1. Anak Tidak Tahu Diri

200 39 7
                                    

KETIKA MANTAN MENJADI MENANTU

"Bu, bagi duit dong!"

Aku yang sedang menggoreng telur menoleh. Elina tampak sudah cantik seperti biasanya. Wajah mungilnya kian bercahaya terhias make up.

Meski baru berusia tujuh belas tahun, gadis itu sudah sangat menyukai make up. Elina bilang tidak percaya diri jika bepergian tanpa riasan. Seperti anak muda lainnya penampilannya juga selalu up to date.

Jujur meski cuma ibu sambung, aku justru tidak begitu menyukai gaya anak itu. Di usianya yang masih belia, Elina suka bergaya dewasa.

"Kok diam sih! Mana duitnya?"

Teguran Elina yang lumayan lantang membuat aku tersadar. "Duit buat apa lagi, El? Bukannya baru kemarin Ibu ngasih jatah," ujarku kembali menghadap kompor untuk membalik telur dadar dalam wajan.

"Buat beli hoodie, Bu. Aku mau kembaran dengan temen-temen."

Aku menarik napas berat. "Hoodie kamu masih pada bagus, Lin. Tolong dong ngertiin kondisi kita."

"Ibu tadi denger gak aku ngomong mau kembaran sama temen-temen?" Elina bertanya sambil melipat kedua tangannya.

"Gak ada!" sahutku tegas. Tangan ini cekatan mengangkat telur dari wajan.

"Plis, gak usah pelit gitu deh, Bu!" protes Elina langsung terlihat kesal. "Lagian yang aku minta juga duitnya ayah kok."

Aku langsung mematikan kompor. "Inget gak Ayahmu sudah meninggal dari lima tahun lalu? Ingat gak sebelum meninggal ayahmu sakit-sakitan. Siapa yang membiayai kalo bukan ibu?"

"Tapi, Ibu dapat uang juga dari usahanya Ayah," sahut Elina tidak mau mengalah.

"Ya betul, kalo bukan Ibu yang berjuang meneruskan usaha ayah kamu, mungkin kita sudah tinggal di kolong jembatan."

Elina terdiam tidak mampu menjawab.

"Kamu sudah besar, harusnya ngertiin kondisi ekonomi kita," kataku mulai sedikit tenang.

"Tapi aku butuh hoodie itu, Bu!" Suara Elina kembali lantang.

"Harus banget pakai hoodie kembaran?"

"Ah ... Ibu gak ngerti sih!" Elina menghentakan kakinya karena dongkol, "di geng selalu aku yang gak pernah punya barang update. Semuanya ketinggalan jaman. Temen-temen sudah pake I-Phone, aku masih pake android butut. Temen-temen sudah pake tas bermerek, aku tas pasar yang gampang putus."

Aku memenjam sebentar. Tuntutan Elina benar-benar membuat pusing kepala.

"Kalo kamu tidak bersyukur dengan kehidupanmu yang sekarang, silakan cari ibu kandung kamu. Dan tinggallah di sana. Siapa tau ibu kandung kamu bisa memberikan kemewahan yang kamu dambakan itu," suruhku tenang.

"Baik, aku juga sudah bosen tinggal di sini!" Tidak kusangka Elina menyanggupinya, "dari dulu Ibu gak pernah sayang sama aku mentang-mentang aku anak tiri."

Seperti biasa untuk menghempaskan kekesalan Elina menghentakan kaki. Setelah itu dia beranjak pergi meninggalkan dapur.

Aku sendiri menghela napas panjang melihat kelakuan gadis itu. Sudah bukan barang baru melihat Elina ngambek. Dari kecil dia memang mempunyai perangai yang jelek. Manja, keras kepala, dan maunya semua keinginan diturutkan.

KETIKA MANTAN MENJADI MANTUWhere stories live. Discover now