Bagian 9 - 10 (Ending)

19 8 2
                                    

9 - Dia kembali.

Setelah aku lulus dari SMA, aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku di salah satu perguruan tinggi yang cukup ternama di kotaku. Seperti mahasiswa pada umumnya, aku banyak menghabiskan waktuku dengan belajar dan mengikuti organisasi kampus, terkadang juga aku mengambil pekerjaan part time agar mendapatkan sedikit uang untuk keperluanku sehari - hari.

Hari-hari di perguruan tinggi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidupku. Aku menekuni bidang teknologi, setiap hari aku belajar memecahkan kode-kode rumit, dan mendalami ilmu yang memberi warna pada langkah-langkahku, demi menjadi seorang programmer handal, aku tak masalah dengan tugas-tugas kuliah yang banyak aku kerjakan, walau terkadang aku juga sering mengeluh. Namun, dalam perjalanan mencari ilmu dan kesuksesan itu, ada satu cerita yang tidak pernah hilang dari benakku.

Kenangan itu membawa aku pada seorang sahabat, Misel. Sebuah nama yang terpatri dalam hatiku sejak lama. Setiap detik yang kuhabiskan di perguruan tinggi, terasa seperti mengarungi lautan kehidupan tanpa kehadirannya.

Begitu banyak hal yang telah terjadi sejak kami berpisah. Aku mengejar impian-impianku dengan penuh semangat, menemukan kegemaran dalam dunia teknologi, meraih prestasi demi prestasi, namun ada satu hal yang tidak bisa kupulihkan dengan kesuksesan yang kudapat: kehilangan sosok yang begitu berharga bagiku.

Lewat detik-detik hening malam seperti ini, aku menulis cerita tentang perjalananku, tentang perjuanganku dalam mencapai impian. Namun, di antara baris-baris kata itu, selalu ada ruang kosong yang hanya bisa diisi oleh kehadiran Misel. Terkadang, aku merasa bahwa kesuksesanku belum sepenuhnya lengkap tanpa kehadirannya di sampingku.

Hingga suatu hari, karna terlalu lelah dengan berbagai tugas kuliah, aku memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di taman kota. Sekedar mencari angin segar dan melepas kepenatan karna terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar komputerku.

Sesampainya di taman kota, aku memandang sekeliling, melihat pohon-pohon rimbun yang seolah bernyanyi karna daun yang diterpa angin. Dengan langkah yang ringan aku perlahan menyusuri jalanan yang ramai, pemandangan ini mengingatkanku pada kenangan manis di masa lalu, iya.. saat aku dan Misel masih sering menghabiskan waktu bersama kala itu.

Namun, saat aku melangkah lebih jauh menyusuri taman, tiba-tiba pandanganku terhenti pada sosok yang berdiri di bawah salah satu pohon ditaman itu. Aku terpaku diam, sambil mencoba untuk menyadarkan diri dengan apa yang aku lihat saat itu. “Apa ini? apa ini mimpi? apa aku sedang berhalusinasi?” . Mataku membulat kaget saat aku mulai mengenali siluet yang terlihat akrab itu. Tidak mungkin, pikirku dalam hati.

Aku meilhat wajahnya yang mirip dengan Misel, dia berdiri di sana, menatap jauh ke depan. Itu memang dia! ucapku dalam hati. Raut wajahnya terlihat lebih dewasa, namun kelembutan dan kehangatan yang selalu aku rasakan tetap ada dalam senyumnya.

Aku melangkahkan kakiku perlahan mendekati Misel dengan hati yang berdebar kencang, setiap langkahku seperti terasa berat, dan dipenuhi dengan kerinduan yang terpendam selama ini.

"Misel," aku memanggilnya dengan suara yang tercekat.

Misel membalikkan wajahnya, matanya membesar saat melihat aku yang berdiri dihadapannya saat itu. Sebuah senyuman tak terkira merekah di wajahnya. 

"Bayu!" serunya, terbata-bata.

Aku dan misel saling berhadapan, tatapan kami yang saling bertaut dalam kebahagiaan dan kelegaan. Detik-detak yang terasa seperti abadi berlalu begitu cepat dan sangat cepat.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku, masih tercengang dengan keajaiban itu.

Misel tertawa kecil, "Aku juga tidak tahu. Aku hanya ingin berjalan-jalan di taman ini. aku nggak pernah menyangka bakalan ketemu kamu di sini."

Kena-ngan AbuWhere stories live. Discover now