"KETIKA DI BUKA BAJUNYA""KELIATAN BULUNYA"
"IDIH IDIH"
Terdengar senandung seseorang yang sedang berkutik di dapur menggeyol-geyolkan pantatnya kekanan ke kiri.
Seseorang yang melihat itu hanya terkekeh pelan karena sudah terbiasa melihat rutinitas orang itu jika sedang masakk.
"Mas mau kopi apa teh" tanya Vino menghampiri Demian dengan celmek melekat di tubukan dan tangan memegang spatula.
"Kopi saja" lalu Vino meluncur untuk membuat kopi untuk Demian.
"Bagaimana ke adaan Ririn"tanya Demian ketika Vino meletakan kopi di meja.
"Ya gitu mas, Ririn masih takut aku deketin malah teriak-teriak"
"Sepertinya saya harus membawa ke psikolog" kata Demian menyeruput secangkir kopi.
"Tapi nanti kalau berontak kayak semalam gimana mas"
Tadi malam Ririn teriak-teriak ketakutan kala melihat Dokter yang sedang memeriksa, Demian yang melihat itu langsung mendekap anak semata wayangnya itu untuk menenangkan, kala sudah tenang sang dokter memberikan bius kepada Ririn.
Tadi pas Vino cek kamar Ririn terlihat wanita itu sedang diam dengan tatapan kosong menghadap kecendela.
Vino lalu mendekat untuk memastikan keadaan Ririn tapi malah mendapat teriakan-teriakan dari Ririn, melemparinya dengan bantal.
"Kita coba, nanti saat saya pulang dari kantor temani saya untuk membawa Ririn ke RS" ucap Demian.
"Dasinya kemana mas" tanya Vino ia tumben biasanya Demian sangat rapi ini dia terlihat sedikit acak-acakan, rambut belum di rapikan kancing baju belum terpasang sempurna dan baju yang masih di linting.
"Aku sedikit terburu-buru tadi" Vino yang mendengar itu menggelengkan kepalanya.
Ia lalu menuju ke atas ke kamar Demian mencari dasi dan sisir.
Demian yang melihat itu tersenyum titpis kala melihat Vino ke bawah membawa dasi dan Sisir.
"Ini masih pagi kenapa terburu-buru" ucap Vino menyisir rambut Demian agar terlihat rapi.
"Saya tidak tau kalau masih sangat pagi saya fikir ini sudah sangat siang" ucapannya menyantap Roti yang sudah di siapkan Vino tadi.
"Emang mas nggk liat jam"
"Tidak"
"Berdiri" ucap Vino
Demian lalu bediri menyamakan tinggi badan Vino.
Vino lalu memakaikan dasi itu ke leher Demian, wajah mereka sangat dekat Demian yang melihat itu hanya menahan nafas.
Vino sangat sempurna manis, putih, bulu mata meletik, bibir pink terlihat mengkilap karena lipglos, pipi cubi, dan rambut ke depan terlihat seperti poni.
"Kau manis" ucap Demian lirih.
Vino yang mendengar itu merasa panas jantung berdebar sepertinya pipi nya memerah.
"Apa sih mas"
"Telinga mu memerah" ucap Demian
Vino memukul dada Demian, yang membuat sang dominan hanya terkekeh pelan.
"Sudah, sana berangkat nanti kau terlambat"
"Tak apa, kan saya bosnya"
"Kamu harus jadi contoh yang benar untuk kariawan"
"Saya tau, kalau begitu aku pamit sayang" ucap Demian mengecup kening Vino lalu pergi dari situ.
Meninggalkan Vino hanya Diam mematung dengan wajah syoknya.