Simpang - 5

25 1 0
                                    

Siapa yang akan mengira bahwa perempuan yang dipanggil mesra oleh Ramzi bukanlah dirinya

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Siapa yang akan mengira bahwa perempuan yang dipanggil mesra oleh Ramzi bukanlah dirinya. Vika yang masih begitu terkejut, sampai-sampai tidak lantas berdiri saat semua orang menoleh ke arah pintu. Bahkan Ramzi pun sudah berjalan mendekat menyambut dengan pelukan hangat dan kecupan di pipi yang saling menempel.

Terasa lemas, posisinya masih jongkok tanpa memegang apa pun karena sudah luruh semua. Lita yang menyadari hal tersebut gegas menghampiri sahabatnya, membantu pelan Vika berdiri.

"Kamu nggak papa, Vik?" bisik Lita pelan bertanya akan kondisi sang sahabat yang tampak masih terkejut tak bisa berkata apa-apa.

Vika menunduk menatap nanar pada lantai kamar milik Ramzi. Setelah sebelumnya ia menatap adegan mesra yang ditampilkan tanpa toleransi pada perasaannya.

"Teman-teman kenalin ini Sarah," kata Ramzi memperkenalkan perempuan yang ada di sampingnya pada karyawan Cafe yang tengah memberinya kejutan.

Semua orang mengucapkan 'hai' dan juga menganggukkan kepala saat Sarah melambaikan tangan dan membalas sapaan mereka. Ramzi yang melihat Lita dan Vika hanya diam langsung mengajak Sarah mendekat ke arah mereka berdua.

"Lit, Vika, kenalin ini Sarah."

Lita mengangguk. "Hai, Sar, apa kabar? Lama ya kita nggak jumpa."

Lita terlihat akrab, membuat Vika agak bingung. Ia menoleh pada sahabatnya dengan penuh tanya.

"Oh iya aku lupa, Beb  dulu kan kita satu sekolah sama Lita. Pasti kamu juga kenal sama dia, tapi kalau sama Vika kita nggak satu sekolah." Ramzi menjelaskan pada Sarah yang mengganggu mengerti.

"Ya aku masih ingat kok dengan Lita. Padahal kemarin kita sempat ketemu di toilet loh. Aku mau nyapa takut salah orang."

Vika semakin mengerutkan kening merasa dirinya di sini asing sekali. Diam-diam Lita sudah kenal dengan perempuan yang dipanggil 'Beb' oleh Ramzi tanpa memberitahunya sama sekali.

"Nah kalau Vika ini teman aku dari kecil. Sahabatnya Lita."

Setengah dipaksa oleh Lita, tangan Vika pun membalas uluran tangan dari Sarah.

"Hai, Vika. Ramzi suka cerita soal  teman-teman yang dekat sama dia tapi belum pernah ada kesempatan buat bertatap muka sama kalian."

Sarah tersenyum tulus ke arah Vika yang hanya menanggapi dengan muka datar. Begitu disenggol oleh Lita, barulah Vika bersuara.

"Oh iya salam kenal juga," balas Vika lirih.

"Udah semuanya kumpul semua kan? Ayo kita potong kuenya." Ibu Ramzi menginstrupsi.

Vika yang sudah lemas tak berdaya hanya bisa melihat dengan pasrah adegan kemesraan yang ditampilkan oleh Sarah dan Ramzi. Sepotong roti di atas piring kecil dalam genggamannya tak juga ia sentuh padahal yang lain sedang tertawa hahaha hihi sambil nyam-nyam dan bercakap-cakap hangat dengan pemilik rumah.

Lita yang sudah selesai membagi, menghampiri Vika bertanya pelan sambil menepuk-nepuk punggungnya.

"Sabar ya, kalau nggak kuat nggak usah dilihat. Merem aja atau tiduran sekarang nggak papa, nanti pas pulang aku bangunin."

Vika mengerucutkan mulut. "Kamu kok nggak bilang sih kalau kenal sama dia. Sejak kapan kamu kenal dan tahu kalau Ramzi deket sama cewek itu?" cerca Vika penasaran.

Lita merangkai kata agar tak membuat hati Vika yang sedang patah makin remuk. Ia garuk-garuk pelipis menenangkan dirinya sendiri.

"Aku nggak nyangka kalau mereka bakalan deket kayak gini. Dulu waktu sekolah memang aku lihat mereka satu organisasi dan Ramzi sering nganterin Sarah pulang. Aku kira juga karena cuma temen, ternyata sampai sekarang mereka malah dekat," alasan Lita agar tidak menyinggung perasaan Vika

***

Setelah kejadian itu Vika jadi lebih murung. Tidak semangat bekerja, sering bengong dan lebih parahnya lagi makan yang disiapkan oleh ibunda tercinta sering tidak habis. Sudah empat hari Vika belum move on dengan kejadian tersebut. Lita yang khawatir, setiap hari datang menjenguk keadaan Vika dan memastikan bahwa perempuan itu baik-baik saja. Setidaknya masih menghirup oksigen.

