu, kini menoleh dan bersuara dengan riangnya.

"Nah itu Mas Sabda." 

"Mas, ini loh yang bakalan bantu - bantu di sini, namanya Sahana." 

Hana yang mendengar itu segera membalikkan tubuhnya dengan senyum canggung serta menundukkan kepalanya sebagai rasa hormat. Tidak ada perkenalan dengan saling berjabat tangan, karena Hana menyadari itu tidaklah penting untuk majikannya.

Lelaki itu sempat meliriknya sekilas, hanya sekilas karena kini ia kembali melangkahkan kakinya menuju lemari pendingin yang tak begitu jauh dari Hana. Membuat Hana tanpa sadar  melangkahkan kakinya sedikit menjauh. Jujur! Ia tak menyadari bertingkah seperti itu, itu hanya gerakan refleks yang ia lalukan. Dan ia hanya bisa menunduk ketika menyadari lelaki itu menatapnya dengan sorot tajam.

Hembusan napasnya terdengar pelan, ketika menyadari Sabda yang berlalu dari hadapannya, walaupun rasa lega itu tak begitu terasa.

Ia yang baru saja ingin melangkahkan kaki mendekati Bu Rini, mengurungkan niatnya ketika ujung matanya tak sengaja melihat tatapan tajam lelaki itu, membuatnya memilih untuk tetap diam tanpa berani bergerak sama sekali. Dan ia tetap melakukan itu sampai tubuh lelaki itu semakin menjauh.

Dengan cepat ia menatap Bu Rini yang juga menatapnya, sampai anggukan wanita paruh baya itu membuatnya memberanikan diri untuk ikut melangkah. Tak ada perintah yang ia dengar, tapi ia beranggapan lelaki itu pasti memerlukan dirinya.

Hana mengepalkan tangannya ketika lelaki itu membuka pintu kamar dan menutupnya persis di depan wajahnya. Ikut masuk? Jelas - jelas lelaki itu menutup pintu kamar yang berarti ia tak diijinkan untuk masuk. Jadi apa yang harus ia lakukan?

"Mbak!!"

Hana dengan cepat menoleh kesumber suara, menatap  Bu Rini yang kini berdiri di tangga dengan wajah yang terlihat panik.

"Masuk Mbak!!" Ucapnya lagi, dengan tangan yang seolah meminta Hana untuk segera masuk. Hana yang berusaha mengerti, tanpa di minta dua kali langsung memegang handle pintu dan membukanya secara perlahan. Masa bodoh kalau lelaki itu marah, ia lebih percaya dengan perintah wanita paruh baya yang kini menatapnya dengan raut khawatir itu.

Suasana yang sangat dingin langsung menembus setiap inchi kulitnya, ini benar - benar dingin membuatnya khawatir akan membeku kalau terlalu lama di sini. Sedangkan Sabda terlihat biasa saja, bahkan dengan santainya duduk bersila di atas karpet tebal.

Pandangan mereka bertemu, sampai tangan lelaki melambai seolah memintanya untuk mendekat. Dan Hana bisa apa selain menurut walaupun langkahnya terasa kaku. Sumpah!! Ia sangat takut dan gugup, bagaimana tidak takut kalau tatapan lelaki itu benar - benar tajam dan mengintimidasi. Bahkan disetiap langkahnya yang semakin mendekat, ia merapalkan doa apa saja yang ia hafal. Ia tak berbohong, lelaki ini benar - benar menakutkan.

"Lo takut sama gue?!!"

"Haahh?"

Decihan Sabda terdengar, membuat Hana semakin menunduk karena rasa takut yang semakin menjadi. Jujur saja Hana terkejut karena mendengar perkataan lelaki itu. Lo gue?

"Lo bisa main rubik?" Tanya Sabda lagi, dengan tidak sopannya melempar rubik yang ia pegang ke arah Hana. Jangan berharap benda itu bisa Hana tangkap.

"Saya nggak bisa Pak." Jawab Hana pelan, dengan tubuh yang sudah berjongkok meraih rubik yang tergeletak di dekat kakinya. 

SABDA [END]Where stories live. Discover now