CHAPTER 17

2.9K 384 37
                                    

"Aaaaaa! Tolong aku—ukh!"

Seorang pria tua berhenti menyerukan meminta pertolongan begitu sebuah pedang menancap di dadanya. Matanya terbelalak. Seketika ia ambruk.

Lelaki berambut hitam panjang itu mencabut pedangnya. Topengnya bercipratan darah. Tapi ia tidak peduli. Sama tidak pedulinya dia dengan suasana kacau di sekitarnya. Suara orang yang menangis dan memohon, rumah-rumah yang terbakar, burung-burung gagak yang berterbangan, mayat-mayat bertebaran, darah yang membasahi tanah, dan bau anyir bisa tercium oleh indra penciumannya.

"Yang Mulia, tugas kita hampir selesai."

Lelaki itu mengangkat pandangannya begitu bawahannya melapor di belakangnya, memandangi langit kelabu sejenak sebelum membuka suaranya. "Kita sudah terlambat. Dia telah membuka portal dimensi dan menyebarkan kegelapan."

"Kau!" Tiba-tiba sosok lelaki berjalan terhuyung-huyung mendekati lelaki berambut hitam panjang itu. Meskipun pinggangnya terluka, namun dia masih bisa berteriak guna menyuarakan protesnya. "Kau ... bagaimana bisa kau mengkhianati Yang Mulia?! Kau seharusnya berada di pihak kami! Bukankah kau adalah pendampingnya dan ratunya?!"

" ... ratu? Pendamping?" Lelaki rambut panjang itu bergumam. Nada suaranya terdengar lelah, padahal sudah teredam oleh topeng yang ia pakai. "Di suatu masa ... aku pernah menginginkan posisi itu. Tetapi aku tidak bisa diam saja melihatnya semakin gila. Dunia bisa hancur karena ulahnya."

"Bukankah kita semua memang menginginkan itu?!" Lelaki yang terluka itu tersenyum lebar yang mengerikan. "Dunia akan berada di pihak kita! Jika dunia dikuasai Kegelapan, kita akan—argh!" Orang itu sudah ambruk lebih dulu saat seseorang menusukkan pedangnya.

Lelaki berambut panjang itu mendengus pelan. "Jangan bercanda. Dunia harus seimbang antara Cahaya dan Kegelapan." Jemarinya berhenti bergerak. Ya, dia yang memberi kode secara diam-diam untuk menghabisi lelaki yang terluka itu.

"Sekarang apa yang harus kita lakukan, Yang Mulia? Kita harus segera ke istana sebelum Yang Mulia Raja kembali." Salah seorang bawahan memperingati.

"Periksa rumah yang paling besar yang berada di tengah itu," Lelaki itu menunjuk sebuah rumah yang paling besar dan memberi perintah. "Pergilah ke ruang bawah tanahnya dan hentikan produksi monsternya. Jutaan monster dan roh-roh jahat hidup disitu. Bantai semuanya."

"Baik!"

Ketika orang-orang itu melesat ke rumah besar itu, lelaki itu baru menghela napas dan membuka topengnya. Bulu matanya merunduk. Sepasang mata merahnya redup, tanpa ada cahaya kehidupan di dalamnya. Sulit dilukiskan seberapa besar luka yang ia terima pada kedua mata itu. Kalung ruby yang ia kenakan memantulkan cahayanya sekilas.

Angin kencang yang dingin meniupkan rambut panjang dan jubah hitamnya. Ini adalah pertama kalinya ia berhasil keluar dari istana yang seperti sangkar emas baginya. Namun bukan untuk kabur, melainkan untuk menjalankan rencananya bersama beberapa bawahannya yang berpihak padanya.

Dia harus menghalangi rencana gila seseorang yang sudah berstatus menjadi suaminya.

Sebuah desa yang terlihat tenang dari luar, nyatanya sebenarnya adalah gudang yang digunakan untuk memproduksi monster dan dikirimkan ke tempat-tempat yang diingkan suaminya. Dia tahu hal yang ia lakukan sekarang hanyalah sebuah langkah kecil yang bisa saja percuma, namun setidaknya ia tidak bisa berdiam diri saja. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan dunia dari kegelapan yang meliputi.

Sayangnya, dia terlambat. Portal antar dimensi telah dibuka. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan dunia lain yang suaminya tuju. Ia ingin pergi kesana dan memeriksa langsung. Tetapi itu sangat beresiko.

The Villain Wants To Repent [BL]Where stories live. Discover now