17. Disgusting Stain

12.1K 1.1K 23
                                    

"Aku kaya diajakin nikah tau nggak?" Eros berbisik pada Violet. Berdehem sekali, Eros meneruskan. "Ayo, kita tumbuh sama-sama, semuanya. Selamanya kalian keluarga aku!" Dengan sengaja remaja laki-laki berperawakan jangkung itu meniru gaya bicara sang balita, sepuluh menit yang lalu.

Cessa berdiri memunggungi, diam-diam menguping langsung cemberut, padahal Cessa serius mengucapkannya. Bisa-bisanya Eros menganggap sebatas candaan.

Violet mendorong kepala Eros yang bersandar manja di bahunya. "Jangan di ketawain!" katanya ketus. "Cebong, ngapain di sana? Deketan, kembang apinya udah siap." Violet melambai semringah.

"Dasar muka lima." Eros mencibir, memalingkan wajah masam. "Aku juga mau." Eros bersedekap kesal.

Cessa sudah berdiri di antara mereka menghela napas berat, rasanya Cessa ingin menjambak rambut lalu berteriak bahwa dia mulai muak. Selama seharian ini entah berapa kali keduanya berselisih pendapat, tak lama baikan kemudian. Selalu saja seperti itu.

"Gak boleh berantem, nanti digigit gigi taring Papa Teter." Cessa berbicara sok imut, telapak mungilnya menarik ujung kaos lengan panjang Eros.

Eros dan Violet kompak menunduk disusul suara gelak tawa yang membahana, paling keras adalah Eros alhasil Cessa menatap datar keduanya kemudian.

"Bentar, cebong tadi bilang apa?" Eros mencubit gemas pipi Cessa.

"Papa Teter itu maksudnya Chester," tebak Violet pongah. "Gigi vampir Chester sampai ke bawa-bawa di sini, untung aja tampangnya makin ganteng pas senyum." Gadis bersurai pendek itu menarik tubuh kecil Cessa agar merapat padanya.

Tidak membiarkan Eros membuka mulut, Violet tebak hendak protes, tangan kanan Violet mengibas-ngibas mengusir Eros.

"Aku udah nggak sabar lihat kembang apinya jadi cepetan, sayang." Violet tersenyum tipis dengan sukarela menekan kata terakhir seolah-olah tidak cukup, mata Violet berkedip genit membuat Eros salah tingkah.

Eros berdehem keras. "Udah siap, kan?" tanyanya bersemangat dibalas Cessa anggukan cepat.

Tentu saja Cessa sangat siap bahkan Cessa sudah membayangkan sejak mereka menginjakkan kaki di kota Sevilla.

Tanpa menunggu lama usai hitungan ketiga dari Eros, kembang api itu menyala menghiasi langit, pijar-pijar apinya menyembur di udara.

Cessa mendongak terpana, sudut matanya lalu menangkap basah Eros mencium pipi Violet yang tengah bertepuk tangan heboh. Pura-pura gak liat aja. Cessa membatin kikuk.

"Violet Alisia, aku cinta banget sama kamu!!!" Tahu-tahu Eros berteriak keras sembari kakinya semakin melangkah maju ke depan.

Cessa sedari tadi mengamati melongo.

"Eros Calvindes, pesonamu menghangatkan rahimku!!!" Violet membalas tak kalah nyaring.

Detik itu juga Cessa terbatuk kering, fokusnya terbagi antara langit yang terang dan pasangan remaja itu saling berpelukan sesekali melompat.

Cessa merasa sangat malu, kehadirannya bagaikan penonton drama picisan selama berjam-jam yang apesnya baru Cessa sadari.

"Tunggu lima tahun lagi kita bakal bikin cebong mini," ujar Eros lengkap dengan raut wajah serius.

Siapa yang menyangka pipi Violet merona kemudian, penerangan lampu tiang di sekitaran bukit memperjelasnya.

Cessa terbahak hambar sebelum percakapan keduanya tambah aneh, Cessa buru-buru menepuk kaki Eros.

"Papa, kembang apinya di nyalain nanti lagi." Cessa menepuk perut. "Aku lapar..." beritahunya jujur.

Violet tiba-tiba membalikkan tubuh Cessa menghadapnya.

Gummy [END]Where stories live. Discover now