XXII- Piala Beracun

6 4 0
                                    

Terebis seperti disambar petir, tapi di saat bersamaan tidak ada yang peduli itu, sejak kabar Aeternum terbuka kembali dengan pertunjukan baru yang jauh berbeda dari sebelumnya dengan aktris yang hanya mereka kenal di sudut-sudut. Meski tahu kisah yang dibawa bercampur darah, mereka tetap menikmatinya seolah itu hanyalah sebotol anggur merah murni yang tumpah ke lantai.

"Lady Butterfly and the Magic show."

Judul itu mengunggah, begitu memikat karena sang bintang sebetulnya sudah cukup akrab dengan mereka. Tampil di panggung maha besar ini seperti berkah yang Eurosia harapkan, tapi kini ia merasa jijik menerima berkah itu.

Untuk melawan kejahatan, aku harus lebih jahat lagi.

Eurosia menekankan itu berkali-kali, mencoba menghafalnya daripada memahaminya. Pada titik ini, ia sudah sepenuhnya berbalik dari jalannya bersama Milian dan Louise. Mereka berdua mungkin tidak tahu ending rahasia apa yang Eurosia simpan di akhir. Gadis itu suka kejutan, tapi ia lebih suka mengejutkan orang lain.

Tirai merah terbuka, lampu menyorot begitu menyilaukan hingga Eurosia nyaris menyipitkan mata, ia melompat keluar, merentangkan tangan dengan sumringah lebar diikuti ratusan kupu-kupu yang mengguyur kemunculannya sebelum lenyap di langit-langit.

"Salam dariku untuk sang bintang." Eurosia tersenyum lebar dan ini kali pertama, ia tidak menikmati pertunjukan sulap nya, bahkan tepuk tangan itu tak lagi berarti apa-apa.

Ia membungkuk, melempar topinya dan membiarkan nya menggelinding hingga ke tangan lain dan melemparnya ke udara. Matanya menangkap sosok sang Paman. Duduk di barisan penonton paling depan, tanpa topi tinggi dan Tongkat nya bersandar di lengan kursi.

Mantel yang Yuan Hikai pakai adalah milik Paman. Kenapa paman menukar nya?

Eurosia hanya terus bertanya-tanya ketika gelak penonton memenuhi gedung karena aksi sulap nya, seolah sudah lupa pembunuhan pernah terjadi di atas panggung ini.

Eurosia mendongak, menatap Milian di ruang operator yang menunggu instruksi nya.

Maaf Milian, setelah ini. Aku akan mengkhianati mu.

Eurosia menjentikkan jari, isyarat yang telah mereka sepakati, ruangan menjadi gelap dan seruan naafs tertahan menggema. Semua lampu kemudian hanya menyorot ke panggung, tali tiba-tiba turun dari langit-langit.

"Aku butuh sukarelawan." Eurosia tersenyum, melempar topi tingginya ke belakang panggung.

Memang keheningan itu yang Eurosia harapkan, Eurosia segera menunjuk sang paman yang kelihatannya sudah menduga itu. "Silahkan naik, pak."

Paman menghela nafas dan naik ke panggung diikuti beberapa sorakan dukungan untuk nya. Eurosia menarik lengan paman untuk berdiri di sisinya dan merangkul tangannya.

"Apa yang kau rencanakan?" Paman berbisik.

"Harapan kematian." Eurosia menjawab lebih pelan sambil melambai pada penonton. Eurosia melepaskan lengan  Paman dan melepas mantelnya. "Ayo kita tukaran Mantel, mungkin ukuran ku agak kecil tapi sampirkan saja di bahumu." Eurosia tersenyum, tanpa persetujuan paman, ia segera melucuti mantelnya dan memakainya. Eurosia mengintip lengan baju, menemukan kartu terselip di dalam sana.

Semua penonton berbisik, agaknya antara cemas dan penasaran akan seperti apa jadinya.

"Sulap kali ini sedikit berbeda. Kita akan membawakan kisah yang indah ke dalamnya." Eurosia berkata.

Eurosia bermain-main dengan tali yang menjuntai. "Ada kisah yang bilang bahwa, Merpati terbang menyebrangi samudra demi mencari kekasihnya." Eurosia melilitkan tali itu ke lehernya.

Milian yang menonton di ruang operator tertegun begitu pula dengan penonton yang terkesiap. "Tapi sayang sekali, kekasih merpati itu terjebak di dalam sangkar dan terikat oleh waktu dan takdir hingga akhirnya tak bisa terbang lagi. Kekasih merpati itu pun menjadi cacat."

