[7] Million Ways

788 64 7
                                    

Tepat saat jam 12 malam, sorakan riuh memenuhi ruangan, "Selamat ulang tahun, Kanaya!" Wajah Kanaya yang masih terbungkus kenyamanan bantal tidak mampu memproses sepenuhnya momen itu. Matanya hanya berkedip beberapa kali, menyaksikan serbuan confetti yang jatuh di sekitarnya, menghantarkannya ke dalam aura kejutan yang memikat.

Kanaya tersenyum kecil, confetti yang berterbangkan menciptakan kilauan emas di balik rambut hitamnya yang tergerai. "Pfft, you all look blurry in my eyes!" Kanaya terkekeh ringan, tangannya yang mungil mencoba mengucek mata beberapa kali, berharap pandangannya kembali fokus kepada orang-orang yang berada di sana.

Ah, disana terdalam kedua orang tua Kanaya yang tersenyum lebar menyambut hari spesial putri mereka, terdapat Gabriel, kakak satu-satunya Kanaya, dengan senyum menyebalkan setiap kakak laki-laki yang menjadi ciri khasnya. Dalam genggaman tangan Gabriel, terlihat sebuah kue ulang tahun yang dipegang dengan hati-hati, sedangkan di sebelahnya, ada Rafael, anggota baru dalam kehidupan mereka.

Entah mengapa, dari sekian banyak orang yang ada di sana, orang pertama yang terlihat jelas di mata Kanaya adalah Rafael. Mungkin karena senyumannya yang hangat atau kegembiraannya yang menular, namun terdapat sesuatu yang membuatnya berbeda. Dalam momen itu, Kanaya merasakan kehangatan hubungan baru yang terbentuk, seperti matahari senja yang memeluk mereka dalam pelukannya yang lembut.

"Come on, give Mommy a hug!" Grace, ibu dari Kanaya langsung menyiraminya dengan ciuman. "Mommy has missed you so much!" Grace tidak mampu menahan rasa rindunya kepada putri tersayangnya yang sedang berulang tahun.

"Hey, gantian dong," Kini, sang ayah yang telah membesarkan putri semata wayangnya, Elkan, mengambil giliran. Bukan Elkan Baggot. Meski mereka punya nama yang sama, mereka adalah orang yang berbeda, sungguh.

"Makin cantik ya, Kanaya," Setelah Elkan mendapatkan giliran, Gabriel datang dengan penuh tenaga mengangkat Kanaya untuk memeluknya dengan sangat erat. Gabriel menyayangi Kanaya, sesayang itu, Gabriel menyayanginya lebih dari siapapun. "Happy birthday, princess," bisiknya membuat Kanaya tersenyum lebar.

"Ah, Kanaya, sekarang kamu punya kakak laki-laki baru nih!" Grace tertawa, mengambil alih kue dari tangan Rafael dan mendorongnya untuk ikut merayakan ulang tahun putri kecil keluarga itu. "Hahaha, yes, I would feel very happy to be part of this family." kata Rafael sambil tertawa.

"Happy birthday, Kanaya. May all your wishes be granted by God. God bless you, dear." ucap Rafael sambil memberikan pelukan singkat kepada Kanaya yang begitu cantik dengan muka polosnya. "Thank you, Kak."

Malam itu sungguh menyenangkan. Bulan dan bintang yang menghiasi langit turut memeriahkan acara tersebut. Hari sudah larut malam, Kanaya yakin bahwa orang tuanya yang baru pulang dari Australia pasti merasa lelah. Namun, mereka merayakan dengan penuh semangat, mengisi rumah itu dengan aura kebahagiaan.

"Why haven't you returned to your room yet?" pertanyaan itu sepenuhnya memikat perhatian Kanaya. "Oh, I don't feel sleepy anymore," jawab Kanaya jujur. Ia tidak merasa mengantuk setelah diberi kejutan tadi malam. Sudah pukul 2 pagi, dan hanya Kanaya dan Rafael yang tersisa di balkon.

"Kanaya, there's something I want to tell you, but please don't laugh," ucap Rafael seraya duduk di samping Kanaya, penuh gelisah dan malu untuk mengungkapkan perasaannya. "What do you want to say? I won't laugh," kata Kanaya, penasaran dengan kata-kata Rafael yang hendak diucapkan malam itu.

"Please don't laugh at me," ucap Rafael serius sebelum mengeluarkan selembar kertas dari kantong celananya, pandangan matanya menembus Kanaya. Rafael terlihat bingung, nafasnya ditarik dalam-dalam. Kanaya merasa ingin tertawa, namun ia patuh menunggu, dan akhirnya Rafael berhasil mengungkapkan kalimat yang penuh makna.

The Overlooked ChaptersWhere stories live. Discover now