[4] Resonate

759 67 0
                                    

Dengan nafas yang tersengal-sengal, Kanaya memasuki mobil William. Wajahnya yang memerah tak terkendali membuatnya terus-menerus mengipasi dengan tangan, berharap agar kemerahan itu cepat pudar.

"Abis dikejar setan ya? Apa dikejar kambing di film The Nun?" tanya William dengan bingung saat melihat temannya tiba-tiba masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang. "Udah cepetan jalan!" pinta Kanaya, membuat William sempat tertawa sejenak, sebelum akhirnya mobil meluncur menjauhi area rumah.

William, sahabat sejak kecil Kanaya dan Gabriel. Meskipun awalnya mereka menjadi tetangga, keduanya kemudian pindah ke tempat yang berbeda. Meski terpisah lingkungan, William tetap akrab dengan Kanaya karena keduanya melanjutkan pendidikan di universitas yang sama dan memilih jurusan yang serupa.

Ayo kita perkenalkan Kanaya dan William, dua mahasiswa berkebangsaan Indonesia yang menggeluti dunia Patisserie di sebuah universitas di Australia. Karena sudah mengenal satu sama lain sejak kecil, pertemanan mereka menjadi semakin lengket. Jangan salah dengan pertemanan yang sudah terjalin itu, berteman dari kecil membuat mereka telah mengetahui rahasia satu sama lain.

"Itu si Rafael Rafael itu beneran tinggal dirumah kamu?" tanya William dengan rasa penasaran yang memuncak. Ah satu rahasia lagi, William melontarkan beberapa umpatan di dalam hati, mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap Rafael yang berani tinggal serumah dengan Kanaya.

Kanaya mengangguk, "Eum, baru kemaren aku jemput dia," jawabnya pelan, dengan wajah memerah. Sialnya, setiap kali berbicara tentang atlet sepak bola itu, wajah Kanaya selalu memerah. M-maksudnya, ya, Kanaya sering melihat lelaki bertelanjang dada, entah melalui video yang tersebar atau tokoh fiksi yang biasa ia lihat di platform membaca manhwa.

Namun, tetap saja! Melihat langsung di depan mata membuat otaknya konslet. Astaga, semoga Tuhan menghapus ingatannya tentang tubuh Rafael yang berkulit sawo matang itu.

AH! SUDAH CUKUP. GANTI PEMBAHASAN.

"Is that okay? I mean, is he being polite?" William bertanya dengan penuh kehati-hatian. Bagaimanapun, Rafael bukan sembarang orang, dia atlet Indonesia yang sangat diidolakan.

Salah kata bisa membuat William dibakar ribuan penggemar Rafael di tengah stadion, dan saat ini, Rafael adalah tamu di rumah Kanaya. Meskipun begitu, pikiran William tak bisa lepas dari pertimbangan untuk Kanaya, yang sekarang tinggal serumah dengan lelaki asing tersebut. Mungkinkah lebih baik jika mereka berdua tinggal bersama?

"Aku kan gak sedeket itu juga kali, bahkan kita agak canggung. Pokoknya gitu deh, dia kan juga bukan tipikal yang ekstrovert gitu. Harusnya sih gak apa, papa sama mama juga sebentar lagi pulang." ujar Kanaya, kali ini ia berbicara lebih panjang untuk menenangkan kekhawatiran William terhadap Rafael.

William menarik nafas dalam-dalam sebelum berkata, "Hati-hati aja ya? Telpon aku kalau kamu kenapa-kenapa." Kanaya tersenyum sambil mengangguk, "Ututututu, gemes banget William." William merasakan kekesalannya tumbuh ketika Kanaya menggodanya selama perjalanan, namun, semua rasa itu lenyap begitu mereka tiba di tempat yang dituju. Tebak mereka akan melakukan apa?

William dan Kanaya berada di salah satu kursus membuat kue, sebuah petualangan sementara sebelum kembali mendapatkan panggilan untuk kembali ke bangku kuliah. "Hari ini kita bikin Eclairs," ujar William lembut seraya membantu Kanaya mengenakan apron. Kedua tangan William dengan cekatan membantu Kanaya bersiap, meskipun sebenarnya Kanaya mampu melakukannya sendiri, namun sudah menjadi kebiasaan William yang selalu hadir untuk membantu perempuan manis itu mengikat celemek miliknya.

"Really? Let's whip it up right away!" sambung Kanaya penuh semangat, dengan penuh dedikasi perempuan itu mulai merangkai langkah pertama dalam menyatukan berbagai bahan yang tersedia.

The Overlooked ChaptersWhere stories live. Discover now