Lita merasa khawatir takutnya Vika berniat bunuh diri karena depresi. Lita tahu bagaimana perjuangan Vika mendapatkan hati Ramzi. Begitu ugal-ugalan sampai tidak direm. Apa pun yang menurutnya halal untuk mendapatkan hati Ramzi, Vika akan melakukan. Berlari menggelinding, menginjak bebatuan, berenang ke tepian, mendaki gunung akan Vika lakukan hanya demi untuk membuat hati Ramzi bergetar dan perhatian laki-laki itu tertuju padanya.

Nyatanya semua sia-sia saat seorang perempuan datang dipanggil mesra dan diperkenalkan oleh Ramzi kepada teman-temannya. Seolah-olah mereka punya hubungan. Meskipun Ramzi tidak mengakui hubungan mereka secara gamblang. Vika sudah yakin bahwa harapannya pupus untuk mendapatkan Ramzi.

"Vik, kamu beneran bakalan kayak gini terus? Udah ya kita ke cafenya Ramzi yuk. Udah hampir seminggu kita nggak ke sana. Aku kangen tahu garamnya,"  ajak Lita yang mampir ke tempat kerja Vika sepulang dirinya kerja juga.

"Males ah. Lagianngapain juga ke sana ntar ketemu orang lagi mesraan sama cewek itu lagi."

"Nggak ada. Dia nggak di sini. Dia udah balik lagi ke tempat asalnya kata Ruli. Aku baru dapat info kemarin Ramzi sama Sarah itu nggak pacaran cuma deket doang. Artinya kan kamu masih ada kesempatan ngobrol. Sekarang mereka lagi jauh kan. Kamu gas langsung tinggal nambah gigi aja."

Mendengar fakta tersebut, Vika mendapat ada angin segar. Harapan-harapan yang sudah berceceran kembali ia satukan.

"Yakin mereka nggak pacaran?" Vika memastikan.

"Yakin. Aku udah konfirmasi langsung ke Ruli. Bahkan aku sampai nanya ke Sarah juga waktu basa-basi yang kamu pamit ke kamar mandi tuh, aku kan sempat ngobrol bentar sama Sarah."

Semangat Vika pun mulai menggebu kembali.

"Ya udah gas kita ke cafe Ramzi. Aku juga kangen sama pisang kejunya."

Mereka berdua berangkat ke kafe ramzi. Di sana sudah ada Ruli yang menyambut mereka menanyai pesanan dan menyiapkannya segera.

Sembari menunggu pesanan datang, Fika mengedarkan pandang ke sekeliling Cafe. Ia dapati ada Ramzi di sana duduk bersama seorang laki-laki. Vika tak kenal, tak ada keinginan kenal juga. Hanya saja ia lega, Ramzi tidak sedang berduaan dengan perempuan kemarin.

Minuman Vika datang, disusul dengan Lita yang datang dari kamar mandi.

"Haus banget," kata Lita langsung mengaduk jus semangka yang atasnya terlihat berbusa.

"Hei, kalian datang?"

Mendengar suara yang menghampiri, Vika menoleh. Senyumnya terulas indah di hadapan Ramzi.

"Iya nih."

"Nikmatin ya, aku mau jalan dulu ada urusan." Ramzi hendak melangkah namun ingat dengan lelaki di belakangnya. "Ah lupa. Kenalin ni temen aku. Baru datang dari Jogja."

Lita mengulurkan tangan lebih dulu namun dibalas tatapan dingin laki-laki itu. Vika yang melihatnya langsung geram bukan main. Tak suka temannya diperlakukan seperti itu.

Ramzi hanya geleng-geleng kepala. "Dah ya, aku tinggal dulu."

Ramzi beranjak pergi, meninggalkan Vika yang hanya bisa melambai kecil punggung tegap idamannya tersebut semakin menjauh.

"Cih, dah tahu nggak dianggap tapi masih ngarep."

Sontak mata Vika menoleh dan menatap tajam pada manusia yang tiba-tiba mendendangkan genderang perang padanya.

_________

Dostali jste se na konec publikovaných kapitol.

⏰ Poslední aktualizace: Feb 14 ⏰

Přidej si tento příběh do své knihovny, abys byl/a informován/a o nových kapitolách!

SIMPANG JALANKde žijí příběhy. Začni objevovat