Meskipun, hal-hal berat seperti ujian musim panas berhasil mengambil alih bayangan tentang kejadian di malam ketika ia memeluk Zoe Sachi, diselimuti oleh penyesalan. Tentu saja setelah ujian musim panas berakhir, momen itu kembali melekat dalam pikirannya.
Jadi, bolehkan ia berdiam diri membiarkan perasaan-perasaan yang salah ini menyingkirkan logikanya? Di saat Zoe Sachi terus-terusan menghadiahi senyuman hangat kepadanya, atau interaksi dekat atas label 'saudara', padahal Hiro tahu pasti itu tidak seperti 'saudara'. Meski begitu, ia puas melihat binar ceria gadis itu.
Rupanya pikiran Hiro telah terisap sepenuhnya pada momen itu, hingga tak menyadari kehadiran Ayahnya, pun panggilan berulang yang disuarakan Ryuichi Koji. Sampai di mana buku yang menutupi wajahnya terangkat di udara.
Mendapati itu, Hiro segera bangkit diimbuhi wajah tercengangnya.
"Tadaima1." Ayahnya menyapa seolah berusaha meloloskan Hiro dari dunia yang menenggelamkannya.
Hiro memutuskan untuk menarik napas sejenak. "Okaeri2," sambutnya ketika apa pun yang ada dalam dirinya telah terkondisikan dengan baik.
Mata Koji masih menyipit curiga. "Apa yang kaupikirkan?" Merasa belum puas, ia kembali menerka-nerka, "Apa ujianmu tidak berjalan dengan baik?"
Demi memudarkan sedikit kecurigaan Ayahnya, ia menyahut tenang, menyembunyikan pergolakan batin yang cukup menganggu. "Ujiannya berjalan baik, sebaik biasanya."
Hiro pikir Koji akan pergi setelah mendapatkan kepuasan dari jawabannya, tapi ternyata tidak. Koji justru meletakkan pantatnya pada lantai kayu belakang rumah sama seperti Hiro.
Duduk berdampingan sambil menautkan pandangan pada taman kecil yang mengisi. Taman belakang ini paling tepat untuk berkumpul bersama saat malam tiba, sambil menyalakan api unggun dan memanggang daging.
"Syukurlah ...."
"Ayah, aku sudah menemukan apa yang ingin kulakukan di masa depan."
Sebelah alis Koji terangkat. "Sesuatu yang ingin kaulakukan di masa depan?" ulang Koji tertarik, kemudian ia mulai memusatkan semua perhatian kepada Hiro. "Apa hal ini mengacu pada pembicaraan di pagi hari itu?"
"Ya, Ayah pasti tahu."
Demi menyambut secercah cahaya yang mengiringi ucapan Hiro, Koji mencondongkan tubuhnya tertarik. "Apa itu Hiro?" tanyanya tak sabar.
"Hukum," sahutnya tanpa ragu. "Aku ingin belajar di fakultas hukum di Universitas Kyoto."
Koji tersenyum secara terang-terangan. "Hukum?" tanyanya lebih untuk meyakinkan dirinya sendiri. "Pilihan yang bagus Hiro. Bagaimana bisa tiba-tiba saja kau menemukan impianmu?"
Mati-matian ia menahan kedutan di bibir yang semakin menampakkan wujudnya. "Ada seseorang yang memberiku petunjuk," cetus Hiro penuh makna. "Dan semenjak itu aku selalu memikirkan kata-katanya. Membayangkan diriku di masa depan menjadi seorang pengacara dan menekuni bidang itu, rupanya memberikan efek menyenangkan pada benakku. Tanpa kusadari hatiku menghangat begitu saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Light Start at 18yo ✔️
RomanceGadis itu berbeda, dia penuh semangat, bersinar, dan mencuri perhatiannya. Tapi ternyata takdir berkata lain. Sesuatu yang tidak logis bagi otak pintarnya membuat Ryuichi Hiro dan Zoe Sachi bersaudara. Tapi, saat tinggal dalam satu rumah dan menja...