Eurosia memberikan ujung tali nya ke Sang paman yang membelalak. "Nah, aku akan menjadi Merpati yang cacat. Tolong pegang talinya."

Sang paman benar-benar tak di berikan pilihan, karena perannya sebagai sukarelawan, ia harus menuruti sang pemilik panggung. Paman meraih ujung tali itu dan mundur beberapa langkah sesuai instruksi Eurosia.

"Saya akan melepaskan tali ini sebelum waktunya habis." Eurosia tersenyum simpul dan menatap paman dengan datar. "Tolong tarik talinya sekencang mungkin."

Paman menggenggam tali itu erat-erat. Ia tahu apa yang terjadi. "Saya rasa—"

"Ah, waktu adalah uang, tolong tarik talinya." Eurosia menyela dan berlagak kebosanan dengan tali yang terlilit longgar di lehernya. "Merpati yang cacat itu kemudian berkata: 'inilah harapan kematian ku'"

Eurosia menjentikkan jari dan sang paman menarik tali sekuat mungkin, katrol di langit-langit berderak kencang ketika tubuh Eurosia terangkat ke udara.

"Apa-apaan, dia tidak bilang akan seperti itu!" Milian bergegas keluar dari ruang operator tapi kemudian Himid mengunci pintu ruang operator. "Himid!!" Milian menendang pintu, menatap Himid dengan mata melotot dari jendela pintu.

"Maaf, perintah Eurosia." Himid memalingkan muka.

Semua penonton menjerit tapi memberikan tepuk tangan karena menganggap Eurosia begitu totalitas dan kompeten dalam menjalankan pertunjukan nya.

Tangan Eurosia mengenggam tali yang mengencang di lehernya dengan kuat, kakinya menendang udara.

Sial, ternyata rasanya setajam ini.

Keringat mengalir di tubuh Eurosia, merasakan bagaimana tali menekan jalur nafasnya sekencang ini. Ia mau tidak mau bernostalgia tentang bagaimana ia merenggut nyawa Dimar dengan cara yang kurang lebih mirip. Matanya berair dan air mata jatuh dari sudut matanya, ia melirik sang paman yang bahkan tak menatap nya.

Kalau ia benar-benar sayang padaku sebagai seorang 'ayah' ia seharusnya sudah melepaskan tali ini.

Eurosia tersenyum getir dan melepaskan tangannya dari tali, membiarkan tali itu mencekik tiap inti sari dari kehidupannya.

Aku selalu ingin mati sebagai Mega bintang. Eurosia membisikkan itu kepada batinnya ketika kedua tangan nya jatuh terkulai di sisi tubuh. Kepalanya jatuh tertunduk dan tubuhnya sedikit bergoyang di udara akibat perlawanan sebelumnya.

Semua penonton terdiam, memandang satu sama lain dengan getir dan menelan ludah kuat-kuat. Mereka mulai berdiri dan berangsur-angsur meninggalkan panggung, seolah tutup mata dan menganggap pertunjukan sudah berakhir.

Sebenarnya apa yang kau pikirkan dasar bodoh! Milian menurunkan tirai, menutup tubuh Eurosia dan menyalakan penerangan ketika penonton meninggalkan ruangan terbirit-birit.

Paman melepaskan tali, seketika tubuh Eurosia menghempas lantai, tergeletak di panggung dan darah perlahan mengalir dari kepalanya akibat gesekan kulitnya dengan permukaan lantai. Darah merembes ke sela-sela kayu, tirai dibuka lagi dan lampu kembali di padamkan, cahaya hanya menyorot Eurosia.

Paman mundur beberapa langkah, tongkatnya jatuh ke lantai. Rasanya ia tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari darimana inspirasi adegan ini di ambil.

Eurosia menangkap pelakunya, ini seperti piala beracun yang berhasil ia genggam setelah berdarah-darah. Kemenangan kotor dengan harga tinggi.

Akulah pemenangnya.

Tapi bagi Milian ini adalah kekalahan mutlak, ia terduduk, rasanya seperti sia-sia meminta Himid membuka pintu, adegan gantung diri itu tidak sesuai yang mereka sepakati. Bukan begitu seharusnya.

Milian meninju tembok sebelum merosot duduk. Aku kalah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Death WishWhere stories live. Discover now