Bagian 14|| Dia...

185 30 2
                                    

Setelah saya pikir-pikir, kayaknya lebih baik make sudut pandang campuran. Sudut pandang Matcha (aku) kalau dari sisi Matcha, dan sudut pandang penulis ketika gak dari sudut pandang Matcha.

Ok maaf ganggu
Silahkan lanjut membaca...
.....

Aku terbangun saat adzan subuh berkumandang. Untuk pertama kalinya selama tinggal di tempat ini bertahun-tahun, baru kali ini aku mendengar suara adzan seindah ini.

Tunggu...

Aku seperti pernah mendengar suara ini.

Tapi dimana...?

Hanyut dalam pikiran, aku tersadar saat adzan berhenti.

Berjalan keluar dari kamar untuk mengambil air wudhu, aku melihat Ibuku pun terbangun dan justru duduk di kursi. Biasanya Ibuku langsung mengambil air wudhu, tapi kali ini ia lebih memilih mendengarkan adzan sampai selesai.

"Siapa ya Cha yang adzan? Suaranya bagus banget. Baru kali ini Mama denger suara adzan sebagus itu," kagumnya memuji.

Aku menggeleng tak tahu. "Mama gak wudhu?" tanyaku mengingatkan, diangguki olehnya yang segera berdiri untuk mengambil air wudhu.

Selesai melaksanakan solat, bisa ku lihat Ibuku langsung ke depan menemui tetangga yang entah apa alasannya sudah berkumpul di depan rumah.

"Iya'kan? Suaranya bagus banget. Tak kira itu setelan dari youtube!"

"Itu tetangga baru kayaknya"

"Alhamdulillah tetangga kita ada yang suaranya sebagus itu. Selama ini yang adzan udah kakek-kakek, anak mudanya pada lebih milih mabuk daripada ke masjid. Seneng rasanya tau ada anak muda  yang masih mau ramai'in masjid. Apalagi mau adzan, dan suaranya sebagus itu"

Kira-kira seperti itulah perbincangan para Ibu-Ibu tetangga bersama Ibuku yang juga baru bergabung.

Tak lama setelahnya ramai Bapak-Bapak keluar dari masjid setelah melaksanakan solat subuh.

Di sana ku temui wajah asing yang ku tebak adalah tetangga baru kami sekaligus pemilik suara indah itu.

Dia menyapa hangat para Ibu-Ibu tetangga, lalu memergokiku yang juga menatap ke arahnya di depan pintu rumah.

Mataku membulat terkejut saat mata kami bertemu. Aku langsung berbalik tanpa menunggu apakah dia akan menyapaku atau tidak. Berlari secepat kilat memasuki rumah seperti kepergok maling.

Sampai dalam rumah aku merutuki diriku sendiri.

Kenapa juga aku harus menghindar?

Aku'kan tak salah apapun, namun kenapa justru lari seperti melakukan kesalahan.

Mengacak rambutku frustasi, aku benci dengan kepribadian menyebalkan ini. Sudah ku pastikan orang itu tengah berpikir yang tidak-tidak tentangku.

Termenung beberapa saat menyesali tindakan bodohku. Aku membulatkan mataku saat tersadar sesuatu.

Astaga..! Pria itu adalah pria yang sama yang mengisi bahan bakar kemarin! Pria yang begitu lama hanya untuk mengisi minyak mobil dan terlihat gugup saat berbicara.

Wajah itu nampak tak asing. Bukan hanya karena dia pelanggan yang bertemu kemarin. Tapi, seolah aku pernah melihatnya di suatu tempat.

Tapi dimana...?

Di tengah lamunanku, Ibuku datang setelah mengulik informasi tentang tetangga baru kami dari Ibu-Ibu tetangga sekitar.

"Tetangga kita yang adzan tadi tuh namanya Kalbi, dia Kakaknya pemilik konveksi Ustman"

BENTANG PESAWAT KERTASWhere stories live. Discover now