"Kan kemarin aku udah bilang jangan telepon-telepon terus, bikin kesal aja!" Teriak Denara emosi saat mengetahui ada panggilan masuk dari Djati.
"Ah, maaf ibu, ini saya pegawai rumah sakit. Maaf hanya ingin memberitahukan kalau bapak Djati baru saja mengalami kecelakaan. Beliau diserang begal, dan mendapat luka tusukan di perut."
"M-mas Djati kecelakaan? Posisinya sekarang dimana kalau boleh tahu, pak?"
"Pasien ada di RS Rahma Mulia, kondisinya sudah membaik, hanya perlu menunggu luka jahitannya kering. Apakah pihak keluarga ada yang bisa kesini untuk membantu menyelesaikan administrasi?"
"Sa-saya kesana sekarang,"
.............
"Pak, noda darah di celananya mungkin membuat tidak nyaman. Apa perlu saya bantu untuk melepasnya?" Tanya seorang perawat sambil mendekat ke arah Djati.
"Oh tidak perlu, nanti biar istri saya saja yang urus."
"Nah, itu istri saya sudah datang. Sayang!"
Denara ingin sekali memberi pelajaran pada laki-laki di depannya, yang sekarang tengah duduk sambil memegangi bagian pinggangnya. Bagaimana mungkin dia selancang itu memanggilnya sayang.
Tapi tindakan Denara urung ia lancarkan, mengingat saat ini ada beberapa perawat yang sedang memeriksa kondisi Djati.
"Selamat pagi Bu, kami baru saja menyelesaikan proses jahit pada luka tusukan di bagian kiri perut pak Djati."
"Beruntung tusukannya tidak begitu dalam, dan pendarahannya bisa langsung teratasi. Sampai saat ini kondisi pak Djati cukup baik, jika terus mengalami peningkatan, maka nanti sore bisa langsung pulang.
"Oh begitu, terima kasih."
"Baik, kami permisi."
"Kamu bawa apa?"
"Baju ganti! Bisa nggak sih jangan jahil di depan orang banyak. Pakai panggil sayang-sayang nggak sopan!"
Djati terkekeh pelan.
"Lagian perawat yang tadi centil banget, masa nawarin mau buka celana aku cuma gara-gara noda darah." Denara melotot.
"Mas, dalam situasi darurat semua orang bisa melakukan hal yang sama. Itu tanggung jawab mereka sebagai petugas medis. Bukan bermaksud centil!"
"Iya sih, tapi aku nggak suka area pribadiku diusik orang lain."
"Ya udah ini ganti celananya. Aku nggak tahu muat apa enggak buat mas Djati, asal beli aja di minimarket depan."
"Bantuin dong,"
Denara kembali melotot, "bukannya mas Djati tadi bilang nggak suka kalau area pribadi diusik orang lain."
"Kamu bukan orang lain. Lagian kamu masa tega lihat aku nggak bisa gerak gini suruh ganti sendiri."
Laki-laki ini benar-benar sialan!
Tak ingin terlalu banyak debat, Denara memilih langsung melakukan apa yang Djati minta.
Kalau cuma membuka celana laki-laki, tentu ini bukan kali pertama untuk Denara. Namun tetap saja rasanya groginya tetap ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takeaway
ChickLitMasalah ini bermula dari rasa iri Denara pada Raisa, sang kakak yang selalu sukses dalam hal apapun. Raisa, si sulung yang pintar dalam bidang akademis, sukses di bisnisnya dan juga cantik di mata banyak pria. Perempuan duapuluh delapan tahun itu s...