Suami Istri

447 42 4
                                    

Dara itu wanita karir, dia adalah seorang dosen muda di salah satu kampus swasta bergengsi di kotanya. Dara mengajar Hukum Diplomatik di kampus tersebut. Usia Dara sendiri sudah menginjak 29 tahun, ia lulus pendidikan S2 nya di usia 24 tahun lalu sempat bekerja juga dan pada akhirnya memutuskan untuk jadi dosen. Selain sebagai dosen, Dara juga mengajar club karate untuk anak usia dini sampai pra-remaja.

Sementara Damian, lelaki mapan nan matang tersebut memilih pekerjaan yang bisa dia handle dari rumah. Kalau bahasa gen z nya sih remote. Tidak sih, lebih tepatnya memang dia yang punya itu perusahan. Damian ini salah satu pemegang saham terbesar dari studio animasi. Ya gitu lah intinya dia mengatur segala hal berkaitan dengan perusahaanya secara remote. Mungkin di saat tertentu saja Damian akan ke kantor.

Oke intinya mereka sudah masuk kategori orang-orang yang settle dengan pekerjannya. Sudah sangat sangat siap secara finansial untuk membina keluarga alias menikah. Hanya saja permasalahannya adalah keduanya sama-sama terlalu nyaman sendiri dan enggan memikirkan hal-hal terkait pernikahan.

"Gue tuh kandidat paling tepat, Dar" Damian adalah pria yang memiliki pemikiran paling tidak masuk akal mengenai pernikahan dan kehidupan setelah pernikahan. Dara sendiri yang mengakui hal tersebut. Pria workaholic seperti Damian lebih senang mengartikan pasangan suami-istri sebagai partner kerja yang mutualisme, tidak ada rasa tidak ada cinta tidak ada simpati.

"Emang mustahil ya umur se kita gini bakal jatuh cinta?" Dara baru saja kembali dari mengajar, memutuskan untuk menerima ajakan Damian agar mampir ke rumahnya. Tampilam Damian kalau di rumah dan saat audit ke kantor tuh beda banget. Kalau di rumah dia benar-benar terlihat seperti gelandangan kumal.

Damian menggaruk kakinya, "Ga mustahil sih, tapi kalo buat orang macam kita ini bisa dibilang mustahil"

"Stop betingkah kayak pengangguran bisa ga lo Damian?" Jujur saja, menghadapi Damian versi rumahan begini membuat Dara naik pitam. Untung saja Damian ini di anugerahi wajah tampan jadi sedikit ketolong lah meskipun outfitnya compang camping. Damian itu introvertnya kebangetan, tidak suka basabasi, tidak suka bercengkrama lama-lama, tidak suka duniaaaaa.

"Jadi gini aja! Gue sama lo nih lagi sama-sama didesak buat nikah. Kalo nggak kita berdua yang bakal dinikahin. Menurut gue sih ga papa, ini malah bisa jadi kesempatan bagus buat kita bebas Dar"

"Jadi menurut lo, menikah tanpa cinta gitu?" Dara itu masihlah makhluk perempuan yang lebih sering menggunakan perasaan dibanding dengan logika, Dara juga pengen kali ketemu seseorang yang akan meratukan dirinya di dalam hubungan pernikahan. Melihat Damian sepertinya lelaki kumal itu tidak memenuhi kriteria Dara secara keseluruhan.

"Naif banget sih. Cinta itu bukan pondasi penting dalam pernikahan Dar. Yang penting itu adalah consent, kebutuhan, kesanggupan secara mental dan finansial. Cinta tuh cuma kata-kata indah untuk menggambarkan pernikahan aja. Biar kedengerannya indah dan sakral" Dara mendengus malas. Tuh kan! Damian tuh gak akan paham.

"Nanti gue bakal kerasa sebagai beban buat lo dong? Secara lo harus menafkahi gue. Kalo tanpa kasih sayang dan perasaan cinta, itu bakal kerasa menjengkelkan loh, Dam" lagi Dara memberikan beberapa kemungkinan buruknya situasi jika keduanya menikah. Namun sepertinya Damian tidak memiliki kebimbangan apapun. Laki-laki apatis itu malah jauh semakin yakin untuk menikahi Dara sahabatnya

"Lo ga liat, sekaya apa gue?" Dara benar-benar ingin menghantam wajah Damian dengan skripsi 500 halaman milik salah satu mahasiswanya "Atau lo lagi naksir orang lain? Siapa? Antoni rekan dosen lo itu?"

Antoni ya? Lelaki dewasa itu memang cukup menjanjikan jika dijadikan pasangan, wajahnya juga tak kalah tampan disandingkan dengan Damian, pintar pula jauh lebih pintar dibandingkan otak laki-laki di hadapannya ini. Kalo soal kekayaan Dara rasa keduanya sebanding.

SEIJUKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang