war zone

291 66 5
                                    

yeji terbangun ketika merasa kasurnya bergerak, ia melirik jam dinding yang ada di kamar, pukul 3 dini hari.

ia membuka mata dan berbalik, dari posisi tidur yang memunggungi menjadi menghadap siapa yang datang di kasur yang tidak lain tidak bukan adalah jeno yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

"lo baru balik apa gimana?" yeji bertanya saat melihat jeno merebahkan tubuhnya di samping. jeno memejamkan matanya, mencoba mengatur napasnya yang yeji dengar cukup terburu. "hmm" dia hanya berdehem, tidak kunjung membuka mulut dan matanya.

tangannya yang kiri ia gunakan untuk menyangga kepalanya sementara tangan kanannya ia letakkan di atas perutnyang berbatasan dengan dada dimana dadanya masih naik turun dengan tidak stabil.

mata yeji langsung peka dan melihat ke arah jeno dengan seksama. "lo kenapa?" ia segera bangun melihat jeno yang seolah tidak baik-baik saja. tangannya terulur menyentuh dahi jeno.

"buset panas" komentarnya. jeno hanya mengerang karena yeji mengganggu kegiatannya.

"bentar gue ambil kompresan dulu, lo udah mendidih tuh bentar lagi" yeji langsung mengambil jepit rambutnya yang qda di atas kasur. Jeno lagi lagi mengerang kesal karena yeji melompat dari kasur membuat kasur bergoyang cukup keras.

"lo tumben sakit gini" jeno membuka matanya saat merasa hangat dari handuk menyentuh dahinya. "kecapean aja. tidur juga sembuh" ia berujar sambil membenarkan letak kompres yang yeji berikan sementara yeji tengah duduk di lantai mengacak-acak isi kotak P3K.

"parasetamol habis. mau gue beliin dulu?" jeno menggelengkan kepala. ada alasan membuatnya tidak melakukan hal ini.

yang pertama, ini jam tiga pagi. demi apapun badannya remuk dan dia tidak mau membiarkan wanita disampingnya keluar masuk kamar. itu mengganggu telinganya.

yang kedua, ini hujan. Ia ingin tidur saja, persetan dengan kepala pusingnya. Dia ingin tidur, sekarang!

"tidur aja. gue mau tidur" jeno menjawab. menarik selimut tebal berwarna biru miliknya hingga menutup tubuhnya yang terbaring. yeji menatap jeno sanksi, nih anak sok kuat padahal badannya udah gemetar begitu.

"gue tidur juga, ga usah sekolah lo. biar gue izinin" yeji mematikan lampu, merebahkam tubuh nya, memunggungi jeno yang seperti kepompong.

***

jeno bangun keesokan harinya, pukul delapan malam ia baru bangun. Seolah ia tidur dengan nyaman tanpa ada yang mengganggunya atau ia saja yang tidak merasakaan hal itu. bahkan ia mengabaikan makanan yang ia yakin itu adalah jatah sarapan dan makan siangnya.

Jeno keluar dengan kamar sambil membawa dua pirimg itu keluar, setidaknya untuk ia hangatkan dan ia makan karena benar, perutnya keroncongan setelah seharian tidak ada makanan yang masuk ke dalam perutnya. tubuhnya sudah mulai enak, tidak seberat sebelumnya. ia bisa berjalan dengan ringan. thanks to tidurnya yang belasan jam.

"udah bangun, pangeran?" ia menoleh ke arah dapur dimana yeji tengah mengaduk aduk sesuatu di atas panci.

jeno mengangkat bahu. "lo ngapain disini?"

yeji meletakkan sendok di tangannya ke wastafel. "masak dong, laper" jawabnya enteng.

"itu buang aja, dah mau basi. Gue lagi baik nih mau masakin lo lagi" yeji berujar sambil menunjuk jeno yang menatap yeji datar. Jeno hanya bisa mengangkat bahunya. "buang nih?" ia bertanya sambil mengangkat dua piring di tangannya.

yeji menganggukan kepalanya. "buang aja"

"oke kalau gitu" tanpa ragu ragu, jeno menumpahkan dua piring penuh nasi dan lauk tadi pagi ke tempat sampah. ia kemudian meletakkan piring kotornya di wastafel. "masak apa lo?" ia melongok, menyempatkan diri melihat masakan yeji dari atas kepala wanita setinggi telinganya itu.

DOUBLE TROUBLEWhere stories live. Discover now