CHAPTER 18

2.3K 300 11
                                    

"Huh?"

Aku mengusap mataku yang basah. Air mata?

"Erios? Ada apa?!" Azura dan Flin bertanya bingung, sedikit panik karena tiba-tiba aku meneteskan air mata. Aku bisa merasakan kecemasan mereka.

Rhea tersenyum tenang. "Jangan khawatir. Itu bukan sesuatu yang buruk."

"Tapi ... kenapa?" Aku menatap Rhea heran. "Aku tidak merasa ingin menangis, tapi kenapa—"

"Kau memang merasa seperti itu, tetapi tidak di sudut hatimu," jawab Rhea. "Erios, itu reaksi alami alam bawah sadarmu. Yang menangis adalah dirimu, jauh di lubuk hatimu. Alam bawah sadarmu yang menginginkannya."

Aku tidak mengerti apa yang ia maksud. Tetapi gara-gara ini, aku merasa ada sesuatu yang salah. Aku menyentuh dadaku. Kenapa aku mendadak merasa jenuh? Ini terlalu tiba-tiba, seakan apa yang Rhea lakukan adalah membuka gerbang yang sudah lama tak pernah kubuka. Bertahun-tahun lamanya. Rasa sakit dan kepedihan yang teramat sangat membelenggu hatiku.

"Maaf, Erios. Aku tidak bisa membantu banyak," Rhea menghela napas. "Aku berharap ada yang bisa memutus aliran waktumu."

Aku sibuk menghapus air mataku sementara Flin mengusap bahuku untuk memberiku ketenangan. Setelah aku berhasil menenangkan diriku, aku menatap Rhea tajam. "Siapa kau?"

"Aku?" Rhea tersenyum. "Sudah kubilang, aku hanya seorang peramal ulung. Ini baru pembuka, tapi kau sudah seperti ini. Seharusnya aku yang terkejut, sebab aku menemukan banyak hal mengejutkan di dalam dirimu. Jadi, apa ada yang ingin kau tanyakan?"

Dia benar. Sepertinya aku terlalu defensif. Aku tidak seharusnya mencurigai semua orang hanya karena banyak yang berubah di masa sekarang. Aku menghela napas, mencoba menjernihkan pikiranku. "Ramalkan saja yang umum-umum. Aku belum terpikirkan hal lain."

"Baik," Rhea mengangguk paham. Lalu dia mulai meramal hidupku, "Keuanganmu bagus. Kau tidak akan pernah kekurangan. Pekerjaanmu juga baik dan lancar. Kelak banyak yang akan menghormatimu. Kesehatan tergantung dari apa yang kau ambil untuk jalan ke depan. Namun aku menyarankanmu untuk tidak memaksakan dirimu. Percintaanmu sangat dekat. Kau hanya perlu meningkatkan kepekaanmu terhadap sekitar. Jodohmu jauh, tapi dekat. Dekat, tapi jauh."

Aku mengerutkan kening. Apa-apaan dua kalimat terakhir itu?

"Wow. Aku tahu siapa yang Rhea maksud," Azura terkikik geli. "Apa kau bisa melihat siapa jodoh Erios kelak?"

Rhea menggelengkan kepalanya. "Hampir terlihat, namun samar-samar. Aku sepertinya mengenalnya, tetapi ... ada yang berbeda juga. Biasanya aku bisa langsung melihatnya."

"Berhentilah membicarakan omong kosong terkait cinta, jodoh, atau apapun itu," cetusku. "Bagaimana keadaan keluargaku nanti? Seperti ayah dan kakakku."

"Mereka baik-baik saja. Sangat baik. Tidak ada yang akan terjadi ..."

Aku menghela napas lega, meskipun aku masih tetap harus berjaga-jaga.

"Namun cobalah untuk mengkhawatirkan dirimu sendiri," lanjut Rhea. "Mereka baik-baik saja berkatmu. Penyebabnya adalah kau telah memilih jalan yang berbeda, jadi mereka akan baik-baik saja. Tetapi sebagai gantinya," Tangan Rhea yang lain menunjukku. "Kau yang kena."

Aku mengangkat sebelah alisku. "Ha?"

"Hal-hal besar akan terjadi padamu. Hari ini sudah dimulai. Bersiaplah. Apapun bisa terjadi. Apalagi di dunia ini," Rhea masih tersenyum. "Itulah mengapa aku bilang, kau tidak perlu mengkhawatirku keluargamu karena semua masalah ini terpusat padamu. Hanya kau. Mereka akan baik-baik saja."

Jadi, aku akan mati menggantikan ayah dan kakakku?

Aku menelan ludah. Haruskah aku mempercayainya? Tetapi dia adalah Rhea, seorang peramal ulung yang bahkan dipercaya kerajaan. "Baik. Terima kasih atas bacaanmu. Aku akan mengingatnya untuk kewaspadaanku ke depannya."

The Villain Wants To Repent [BL]Onde histórias criam vida. Descubra agora