DUA PULUH TIGA

5K 396 1
                                    

Vote,komen, and happy reading 🧡
.
.

Jika ada yang paling menyebalkan selain Henley yang suka berebut kulit ayam dengannya. Masih tak bisa mengalahkan hal ini. Dimana Millo dan Lijen kompak mengetuk jendela kamarnya, dengan membawa satu bantal masing-masing.

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, dan Hages seharusnya sudah berkelana indah dengan mimpi-mimpinya, namun dua orang yang sudah resmi menjadi saudara seminggu ini mengganggunya lagi.

Ya, bukan pertama kali dua Edeva ini mengganggunya dalam semingguan ini.

"Kali ini bubu sama papa kalian dimana lagi?" Lijen memberikan cengiran pada calon ipar masa depannya ini, sedangkan Millo hanya tersenyum tak enak.

"Di sofa depan, kelamaan sendiri jadi hormon mereka berlebih." Millo menjawab hanya mampu membuat Hages mendengus. Jika benar seperti itu, kenapa tidak berdiam diri di kamar saja sih? Kenapa harus mengganggu ketenangannya.

Seminggu ini, pengantin baru itu sering bercumbu tak tahu tempat berdasarkan cerita Millo dan Lijen. Entah karena pengantin baru atau karena sudah lama tidak merasakan gairah sama-sama menginginkan. Masalahnya Hages jadi korban dalam penampungan dua saudara ini.

"Tarik kasur tambahannya sendiri, gue capek tadi abis futsal." Memang Hages terlihat begitu lelah, terbukti matanya sudah sayu untuk sekedar terbuka. Dan benar saja Hages hampir menabrak meja, jika Millo tidak buru-buru menahan pinggangnya.

"Astaga yang, hati-hati."

"Ngantuk." Hages merengek pada Millo, membuat Lijen melongo. Apa benar dia Hages Samantha yang menjadi ketua kelas IPS 5? Ternyata pemuda petarung dan hobi baku hantam itu punya sisi manja juga. Dan Lijen tentu terkejut melihat ini pertama kali.

"Iya ayang, sini tidur." Millo terkekeh seraya membantu Hages yang sudah menutup matanya, karena benar-benar berat untuk terbuka. Setelah berhasil membawa Hages ke ranjangnya, Millo memilih tidur di samping kekasihnya itu. Membiarkan Lijen yang kesal karena saudaranya ini tak berniat membantu.

"Buset, berasa ngintil di kamar pengantin gue." Lijen bergumam, lalu menarik kasur tambahannya dari kolong ranjang. Dan pemuda Edeva itu segera menyusul kedua temannya yang kini sudah di alam mimpi.

Sementara di ruang depan, masih ada Tennya dan Jovan yang masih terjaga. Dua orang itu tertawa geli ketika melihat dua anak Taella sering mengungsi ke kamar Hages seminggu ini. Dan mereka juga tahu Hages sering kesal karenanya.

"Itu mereka seminggu nganu mulu ya, dad?" tanya Tennya.

"Astaga mom, mulutnya," tegur Jovan.

"Ya abisnya anak mereka pada ngungsi mulu seminggu ini." Jovan terkekeh geli, sedikit banyak ia tahu tentang suami Taella yang memang rekan kerjanya. Jae itu bukan tipe orang yang melampiaskan hasratnya pada jajanan diluar, pasti pria itu menahan terlalu lama, hingga waktu seminggu pun tak cukup baginya.

"Biarin ajalah, namanya pengantin baru." Jovan beringsut ke arah Tennya dan mengecup bibir mungil milik istrinya itu. Lamat laun kecupan menjadi semakin intim, dan lagi-lagi kebablasan. Entah berapa kali seseorang yang merasakan kesialan melihat orang-orang sekitar ini bermesraan.

Henley.

"OMG, mom! dad! Udah larut dan kalian--" Henley sampai tak bisa melanjutkan kata-katanya. Bahkan si sulung sudah mengacak rambutnya frustasi dengan kelakuan orang tuanya ini.

"My bad, sorry boy." Jovan segera menjauhkan dirinya dari Tennya. Namun perempatan kening pria itu berkerut kala melihat Henley sepertinya akan keluar rumah.

Backstreet | Markhyuck Au (✔️)Where stories live. Discover now