PART 17

1 0 0
                                    

Sudah satu minggu sejak kejadian di lapangan waktu itu Marcus tidak lagi mengganggu Ivan, meski dalam hatinya masih ada rasa iri dan ketidak sukaan. Hukuman yang di berikan waktu itu pada Vincent dan Marcus adalah skorsing 2 hari namun Marcus tetap wajib untuk latihan di sekolah.

Selain untuk mempersiapkan pertandingan Ivan juga harus mempersiapkan diri untuk ujian yang sebentar lagi akan di adakan.

Sama dengan Milka yang harus bisa mengatur waktunya untuk sekolah, belajar, serta syuting. Syifa, dirinya selalu merasa bahwa ia yang paling tertinggal dan seperti tidak ada kegiatan.

Seperti biasa berangkat sekolah lalu pulang sekolah setelahnya ia habiskan waktunya di rumah, memang sih di perbolehkan bermain apalagi neneknya tahu kelima sahabatnya. Hanya saja pasti akan selalu ada batas waktunya dimana seolah dirinya tengah di kejar oleh waktu.

Syifa tahu bahwa ujian semakin dekat dan hal bodoh yang ia lakukan adalah bukannya mempersiapkan itu malah sibuk meratapi nasibnya. Sudah lama dia terjun ke dalam dunia oren, membuat banyak karangan cerita namun belum ada satu pun cerita yang booming bahkan pengikutnya hanya ada beberapa.

Rasa tidak percaya diri dan putus asa itu muncul ketika menemukan seorang penulis yang baru beberapa bulan masuk ke dalam dunia oren langsung mendapat banyak pengikut dan ceritanya booming.

Atau yang lebih parah bukan hendak menyombongkan diri hanya saja cerita yang alurnya berantakan, EYD yang tidak sesuai mampu meraih ribuan bahkan jutaan pembaca.

Ujian kelulusan adalah salah satu waktu yang sejujurnya Vincent harapkan tidak akan datang dalam waktu dekat, bukan masalah tentang bisa atau tidak bisa dirinya untuk mengerjakan soal atau untuk mendapatkan nilai yang bagus. Setelah Ujian dan acara wasanawarsa maka tidak ada lagi alasan untuk Vincent berada di sini.

Menjadi seorang pembalap memang adalah mimpinya dari kecil. Sejak kecil orang tuanya mendaftarkannya pada pelatihan gokart dan darisana Vincent mulai menekuni tentang dunia balap.

Sudah banyak lomba yang ia ikuti sejumlah kejuaraan yang ia menangkan hingga sekarang dirinya mampu bergabung dengan salah satu tim besar yang sejak dulu Vincent impikan. Hanya saja setelah penantian panjang itu tiba-tiba saja Papinya meminta untuk dirinya mengundurkan diri dari tim itu dan berhenti untuk ikut pertandingan.

Kasarnya meminta Vincent untuk meninggalkan dunia yang selama ini ia tekuni. Vincent berusaha agar hal itu tidak terjadi dan dirinya mendapatkannya dengan sebuah syarat. Yaitu dalam pertandingan musim berikutnya ia harus menang serta kembali ke Amerika untuk melanjutkan studinya di sana.

Membayangkan harus pensiun dini dari dunia balap adalah mimpi buruk bagi Vincent.

Kepulan asap itu keluar dari mulut Vincent menyatu dengan udara. Vincent memang bukan lah perokok aktif hanya saja ketika ingin atau stres baru ia melampiaskan pada sebatang nikotin itu. Bukan kah rokok adalah hal biasa bagi seorang pelajar di zaman sekarang?.

Meski wajah itu tampak tenang tanpa ada beban, seolah meledek yang lain dengan tidur. Pada nyatanya Satria tidak benar-benar tidur, meski terlihat tenang kepalanya begitu berisik. Tentang apa yang akan dirinya lakukan setelah lulus.

Diam mengikuti keinginan sang ayah atau berjuang untuk mimpinya seperti apa yang kakak laki-lakinya lakukan. Rasanya begitu segan untuk menentang sang ayah, lalu ada sebuah nasehat dari abangnya yang mendadak muncul.

"Kalau bukan diri lo sendiri terus siapa yang mau perjuangin mimpi lo? Keputusan lo sekarang adalah hidup lo di masa depan. Entah lo mau hidup dengan penyesalan atau tidak itu pilahan lo."

"Buat apa punya mimpi kalau nggak bisa mewujudkannya?," celutuk Satria yang masih dalam posisinya.

"Mungkin sebagian orang rela mengubur mimpinya kerana keadaan yang tidak mendukung."

"Atau juga orang tua yang nggak mendukung," Vincent dan Syifa saling lempar pandang sebelum saling tertawa.

"Atau ketika keadaan mendukung hanya saja keluarga yang tidak mendukung dan sebaliknya." Imbuh Ivan.

"Jadi pilih mana di dukung keadaan atau orang tua?," Tanya Satria kembali namun kini dengan posisi yang sudah duduk tegap. Merasa tertarik dengan pembahasan ini.

Milka menatap kelima temannya sebelum menjawab dengan lantang, "Gue pilih orang tua. Simple kalau di tanya kenapa, gue punya semangat berkali lipat untuk meraih itu meski keadaan nggak mendukung. Mungkin contoh kecilnya keadaan ekonomi gue yang lagi di bawah."

Sontak saja Ivan dan Syifa langsung tertawa mendengar perkataan Milka. Jelas mereka berdua lebih tahu bagaimana hidup dengan keadaan ekonomi yang pas-pas-an.

"Gampang kowe ngomong ngana. Coba kalau kowe neng posisi inyong? Apa iseh iso ngomong gitu." Syifa hanya bisa tersenyum simpul, dalam hatinya ia merasa setuju dengan statmen Ivan.

Tidak ada yang tidak mungkin. Itu kalimat motivasi yang selalu Syifa dengar, demi untuk tetap lanjut sekolah Syifa harus rela part time di sebuah resto. Tinggal dengan nenek yang sudah tidak mampu bekerja berat selain mencari barang bekas untuk di jual.

Lalu akan ada titik dimana ia lelah dan ingin menyerah.

"Vincent?,"

"Gue, nggak ada yang bisa di pilih karena itu bukan sebuah pilihan. Hanya saja kadang gue iri sama Ivan karena apa? Karena orang tua lo selalu mensport lo. Saat pertandingan basket tahun lalu bapaknya Ivan datang ke GOR untuk kasih semangat, di situ I feel so happy but he's not my deddy. So what do you think about that?."

Satria tersenyum tipis tidak tahu apa yang harus di katakan "Gue nggak tahu tapi buat gue dukungan dari orang sekitar itu penting tapi dukungan keadaan juga penting. Jadi both."

"Dara?," ketika Milka menyebutkan nama itu seketika mereka sadar bahwa orang itu tengah tidak berada di antara mereka.

Sudah satu minggu Dara tidak masuk juga tidak ada kabar. Ketika mereka menyambangi kediamannya, ART di sana hanya berkata bahwa Dara tidak berada di rumah. Bahkan nomer gadis itu saja tidak aktif

Mereka tidak tahu lagi mencari Dara kemana karena semua tempat yang mereka tahu sudah mereka datangi namun tetap tidak ada hasilnya.

"Gue tahu Dara itu suka bolos atau cabut di jam pelajaran tapi nggak selama ini," Syifa yang notabennya paling dekat dengan Dara saja tidak tahu dimana keberadaan gadis itu.

"Si bule diam aja, tahu lo ya dimana Dara?"

"Ih gemblong si Syifa sama Milka aja nggak tahu apalagi gue."

"Tapi akhir-akhir ini kalian sering bareng?," tambah Satria dengan nada serius.

"Ya tapi gue nggak tahu. Buat apa coba gue sembunyiin si Dora kaya kurang kerjaan banget."

"Lalu kemana Dara?,"

Tawa Di Balik LukaWhere stories live. Discover now