02. Darah?

17 8 1
                                    

Pertandingan yang baru selesai dari 1 jam yang lalu membuat arena sirkuit kembali sepi. Di tambah lagi cuaca malam ini sangatlah dingin.

Cairan kental berwarna merah mulai keluar dari tangannya, sejak tadi dirinya memang sudah menggenggam erat belati tajam yang selalu di bawanya saat berpergian. Rasa sakit di hatinya dia salurkan dengan melukai dirinya sendiri.

Di sekolah tadi dia berlagak seperti singa yang siap menerkam mangsanya tapi sekarang seperti anak kucing yang kehilangan induknya. Sekuat-kuatnya manusia pasti bisa rapuh juga. Luka tak kasat mata membuat dirinya tersiksa, kejadian itu terus berputar di kepalanya.

Shit!

Dia tadi hanya melukai tangannya tapi kenapa perutnya juga ikutan sakit sekarang. Karena merasa frustasi dia tambah lagi luka di tangannya dengan mengukir namanya sendiri dengan belati yang di genggamannya tadi.

Suara petir yang menakutkan berhasil menghentikan kegiatannya barusan. Dengan cepat dia bergegas untuk meninggalkan tempat ini.

Tapi dari arah belakang seperti ada orang yang memanggilnya. Perasaan tadi tidak ada orang tapi kenapa tiba-tiba ada yang meminta tolong dan memanggil namanya. Di carinya sumber suara tersebut, tidak jauh dari tempatnya berdiri ternyata ada seorang lelaki yang tergeletak lemas tak berdaya.

Atalla.

Ya! Lelaki itu yang sejak tadi memanggil namanya. Rambut acak-acakan, bibirnya juga mengeluarkan darah segar, wajahnya lebam, tapi setelah Hera ada di hadapannya sudut bibirnya tertarik ke atas. Padahal sekujur tubuhnya masih sakit tapi setelah melihat Hera ada di sini membuat luka itu seakan sirna begitu saja.

"Lo udah makan? Kalau belum yok makan bareng gue di warung bakso," ucap Atalla dengan begitu santai. Ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya mengundang tangan Hera untuk menampar dirinya.

"Lagi sekarat masih sempat-sempatnya nanyain udah makan apa belum." Jika Hera tidak kasihan dengan keadaan Atalla maka bisa di pastikan lelaki ini sudah dia hajar habis-habisan karena sudah berani mengganggu waktunya.

Bukannya protes tapi Atalla malah semakin melebarkan senyumannya, melihat Hera ngomel seperti tadi membuat dirinya semakin gemas dengan gadis di hadapannya ini.

"Kenapa lo bisa kaya gini?" tanya Hera menatap heran ke arahnya.

"Udah biasa ini bagi cowo," jawab Atalla terkekeh pelan melihat raut Hera yang sedikit khawatir, tapi sedetik kemudian wajahnya jadi datar seperti biasanya.

"Ini yang di namakan sok jagoan, mentang-mentang jago bela diri bisa seenaknya hajar anak orang," sindir Hera menatap tajam ke arah Atalla yang sejak tadi tidak melunturkan senyumannya.

Nih orang waras ga ya? Senyum mulu dari tadi, apa dia kesurupan mbak kunti ya?

"Bukan sok jagoan tapi ada sedikit problem." Atalla mengubah mimik wajahnya menjadi sedikit serius agar gadis di hadapannya ini percaya akan ucapannya.

Hera tidak mengubah ekspresi wajahnya, melainkan sekarang alisnya di angkat ke atas menunggu kalimat lanjutan yang akan di ucapkan oleh Atalla.

"Mereka ga terima waktu gue kalahin di pertandingan tadi," jelas Atalla jujur.

Hera mengangguk pelan tanda dia mengerti yang di maksud oleh Atalla barusan. Memang ikut balapan liar seperti ini untungnya banyak tapi taruhannya juga nyawa, lihat saja orang yang baru saja memenangkan pertandingan terduduk lemas dengan wajah lebam.

"Gue lihat tadi ga ada orang kok tiba-tiba ada mahluk astral kaya lo muncul di belakang gue." Hera masih heran dengan kehadiran Atalla karena saat dia tiba di tempat ini tidak melihatnya. Apa Atalla mempunyai kekuatan sakti yang membuat dirinya bisa berpindah tempat dengan cepat?

HERAWhere stories live. Discover now