3. Rumah

18 7 1
                                    

Hera menatap pantulan cermin dihadapannya, tapi yang dilihat bukanlah wajahnya melainkan bayangan saat dirinya dilecehkan beberapa Minggu yang lalu.

Setelah kejadian waktu itu dia memutuskan untuk tinggal di rumah Tantenya, pria bajingan yang merenggut kehormatannya sampai sekarang tidak ada kabar, memang sengaja menghilang agar tidak ketahuan kelakuan bejatnya.

Sekarang kepalanya terasa berat, hatinya juga terasa perih. Kenapa harus dia yang merasakan ketidakadilan? Anak seusianya yang selalu dimanja oleh kedua orang tuanya tapi Hera malah sebaliknya, wanita yang telah melahirkannya sudah berpulang ke pangkuan Tuhan sedangkan Ayahnya dengan tega sudah melecehkan dirinya.

Saat dia melihat cermin, bayangan Ayahnya itu terus saja hadir, tanpa menunggu lama dia pukul sekuat tenaga cermin itu hingga pecah menjadi beberapa bagian.
Pecahan cermin menancap di sela-sela jarinya, darah segar menghiasi tangan mulusnya.

ARGHH

"Katanya seorang ayah itu cinta pertama bagi anak perempuan, lalu yang ku alami apa? Ayahku sendiri sudah menodai kesucianku."

"Jika dosaku terlalu banyak kenapa Tuhan tidak membiarkan aku mati saja?"

"Tuhan, ijinkan aku bahagia tanpa harus berpura-pura."

Setelah puas mengeluarkan isi hatinya dia segera keluar dari kamar mandi, dan betapa terkejutnya saat melihat Laksmi-Tante Hera sudah berdiri tepat di depan pintu. Dia menatap iba keponakan kesayangannya ini.

Baru saja Laksmi ingin mengucapkan sepatah kata tapi sudah terpotong oleh ucapan Hera.

"Aku mau tidur dulu Tan, aku udah makan jadi Tante nggak perlu nunggu aku di meja makan," ucap Hera, tak lupa tersenyum tipis supaya Laksmi tidak terlalu khawatir dengan keadaannya.

Tatapan matanya jadi lebih tajam dari sebelumnya, inilah keunikan dari Hera yang dimilikinya sejak kecil. Setelah menangis tatapan matanya jadi lebih tajam dan berwarna lebih gelap. Bulu mata lentik, dan gigi kelincinya yang menambah kesan manis pada dirinya.

______


Seragam Pramuka telah terpasang rapi di tubuh mungilnya, tak lupa belati kecil di masukan ke ranselnya. Jepitan yang waktu itu entah hilang kemana, tetapi tenang saja di lemari miliknya masih terdapat beberapa belati tajam dari berbagai ukuran.

Selama ini Hera tidak pernah menggunakan belatinya untuk menyakiti orang lain, dia menyimpan benda tersebut untuk dirinya sendiri, inilah alasan kenapa dia tidak pernah menggunakan pakaian lengan pendek karena seluruh lengannya sudah dia sayat dengan belati miliknya. Ini salah satu cara agar luka di hatinya bisa teralihkan, meski caranya sangat berbahaya.

Setelah menempuh perjalanan selama 10 menit akhirnya saat ini sudah sampai di SMA Amerta. Hera langsung turun dari mobil milik Laksmi, setelah Hera sudah masuk ke dalam gerbang, Laksmi langsung melajukan mobilnya.

Baru selangkah kakinya melangkah kini tangannya sudah di tarik paksa dari arah belakang.

Chandra. Ketua osis yang sempat mengintrogasi dirinya saat Hera dan Marsel membuat keributan 2 hari yang lalu.

Dengan cepat Hera langsung menghempaskan kasar tangan kakak kelasnya sekaligus ketua osis ini. Sudah di bilang bahwa Hera tidak suka di sentuh sembarangan, apalagi itu adalah laki-laki.

"Lo sengaja banget minta di hukum ya," ucap Chandra menunjuk sepatu Hera yang berwana putih.

Peraturan sekolah mewajibkan seluruh siswa-siswinya mengenakan sepatu warna hitam dan Hera dengan santainya malau mengenakan sepatu yang berwarna putih. Wajar kalau Chandra mengintrogasi dirinya.

"Sepatu gue yang hitam hilang, adanya cuma ini di rumah gue," jawab Hera tanpa rasa bersalah.

Itu hanya alasannya saja, sepatunya yang hitam ada di rumah tapi Hera malah berbohong dengan mengatakan bahwa sepatunya hilang.

