4. Di tinggal nikah

213 34 40
                                    

Malam itu, Nelie baru saja menerima raport berupa pdf dari wali kelasnya. Bagaimana Nelie tersenyum dengan mata yang berbinar saat melihat nilai raportnya, lantas ia berlari menghampiri Elisa yang tengah memasak.

"Mah! coba tebak aku peringkat berapa di kelas?" tanya Nelie dengan bersemangat.

"Ah palingan peringkat 15 kan kayak waktu kelas 7 dulu," jawab Elisa dengan cuek, ia lebih memperhatikan masakannya ketimbang anaknya yang tengah berbahagia.

"Ih, Mamah! Aku dapat peringkat 3 dari 48 siswa. Lumayan lah, waktu ulangannya aja fikiran ku gak konsen mikirin mamah terus, takutnya mamah pergi ninggalin aku," ujarnya.

Elisa nampak tak menghiraukannya, dan sibuk dengan sup yang ia masak. "Ya, bagus dong kalo mikirin Mama terus mah, daripada mikirin si Andi pacar kamu itu!"

Gadis bergamis merah muda itu masih berdiri berkacak pinggang di belakang ibunya yang tengah sibuk memasak.
Lantas Elisa menoleh ke arah gadis di belakangnya. "lah bukannya bantuin mamah Nel!"

"Mamah ga seru! Mamah ga bangga apa sama aku yang meraih peringkat tiga?"

"Mamah lebih bangga lagi kalo kamu peringkat satu, lain kali lebih giat lagi belajarnya, jangan bucin mulu, bucin membuat otak jadi bodoh," timpal Elisa.

Nelie mendengus sebal dan melenggang pergi meninggalkan Elisa.
"Keluarga aneh,"  batin Nelie.


***

Pagi harinya, Nelie berangkat sekolah dengan berjalan kaki sendirian, karena Caca hari ini di jemput azie-pacarnya yang masih kelas 8 itu.

"15 menit jalan kaki ... Lumayan buat melangsingkan pantat gue!" monolog Nelie sembari berlenggak lenggok di depan kaca perpustakaan.

Tak lama setelah itu Caca datang dari arah belakang.
"Nelie ... Maaf ya kamu jadi jalan kaki sendirian!"

Lantas Nelie menoleh ke arah si pemilik suara. "beginilah nasib jomblo!" Timpalnya.

"Jangan gitu njier, gimana kalo om Andi diambil orang!" Ucap Caca yang kemudian terkekeh kecil.

"Jangan panggil om dong ca! Andi masih bujangan 23 tahun!" Nelie nampak mendengus sebal atas pernyataan yang Caca ucapkan.

"Lah emang udah cocok kok dipanggil om, kan udah dewasa, 20++!"

Tak mau kalah, Nelie memasang wajah sombongnya dan kembali melontarkan dialog yang mengisi perdebatan hangat di pagi itu. "iya dong laki gue udah dewasa, gak kaya laki kamu tuh si azie yang masih bocil kelas 8. Hahaha!"

Perdebatan semakin memanas, bukan hal aneh bagi dua gadis berkulit sawo matang tersebut, yang tiap harinya selalu ada perdebatan singkat diantara keduanya.

"Ya gak masalah bocil, yang penting tampan dan romantis! Bukannya pacaran sama yang umurnya udah dewasa itu ga ada romantis- romantisnya kan? ... huhu membosankan!" timpal Caca seraya menatap Nelie dengan senyuman histeris.

Nelie mengeluarkan dompetnya yang berisi banyak uang berwarna merah muda. "memang benar punya cowok yang lebih tua itu tidak peka pada yang namanya romantis, tapi setidaknya cowok gue bukan beban ortu. Dia udah bisa cari uang sendiri dan selalu tf gue uang jajan buat sekolah!"

"Cowok gue emang belum kerja tapi dia selalu ada di sa--" Niiittt niiitttt niiitttt, suara dering dari handphone Nelie memotong Caca yang sedang berbicara di tengah perdebatan mereka.

Tinta yang Permanen | Terbit√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang