GABRIEL || 35

4.6K 253 56
                                    

Happy Reading
.
.
.

Selamat membaca 🤗🤗🤗

---------

Prama masuk kedalam rumahnya. Sepi. Tidak ada suara sama sekali. Prama menoleh pada ruang tamu, biasanya disana ada Melody dan Mesya yang duduk lesehan ditikar dibawah sofa. Kini tampak kosong.

Menghembuskan napasnya lelah, Prama masuk lalu duduk disofa. Dia menyandarkan kepalanya dikepala sofa dengan mata tertutup.

Hari ini Prama lelah. Pasiennya banyak hingga Prama lupa untuk makan siang. Tapi karena rasa lelahnya sampai sekarang Prama tidak merasakan lapar.

Setelah istirahat sebentar, dengan lunglai Prama menaiki tangga menuju kamarnya. Dibukanya pintu dan melihat istrinya sedang duduk disisi kasur sambil menatap balkon dengan kosong.

Sudah dua hari Gavan menghilang, sudah dua hari pula istrinya meratapi penyesalannya. Kepergian Gavan membuat Melody berubah banyak.

Istrinya itu selalu melamun, lupa makan dan minum. Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya diam. Mesya yang ingin bermanja dengan Bundanya membuat Prama dengan terpaksa melarang putrinya.

Jika Melody mode begini, wanita itu tidak bisa diganggu. Dia akan menghajar siapapun itu yang ingin mengganggu dirinya. Melody hanya takluk jika berhadapan dengan Prama.

Prama meletakkan tas kerjanya disofa yang ada dikamar itu. Lalu menghampiri istrinya dan duduk disebelahnya. Tangan kanan Prama memeluk pinggang Melody dan merebahkan kepalanya disisi kepala wanitanya.

"Kamu udah makan?" suara lembut Prama menguar didalam kamar yang sunyi itu.

"Mana Gavan? Udah ketemu?"

Prama terdiam mendengar pertanyaan itu. Setiap dia mendekati Melody pertanyaannya dibalas dengan pertanyaan yang terus ditanya setiap hari sampai Melody benar-benar menemukan jawaban yang memuaskan.

Prama menghembuskan napas lelah. "Bisa nggak Gavan lupain aja? Ada Mesya yang selalu ada buat kamu. Ngapain kamu nyari dia? Harusnya kamu seneng karena pengganggu itu udah pergi dari kamu. Kamu juga udah gak dibayang-bayangi lagi sama dia." Prama menegakkan badannya dan menatap istrinya marah. Sudah cukup! Prama muak melihat kondisi Melody yang seperti ingin mati.

Melody menoleh cepat, menatap Prama tajam. "Pengganggu yang kamu maksud itu anak aku! Darah daging aku! Kamu gak berhak bilang dia pengganggu!" bentak Melody.

Prama tersulut emosi, cowok dengan jas putihnya itu terkekeh sinis. "Anak? Sejak kapan Gavan kamu anggap anakmu? Bahkan, sebelum dia lahir aja kamu udah benci sama dia."

"Kalau gada aku, mungkin Gavan udah tinggal nama, bahkan sebelum dia lahir didunia ini!" lanjut Prama membentak.

Perkataan Prama membuat Melody terlempar kemasa-masa kelam itu. Saat mengandung Gavan dulu Melody mencoba berbagai cara untuk membunuh Gavan. Salah satunya aborsi. Namun karena Melody takut terjadi sesuatu pada rahimnya dia menolak aborsi. Dia beralih memakan buah-buahan yang tidak bisa dimakan ibu hamil. Merokok, bahkan meminum alkohol.

Sebelum sempat keguguran, Prama datang menyelamatkannya. Suaminya itu bahkan sampai menampar dirinya agar berusaha sadar kalau yang dia lakukan salah.

Tanpa sadar Melody meneteskan airmatanya. Betapa kejamnya dia sebagai seorang Ibu. Berusaha membunuh Gavan yang tidak salah apa-apa. Jika Gabriel tau apa yang dia lakukan pada putranya mungkin Melody sudah habis ditangannya. Gabriel itu sayang pada anak-anak, apalagi jika pada darah dagingnya sendiri.

Melihat airmata Melody, pria berusia 34 tahun itu memejamkan matanya dan menghirup udara dengan rakus. Prama menyugar rambutnya kesal.

"Aku mau mandi dulu." Prama menarik kasur handuknya lalu masuk kekamar mandi. Melody memejamkan matanya mendengar pintu dibanting kuat.

GABRIELحيث تعيش القصص. اكتشف الآن