38. Pergi untuk selamanya

74 4 0
                                    

"Nelie ... Nelie ... Di mana kamu, Sayang!"

Deg!

"Ayah ... Itu Arya, Ayah denger, kan?" ucap Fatma sembari menarik-narik lengan suaminya.

Fatma dan Alan dengan segera melirikan pandangannya ke arah si pemilik suara. Mereka menuju ke tempat Arya dirawat yang bersebelahan dengan jenazah Nelie dibaringkan, hanya sebuah tirai lah yang membatasi keduanya tersebut.

Arya terus menerus memanggil nama istrinya dengan keadaan mata yang masih terpejam.
"DOKTER ... DOKTER!"
teriak Fatma memanggilkan dokter untuk memeriksa Arya.
Tak lama dokter pun datang dan segera kembali memeriksa keadaan Arya.

Sementara di ruangan sebelah, Elisa, Ameer dan kiyai Ahmad masih berdiri di samping jenazah Nelie. Elisa masih tak henti-hentinya menangis meratapi Nelie yang sudah pergi meninggalkannya.

"Alangkah baiknya jenazah Nelie segera kita makamkan!" ucap Ahmad pada Ameer dan Elisa yang masih menangis di sebelah jenazah anaknya.

"Arya belum sadar! Arya harus lihat dulu jenazah istrinya untuk yang terakhir! Dan saya gak mau jauh dari anak saya!" ucap Elisa yang seakan tidak rela jika anaknya akan dikuburkan.

"Mengikhlaskan memang sulit bagi kita sebagai manusia. Kullu nafsing-Dzaa 'iqotul-mauut, setiap yang bernyawa akan merasakan mati," ucap Ahmad yang dengan berusaha menenangkan Elisa.

"In syaa Allah! Saya akan berusaha untuk mengikhlaskan kepergian Nelie, walau jauh di dalam lubuk hati saya, yang sangat amat terpukul atas kepergian anak saya."

***

Pagi harinya, jenazah Nelie pun dikuburkannya, di pekarangan dekat pesantren pimpinan kiyai Ahmad. Umma Sarah sendiri yang meminta agar jenazah Nelie dikuburkan di dekat pesantrennya, karena Nelie sudah dianggapnya sebagai anak mereka juga.

Semua santri putra maupun santri putri sangat terpukul ketika mendengar bahwa sahabat mereka telah berpulang. Ketika jenazah Nelie sampai di lingkungan pesantren, semua santri nampak berkerumun mendekati keranda yang membawa jenazah Nelie.

Laisa seakan tak percaya hari ini telah terjadi, yang di mana sahabat baiknya telah pergi untuk selamanya. Berita kepulangan Nelie telah menyebar hingga sampai masuk berita di televisi.

Devan dan keluarganya pun ikut berduka atas kepulangan Nelie yang pernah menjadi anggota keluarga mereka. Seakan semuanya hanya mimpi, ketika Devan kembali teringat sebuah doa yang selalu Nelie pinta ketika sedang menangis di atas sajadahnya.

Dalam tangisannya, Nelie selalu berdoa yang bersangkutan dengan hidup dan mati yang selalu Devan dengar. "Ya Allah! Jika kehidupan ini baik untukku, maka hidupkanlah aku. Dan bilamana kematian jauh lebih baik bagiku, maka wafatkanlah aku dengan keadaan Husnul khatimah."

Begitupun Fina yang merasa bersalah atas semua kejahatannya dulu terhadap menantunya. Betapa tersiksanya Nelie selama hidup di rumahnya karena bentakan darinya yang tak ada habisnya mencaci, memaki bahkan memfitnah Nelie dengan kejam. Semuanya baru merasakan kehilangan setelah orang tersebut benar-benar pergi untuk selamanya.

***

Setelah memakamkan jenazah Nelie, semua orang pun kembali bubar terkecuali Elisa, Ameer dan Aretha yang kini tidur dipangkuan Elisa.

Tinta yang Permanen | Terbit√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang