30

498 68 9
                                    

Sorry for typo(s)

---

Sengaja menyimpan yang paling membuatnya emosi, Bumi menunggu Denaka muncul sore harinya di basement tempat mobil pria itu terparkir. Satu-satunya paling dekat lift dan mencolok dengan tulisan Direktur Utama menggantung di atasnya.

Melihat Bumi yang berdiri di samping mobilnya membuat Denaka mengedikkan bahu untuk masuk ke bangku penumpang. Menyusul sang atasan masuk setelah dibukakan pintu oleh sang supir.

Lantas keduanya ditinggal di dalam mobil berdua, dengan supir dan asisten pribadi Denaka menunggu di kiri dan kanan mobil.

"Ada yang belum kamu sampaikan?"

Bumi mengangguk. "Malam itu Kavi menyelipkan sebuah kunci dan ponsel di jaket saya ketika mendorong saya dan Vanka dari jendela agar kami bisa kabur."

Denaka menggeser duduknya sedikit serong hingga ia bisa melihat wajah Bumi yang memerah dan tangan laki-laki itu mengepal.

"Kunci itu ternyata kunci sebuah kamar penginapan bernama Vokes di pinggir kota. Saya akui saat itu saya terlalu gegabah hingga melakukan perjudian untuk menginap di sana bersama Vanka hanya karena ingin menguji apa yang sebenarnya sedang direncakan oleh Kavi."

"Dan ternyata?"

Bumi berdehem. "Ada komunikasi satu arah antara Kavi dan Vanka. Kavi mengakui kalo dia yang mengirim uang itu pada saya dan tahu bahwa saya sudah mengembalikan pada Bapak."

"Karna hari itu saya langsung mencari tahu siapa yang berani mengusik Vanka. Dan seperti yang saya bilang tadi tidak ada aliran dana yang keluar dari Gautama manapun."

Namun seperti yang sudah dibilang juga oleh Bumi, Kavi sudah mengakui perihal itu.

"Lalu perihal ponsel--"

Jeda beberapa menit, Denaka bisa melihat rahang Bumi mengeras. Kepalan tangannya menguat hingga memerah. Sedang mata lelaki itu tampak amat sangat terganggu.

"--seseorang berulang kali mengirimkan pesan melecehkan untuk Vanka. Mengirimkan kalimat-kalimat tidak pantas yang--"

Denaka mengangguk. Ia menengadahkan tangan membuat Bumi mau tak mau mengambil plastik kecil yang sedari tadi tersimpan dalam jaketnya. Mengulurkan tangan pada Denaka sembari berkata amat sangat dingin.

"Saya yang harus menghabisi nyawa bajingan itu dengan tangan saya sendiri."teguhnya. Mau tak mau membuat Denaka mengangguk mengerti. Plastik itu berisi potongan ponsel yang telah lepas antara batang dan casing.

"Sorry, hancur setelah saya banting. Tapi Bapak pasti bisa memulihkan isi didalamnya kan?"

Denaka menimang benda itu. Menelitinya sesaat membuat Bumi akhirnya kembali mengeluarkan suara.

"Vanka bilang itu handphone-nya yang hilang saat kecelakaan."

Benda yang dicari oleh Gautama hingga menjajal seluruh tempat kejadian perkara tanpa membuahkan hasil. Tidak menyangka benda itu malah muncul dan berasal dari adik sepupunya sendiri.

"Selama bersama Vanka, kamu merasa ada yang mencurigakan, tidak?"

Bumi tidak tahu apakah saat ini Denaka bertanya karena membutuhkan informasi atau hanya memancingnya. Tapi melihat karakter seluruh anggota keluarga Gautama, hanya Denaka yang bisa ia andalkan untuk berpikir rasional saat ini.

"Bapak pasti tahu keberadaan para bodyguard yang selalu ada di sekeliling  Vanka selama ini. Di kampus atau dimanapun. Saya juga menyadari beberapa orang laki-laki yang menjemputnya ketika Vanka bersama saya bukan hanya Bapak saja. Ada Deyasa Gautama juga."

Imperfect Princess [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang