Part 47

9.7K 564 16
                                    

Saat pintu lift menutup, ponselnya berbunyi. Lekas saja diambil dari dalam tas.

Mertuanya yang menelepon.

"Selamat siang, Ma." Disapa dengan hormat.

"Kamu sudah sampai di kantor Affa, Nak?"

"Iya, Ma. Sudah. Baru mau naik ke ruangan kerjanya Mas Affa. Kalau Mama gimana?"

"Mama sudah sampai di Bali? Sudah ketemu dengan Sanji dan Soul?" Gauri ingin tahu."

"Mama sudah sampai, tapi belum bertemu Soul dan Sanji. Mereka di vila Hemmy."

"Oh, begitu? Iya, Ma." Tak bisa ditunjukkan komentar lain yang lebih panjang.

"Besok sore kamu dan Affa susul Mama ke sini, kita akan makan bersama."

"Besok aku ke Bali sama Mas Affa."

"Sampai bertemu besok, Ma."

"Iya, Nak."

"Hati-hati di sana, Gauri."

"Aku akan hati-hati. Terima kasih, Ma."

"Iya, Nak."

Ditunggu sampai sang ibu mertua menutup panggilan dulu di seberang telepon.

Tidak sampai lima detik, sambungan telepon pun berakhir. Pintu lift lantas membuka.

Langkah kaki langsung menuju keluar. Lebih cepat karena tak sabar ingin bertemu dengan sang suami secara langsung.

Perjumpaan terakhir, dua minggu lalu ketika di Phuket. Sudah lumayan lama. Walaupun mereka berkomunikasi intens setiap hari.

Dan mengenai kepulangannya ke Jakarta, tak diketahui hari ini oleh sang suami. Sebab, ibu mertuanya bilang pada Affandra jika mereka langsung terbang ke Bali besok.

Setelah meyakinkan Ibu Aida dengan usaha cukup keras supaya diizinkan melihat sang suami di Jakarta, ia pun bisa menginjakkan kaki di perusahaan Affandra, kantor lamanya.

Dikira tadi di lift akan berjumpa beberapa staf, tapi tak satu pun. Hanya naik ke lantai teratas bersama para ajudan yang menjaganya.

"Huffhhh!" Diembuskan napas panjang, ketika akhirnya bisa berdiri di dekat ruang kerja sang suami. Ia lumayan lelah berjalan.

"Terima kasih, Yuda."

"Terima kasih, Radja."

"Sama-sama, Bu Gauri."

Yuda dan Radja adalah pengawal-pengawal pribadi Affandra yang menjaganya.

Mereka berdua melindunginya dengan begitu ketat sedari bandara. Tidak satu detik pun lengah dalam mengawasinya.

"Saya mau bertemu Pak Affandra dulu."

Tentu saat masuk ke ruang kerja sang suami, mereka tidak akan ikut ke dalam. Hanyalah berjaga-jaga bersama dua ajudan Affandra lainnya di depan pintu.

"Huffhh." Helaan napas panjang dikeluarkan kembali. Tak disebabkan lelah, namun karena detakan jantung yang berdegup kencang.

Merasa gugup akan berjumpa sang suami.

Dengan langkah perlahan, Gauri melewati ambang pintu ruangan. Pandangan langsung mengedarkan menemukan sang suami.

Meja kerja Affandra kosong.

Namun kemudian, matanya bisa menangkap sosok pria itu keluar dari kamar mandi.

Kedua kaki digerakkan cepat masuk ke areal ruangan. Mendekat pada sang suami.

Tentu, Affandra sadar akan kedatangannya.

Pria itu menunjukkan ekspresi yang sangatlah kaget. Membeliak memandang padanya.

Pewaris Untuk Mantan SuamiKde žijí příběhy. Začni objevovat