Simpang - 3

26 6 0
                                    

"Lit, bagusnya aku pakai baju apa ya biar kelihatan cakep banget di depan Ramzi?" tanya Vika saat menelepon Lita di malam menjelang dini hari.

Untung saja jam segini Lita masih sibuk nge- push rank, jadi bisa menjawab telepon Vika.

"Ah ganggu aja malam-malam. Mana lagi konsentrasi nih," kesal Lita tapi juga tidak bisa mengabaikan begitu saja panggilan dari Vika.

"Astaga, Vik, jam segini kamu nanya pakai baju apa. Dikira anak SD yang besok ujian seragam beda? LIhat jam dong, Vik, Lagian kamu mau pakai baju apa aja hasilnya juga sama. Sama perempuan juga endingnya."

Di seberang sana Vika menggerutu. "Ya nggak gitu juga kali maksudnya, kan ini hari spesialnya Ramzi. Aku pengen tampil maksimal biar dia waktu lihat aku tuh tersepona. Siapa tahu habis lihat aku bawa kue dengan kecantikan laripurna, Ramzi bakalan langsung nembak aku sekaligus di tempat."

Khayalan Vika hanya ditanggapi gelengan kepala yang tidak terlihat oleh Vika. Memang sih narsis dan percaya diri itu beda tipis, tapi diakui Lita bahwa Vika memang terlalu blak-blakan mengungkapkan keluhannya.

"Tapi kamu nggak sampai beli baju baru kan, buat ulang tahun Ramzi lusa?"

Lita meringis. "Hehehe udah beli sih dua stel, cuman aku bingung pilih yang mana. Aku kirimin gambarnya ya nanti kamu tandain mana yang pas buat aku pakai."

Panggilan masih berlangsung saat Vika mengirimkan dua foto baju yang dibeli kapan hari kala libur kerja.

Setelah mengamati dua baju dengan warna yang berbeda, Lita mengirimkan kembali satu foto yang sudah ia tandai.

"Pakai yang itu aja yang satunya terlalu terbuka. Masa kamu datang malam-malam, udel kamu kelihatan. Masuk angin, Say. Siapa yang mau kerokin kamu mana besok pagi kamu juga kerja."

"Mana ada udel kelihatan, itu emang pendek aja tapi nggak sampai kelihatan udel."

"Kalau kamu angkat tangan itu kan bajunya bakal ketarik, pasti kelihatan lah!"

"Tapi kan pasti ketutupan sama celananya. Nggak mungkin aku umbar-umbar, aku juga nggak se-PD itu mamerin."

"Iya iya.  Ya udah aku mau lanjut push rank lagi nih mumpung mata masih melek dan partnerku lagi on fire banget ngajakin sampai lupa waktu."

Panggilan berakhir. Lita melanjutkan game-nya sementara Vika membereskan baju yang ia rentangkan di atas ranjang guna keperluan foto tadi. Setelah masuk lemari, Vika membereskan kasurnya sebelum benar-benar membaringkan tubuh di atasnya.

Lusa ulang tahun Ramzi. Se-excited itu Vika mempersiapkan. Pasalnya ia berharap ulang tahun kali ini adalah tahun terakhir dirinya jomblo. Orang yang mengakhiri masa jomblonya itu ia harap hanyalah laki-laki itu. Vika juga mau seperti teman lainnya punya pasangan, punya hal yang diceritakan saat bertemu, melakukan hal-hal romantis berdua, setidaknya ada yang mengingatkannya makan. Bukan hanya ibu dan juga Lita saja.

****

Pulang kerja seperti biasa Vika akan nongkrong di cafe milik Ramzi. Kali ini Rully tidak masuk kerja karena alasan diare, padahal Lita datang bersamanya.

"Besok kita surprise-nya langsung di rumah Ramzi. Kamu beli kado apa buat Ramzi, Lit?" tanya Vika sambil mengaduk jus alpukat dengan parutan coklat batang di atasnya agar bersatu dalam minuman.

"Kapan tuh aku habis belanja cari sepatu terus nemu sandal aja yang kayaknya cocok sama Ramzi. Biar buat gantian, siapa tahu dia butuh," jelas Lita.

"Aku beliin dia jam tangan lihat di online. Kelihatan bagus, pas datang beneran mewah banget. Kamu kan tahu kalau Ramzi suka koleksi jam. Tahun kemarin aku gagal beliin dia jam soalnya gajiku kepake buat keperluan Ibu."

"Emang jamnya mahal banget ya?"

"Ya lumayan sih, setara beberapa bulan gajiku. Makanya aku nabung hampir setahun biar bisa beli."

"Edan emang. Kalau cinta sih nggak segini juga kali,Vik."

Disentil seperti itu Vika hanya meringis, meskipun sadar bahwa harga jam itu membuatnya sedikit berhemat dengan rela mengganti menu makanan yang lebih hemat agar bisa lebih menyisihkan uang. Sampai-sampai uang yang ia berikan kepada ibunya pun ia kurangi sedikit dari biasanya. Semua dia lakukan untuk membeli jam tangan."

"Ya iya tahu kalau ini keterlaluan. Habisnya jamnya bagus banget, harganya juga bagus banget," kekeh Vika.

"Ibu kamu aja pernah nggak kamu kasih hadiah semahal itu selama kamu hidup sampai detik ini deh kayaknya. Cuma uang bulanan aja buat dapur, beli baju juga pas mau lebaran, traktir makanan juga nggak semahal itu."

Lita agak geram sebenarnya. Bagaimana bisa Vika yang sudah tidak punya bapak sebagai pencari nafkah keluarga‐-kini beralih di pundak Afika sepenuhnya--malah lebih banyak memberikan untuk orang lain ketimbang ibunya sendiri.

Pesanan keduanya tiba di meja. Obrolan pun berhenti. Pisang keju kesukaan Vika langsung disantap sementara spaghetti carbonara pesanan Lita juga mulai ia nikmati.

Saat Lita menancapkan garpu di atas tumpukan spaghetti--mengangkat sedikit dan memutarnya di atas sendok--sausnya terciprat mengenai lengan baju. Alhasil ia buru-buru mengambil tisu untuk mengelap. Warna merah bercampur agak kuning membuat noda di lengan warna putih tulang itu menjadi kentara. Lita beranjak dari kursi menuju toilet.

"Aku ke toilet dulu bersihin ini," pamit Lita menunjuk noda pada lengan bajunya. Vika mengangguk melanjutkan kunyahan pisang keju.

Di toilet, Lita menggosok lengan bajunya menggunakan air untuk menghilangkan noda.  Ada sabun yang bisa ia gunakan juga. Dengan sedikit usaha, noda tersebut mulai memudar. Lita putuskan lekas kembali ke meja, sebelum langkahnya terhenti karena melihat seseorang yang baru saja masuk ke toilet.

"Loh, Lita kan ini?"  SApa perempuan itu ramah dengan wajah oval, senyum manis dan rambut sepunggung yang dibiarkan tergerai.

"Iya, masih ingat aku ternyata. Kok kamu di sini, bukannya kamu di Surabaya ya?"

"Iya baru datang tadi, kan besok ulang tahunnya Ramzi. Aku dihubungin suruh datang, makanya pulang kerja setengah hari buru-buru ke sini dari Surabaya."

"Oh gitu, ya udah lanjut ya aku mau balik ke meja mau makan," pamit Lita.

Perempuan itu pun menggangguk dan mengantarkan Lita yang menjauh dengan senyuman.

Di meja ia melihat Vika yang masih asik dengan pisang keju. Wajah panik Lita tak bisa ka sembunyikan Lita setelah bertemu dengan perempuan barusan.

"Lama banget nyucinya?" sambut Vika begitu melihat Lita datang.

"Iya agak susah nih kalau saus gini kena baju. Salah juga sih udah  pakai  baju warna terang segala padahal gak mendung."

Lita menjawab sambil melirik terus menerus ke arah toilet, membuat Vika di hadapannya jadi melirik ke arah yang dituju oleh sahabatnya.

"Lihatin apa sih kamu dari tadi ngelihat ke sana terus?"

Sedikit gugup Lita menggeleng. "Oh nggak nggak papa, nggak papa kok."

Vika tak ambil pusing dengan jawaban Lita barusan. Sementara Lita bergantian melirik wajah Vika lalu wajah perempuan yang baru ditemuinya tadi melangkah keluar toilet.

Dalam hati Lita berharap, semoga Vika baik-baik saja saat esok ada perempuan itu juga dalam perayaan ulang tahun Ramzi. Jika tabir itu terbuka, betapa hancur hati Vika pastinya.

_________

SIMPANG JALANWhere stories live. Discover now