"Lo pikir gue anak kecil yang bisa di tipu dengan mudah? Alasan lo terlalu basi, sekarang ikut gue ke ruang BK."

"Nggak." Hera tidak menghiraukan perkataan dari ketua osis dihadapannya ini. Saat dia ingin melanjutkan perjalanannya, Chandra langsung mencegahnya lagi.

"Lo itu mau jadi siswa yang urakan ya? Kalau lo nggak mau ke ruang BK ya taati peraturan di sekolah ini. Tugas gue masih banyak dan lo susah banget diatur, kalo nggak suka sama peraturannya, pindah sekolah sana!"

Bukannya merasa takut, Hera malah terkekeh kecil mendengar ocehan dari Chandra. Tidak ada takutnya sama sekali, Hera malah menantangnya dengan menatap pemuda didepannya ini dengan angkuh. Tatapan matanya menyorot tajam.

Hera yang sekarang berbeda dengan Hera yang dulu. Dulu dia hanya bisa mendudukkan kepalanya saat ditegur, sekarang sudah berani menatap dengan angkuh layaknya tokoh antagonis. Berubah 180°C, jangan salahkan Hera jika sifatnya menjadi lebih urakan dari sebelumnya. Semua itu ada sebab akibatnya, tanpa Chandra tahu gadis didepannya ini mentalnya telah rusak. Trauma mendalam yang menyebabkan karakternya berubah drastis.

"Omongan sampah lo itu simpan aja, sebelum gue jambak rambut lo sampai rontok mending lo pergi dari hadapan gue."

Untuk kesekian kalinya Chandra dibuat terkejut oleh sikap adik kelasnya ini. Sudah kesekian kalinya gadis ini terus saja membantah ucapannya, tidak ada takutnya sama sekali. Jika seandainya Chandra adalah pemilik sekolah maka sudah dipastikan Hera akan dia keluarkan dari SMA Amerta ini. Chandra sudah mencoba bersabar tapi semakin kesini Hera juga semakin berani dengannya.

"Apa lo bilang? Jambak rambut gue? Coba aja kalo berani." Chandra ingin tahu apakah Hera akan melakukan ucapannya tadi. Mana mungkin adik kelas berani menjambak rambut ketua osis, begitulah pikir Chandra.

"ARGHH! LEPASIN RAMBUT GUE CEWE GILA!"

Seharusnya Chandra tahu jika Hera tidak pernah becanda dengan ucapannya, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun Hera menjambak rambutnya sekuat tenaga setelahnya dia melenggang pergi meninggalkan Chandra yang masih kesakitan karena rambutnya serasa ditarik paksa dari kepalanya.

"Tuh cewe beneran gila," gumam Chandra begitu pelan.

****

Suasana kelas yang tadinya hening kini berubah menjadi sangat heboh sebab ulah Atalla yang kebanyakan tingkah.

"Sudah saya bilang setiap siswa wajib menyanyikan lagu berbahasa Inggris, kenapa kamu malah menyanyikan lagu dangdut?"

Sebenarnya mudah bagi Atalla untuk menyanyikan lagu berbahasa Inggris, namun karena niat baiknya ingin menghibur teman-temannya jadi dia memutuskan untuk menyanyikan lagu dangdut saja.

Tentu aksi yang dipertunjukkan oleh Atalla membuat semua teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak, Atalla menyanyikan sebuah lagu yang pernah hits pada masanya.

Katanya enak menjadi bujangan
Ke mana-mana tak ada yang larang
Hidup terasa ringan tanpa beban
Uang belanja tak jadi pikiran
O, bujangan ... bujangan
Bujangan ... bujangan

Enaknya kalau jadi bujangan
Hidup bebas bagai burung terbang
Kantong kosong tidak jadi persoalan

Tapi susahnya menjadi bujangan
Kalau malam tidurnya sendirian
Hanya bantal guling sebagai teman
Mata melotot pikiran melayang
O, bujangan ... bujangan
Bujangan ... bujangan

Lagu bujangan ciptaan sang raja dangdut Rhoma Irama mengalun begitu merdu namun karena ekspresi kocak yang ditunjukkan oleh Atalla mampu membuat semuanya terhibur.

Dari sekian banyaknya siswa di kelas ini hanya Hera yang tidak menunjukkan reaksi apapun. Menurutnya tidak ada yang lucu, jika tidak ada guru maka Hera sudah membungkam mulut Atalla dengan sebungkus tisu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang