II- Panahmu tidak bergerak dengan sendirinya

12 7 38
                                    

Louise kini menghela nafas, ia merasa menua lebih cepat setelah mengurus kedua orang dengan kepribadian serasi hampir saja berkelahi di kantor polisi.

"Ini surat peringatan kedua, nona Mority. Anda akan berada di bawah pengawasan Detektif Morigard hingga masa uji coba perilaku baik anda berakhir." Louise menghela nafas keseratus kalinya hari itu.

Eurosia mengambil surat itu dan sazam! Ia menghilangkan nya dari telapak tangan seolah telapak tangannya adalah lubang penghisap tak kasat mata.

Louise dan Milian yang sama-sama terobsesi pada logika dan nalar tentu saja menganggap itu tidak biasa, tapi berdasarkan klaim pelaku sendiri sebagai seorang pesulap dan gaya busana eksentrik nya, mereka harus percaya.

"Para pesulap adalah penipu ulung. Orang-orang macam kalian seharusnya dimusnahkan." Milain berdiri dan merapikan kerah mantelnya.

Eurosia terkekeh dan menjentikkan jari, borgol itu jatuh ke permukaan meja yang sontak mengejutkan Louise yang spontan meraih Revolver yang setia bersangga di pinggang nya. Eurosia melambaikan tangan.

"Ups." Eurosia berkata dengan nada main-main, seolah mengejek betapa tidak berguna nya borgol itu.

"Bagaimana..." Louie merotasikan bola mata dan menjauhkan tangan dari Revolver nya. "Ah ... Sudahlah."

"Sialan," cemooh Milian.

"Mau kemana?" Louise menatap nya.

"TKP," jawab Milian singkat dan sosoknya menghilang dari ambang pintu dengan cepat.

"Terimakasih, Opsir Louise." Eurosia memegang ujung topinya dan menunduk sebelum berjalan mengikuti jejak Milian.

Milian menghirup udara dengan rakus, berada di ruang interogasi membuatnya kesulitan bernafas dengan benar. Ia melihat sekeliling, sudah cukup lama sejak terakhir kali ia berkeliling di ibu kota. Matanya mengamati anak-anak berisik yang berlarian, saling mengejek dan beberapa pasangan manis yang berjalan bergandengan tangan sambil membisikkan kata-kata romantis basi di telinga masing-masing.

Pemandangan orang-orang yang percaya takhayul, melempar koin dan berdoa di depan air mancur yang padahal airnya dikuras sekali seminggu juga tidak begitu berubah.

"Musim panas tahun ini benar-benar gawat."

Milian berdecak setelah mendengar suara Eurosia di belakangnya, langkah gadis itu senyap, ia menutupi keterkejutan nya dengan bereaksi seperti itu.

"Kenapa kau mengekori ku? Aku tidak punya apa-apa untuk kau rampok." Milian menoleh ke arahnya.

"Aku sudah tahu."

Milian merotasikan bola mata lagi. "Tentu saja tangan licik mu sudah menyelinap."

Eurosia tertawa."Tebakan beruntung."

"Soal kartu itu." Milian berhenti dan tangannya mengepal di dalam saku, ia enggan berbicara dengan perempuan ini, tapi ia lebih membenci hati kecilnya yang membutuhkan bantuan. "Apa maksudmu dengan 'mengenalnya?' apakah ada pesulap lain di kota."

Eurosia mengusap dagu dan memainkan kartu di sela-sela jarinya. "Seharusnya tidak. Aku satu-satunya. Tapi..."

Milian mengerutkan kening dan menghadap kan tubuh kearahnya. "Tapi?"

"Kartu yang ditemukan itu, mirip dengan milik kenalan ku." Eurosia melempar kartu nya sebelum mata mereka berkedip. Milian terkesiap, kartu itu melewati sisi wajahnya dengan kecepatan yang tidak main-main, helai rambutnya bahkan sedikit terbuai oleh angin. Milian menoleh kearah kartu itu yang memutuskan tali balon seorang anak yang sedang girang dengan kelompoknya.

Death WishWhere stories live. Discover now