Bab 1

544 22 6
                                    


Ketika aku mendengar bahwa aku harus menikah, hanya dua pemikiran yang muncul di benakku. Salah satunya adalah aku tahu itu akan terjadi dan yang lainnya adalah bahwa semuanya sudah benar-benar berakhir. Entah itu hidupku atau tanggung jawab pada keluarga atau imbalan minimal yang mereka harapkan dariku.

Bukanlah klise bahwa pernikahan adalah kuburan kehidupan. Lagipula itu adalah sesuatu yang harus kulakukan, tapi tentu saja lebih lambat dari yang diharapkan. Namun, bahkan saat aku keluar dari kekang yang panjang, aku tidak punya pilihan dan harapanku menjadi sia-sia.

"Itu hal yang bagus. Karena mereka menerima Omega bodoh sepertimu."

Ayahku tidak bisa menyembunyikan kegugupannya yang luar biasa sepanjang pidatonya. Terkadang dia meninggikan suaranya dan matanya berbinar seperti seseorang yang memanfaatkan kesempatan. Tentu saja tatapan mencemooh yang sesekali itu penuh dengan kebencian terhadapku, seorang Omega yang bodoh.

"Jangan merasa terlalu sedih tentang hal itu. Itulah inti dari bisnis. Aku harap kamu akan memahami perasaan ayahmu sekarang setelah kamu dewasa."

Jika dia ingin mengatakan ini dengan baik aku berharap dia setidaknya bisa menyembunyikan ekspresinya. Mata yang berkilauan karena keserakahan sepertinya sedang menjual barang-barang berharga. Ketika seharusnya ada kepercayaan yang ada hanyalah ambisi. Perasaan seperti apa yang harus aku pahami?

"Aku mempunyai ekspektasi yang tinggi padamu Sejin. Jika kamu melakukannya dengan baik, kamu akan menjadi pahlawan yang akan menyelamatkan perusahaan kita. Kamu tahu ini adalah kesempatan terakhirmu, kan?"

"...Ya, Ayah."

Kali ini aku tidak punya pilihan selain menjawab. Itu adalah jawaban yang tidak tulus tapi ayahku begitu gembira bahkan dia tidak menyadarinya. Ayah berdeham dan memaksa sudut mulutnya turun.

"Sabtu depan kami akan mengadakan upacara pertunangan jadi sebaiknya kamu mengosongkan jadwal dan mempersiapkannya dengan baik. Aku sedang membicarakan tempat yang dikunjungi Minjae, jadi kamu bisa pergi ke sana juga."

Minggu depan Artinya pernikahan ini sudah cukup lama dibicarakan. Mengetahui bahwa aku tidak akan bisa menolak dia melanjutkan ceritanya dan hanya mengabaikan orang yang bersangkutan. Tidak, sudah jelas bahwa dia bahkan belum mempertimbangkan untuk mengikutsertakanku, karena dia tidak punya pilihan.

"Jika kamu mengerti, kamu bisa pergi."

Sebenarnya banyak hal yang ingin kutanyakan. Mengapa perusahaan lain menerimaku? Mengapa mereka memilih Omega laki-laki daripada Omega perempuan yang berbakat? Ditambah lagi, apa yang diterima Ayahku, bukan, Grup Haeshin sebagai imbalannya?

"Apa yang sedang kamu lakukan? Pergi dan bersiaplah."

Tapi meski aku bertanya tidak ada yang berubah. Apakah cukup mengetahui nilai seseorang? Pada saat seperti ini, menghindari kenyataan adalah hal yang disarankan.

Kalau begitu, aku akan pergi.

Aku menundukkan kepalaku untuk memberi salam dan perlahan membalikkan punggungku. Biasanya aku akan bertukar salam, tapi hari ini aku sedang tidak mood untuk melakukan itu. Bahuku terasa berat seperti ada sebuah batu besar yang menimpaku akibat kurang tidur sepanjang malam.

"Oh, benar."

Ayahku berseru saat aku meraih kenop pintu. Dia memintaku untuk berhenti sejenak dan mengobrak-abrik laci mejanya. Saat aku menoleh, sebuah benda kecil terbang lewat.

"Aku meminta Profesor Choi mengambilkannya untukmu. Jangan keluar dengan wajah masam dan mempermalukan keluarga. Makanlah itu dan tidurlah yang nyenyak minggu ini."

Botol obat yang jatuh ke lantai tergulung hingga bagian depan sepatuku. Sambil sengaja melemparkannya ke tempat yang tidak bisa kutangkap Ayahku malah sibuk menendang nendang kakinya, bertanya apakah aku pun tidak bisa menangkapnya. Bahkan saat aku membungkuk untuk mengambil botol obat, gumaman pelan terdengar dari samping tempat tidurnya.

[BL] Beyond The MemoriesWhere stories live. Discover now