Part 48

8.5K 554 23
                                    

Setelah hanya duduk selama hampir tiga jam di kursi tamu untuk menyaksikan upacara pernikahan Hemmy, Gauri pun berjalan sebentar keliling di sekitar gedung.

Dirinya tak sendirian, ditemani oleh Sanji yang sudah resmi menjadi iparnya. 

Sang suami ada pertemuan rahasia bersama Hemmy dan beberapa orang. Entah mereka membahas apa, tapi seperti sangat penting, sehingga enggan diganggu Affandra.

Baru beberapa hari bertemu Sanji, ia sudah merasa cukup akrab dan nyambung dengan wanita itu. Mengobrol apa pun selalu bisa.

Mulai dari hal ringan hingga sensitif. Namun Sanji belum menceritakan banyak tentang kehidupan pribadi, termasuk kehamilan yang pernah wanita itu lalui dulu.

Dari cara Sanji berkomentar-komentar soal kandungannya, ia tahu sang ipar memiliki pengalaman secara langsung.

Tentu jadi hak Sanji jika tak mau memberi tahu, ia juga punya batasan. Tidak akan mau mengulik dalam privasi wanita itu.

“Kita duduk di sana?”

“Oke.” Gauri menyahut cepat, setuju dengan ajakan dari Sanji Dermawan.

Sejak keluar dari dalam gedung, sang ipar pun selalu membantu berjalan. Berada di sampingnya sambil memegang lengannya.

Sanji sosok yang hangat dan perhatian.

Kedepan, mereka pasti akan menjadi sahabat baik. Ia punya teman untuk bepergian. Tentu dengan sang mertua dan Soul juga.

Saat nanti anaknya sudah cukup besar, satu kali minimal, mereka harus liburan bersama.

“Ada yang kamu butuhkan? Minum?”

“Nggak, Sanji. Aku sudah bawa di tas.”

“Bayinya nendang-nendang?”

Segera dianggukan kepala. “Lumayan aktif. Apalagi, waktu aku jalan tadi.”

Sanji hanya tersenyum padanya.

Mereka pun hening beberapa saat. Kompak memandang ke depan, pada taman bunga yang tampak asri dan hijau. Pemandangan indah memanjakan mata mereka.

“Gauri …,”

“Iya?” Disahuti cepat seraya dialihkan atensi pada iparnya. Sanji pun demikian.

“Kamu menikah yang kedua kalinya di sini bersama Pak Affandra Weltz?”

“Iya, di sini.”

“Apa keluargamu semuanya datang?”

“Aku nggak masih punya orangtua, kakek, nenek. Yang mewakilkan saudara kakek.”

Gauri tak akan bersedih bercerita. Ia sudah berdamai dengan masa lalu dan menerima kenyataan jika sebatang kara di dunia.

Malahan, Sanji yang menampakkan ekspresi sedih. Terutama, pancaran netrau wanita itu yang berkabut oleh belenggu kekecewaan.

“Papa dan Mamaku masih hidup. Aku juga ada kakak dan adik perempuan. Tapi, tidak ada satu pun yang datang ke pernikahanku.”

“Yang diutus ke sini justru pengacara.”

Tangis Sanji mulai pecah, dalam wajah yang ditutup oleh kedua tangan. Isakan terdengar.

Hati Gauri tak tenang melihatnya.

Dipeluk lantas Sanji. Setidaknya wanita itu punya tempat untuk berbagi kesedihan. 

Dan tak bisa berkomentar apa pun. Biarkan Sanji menangis sejadi-jadinya agar semua belenggu perasaan tak nyaman bisa hilang.

“Ada apa ini?”

Gauri yang cukup terkesiap dengan hadirnya sang mertua, melepaskan secara tiba-tiba pelukan dari Sanji Dermawan.

Lalu, dipusatkan pandangan pada Ibu Aida yang berdiri tepat di hadapan mereka.

Sang ipar pun merasakan kekagetan yang sama sepertinya dan terlihat berusaha segera menghapus jejak air mata. Mungkin agar tak sampai dikentarai mertuanya.

Namun, Ibu Aida tipikal yang peka. Dan pasti akan menyadari tangisan Sanji. Termasuk kesedihan tengah istri Hemmy itu rasakan.

Benar saja, sang mertua lebih mendekat ke Sanji, memerlihatkan dengan saksama.

“Apa yang terjadi?”

Full versi part ini, ada di karyakarsa. Link di bio akun ini.

 Link di bio akun ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pewaris Untuk Mantan SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang