49. Terima Kasih, Ayah!

18.3K 1.2K 105
                                    

ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ"Mas Hasan siap?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤ ㅤㅤ
"Mas Hasan siap?"

Hasan mengangguk, membenarkan jaket yang dia pakai.

"Dedek Husain siap?"

"SIAP BUN!"

Asya mengangguk, memegang tangan keduanya di sisi kanan dan kiri lalu menuntunnya keluar rumah. "Pilih yang mahal ya, kita habisin uang Ayah."

Husain tertawa riang, sedangkan Hasan hanya tersenyum simpul. Hari ini, Hakim menjanjikan untuk membelikan apa saja yang anak dan istrinya inginkan sebagai hadiah karena Hasan dan Husain sudah bisa belajar berpuasa. Awalnya hanya Hasan dan Husain, tapi tentu saja Asya langsung protes dan akhirnya dia juga diizinkan untuk membeli apa saja.

Ini adalah hari ketujuh bulan Ramadhan. Tahun ini Hasan sudah berumur lima tahun, dan Husain empat tahun.

Hakim baru pulang dari kantornya beberapa menit lalu, Asya, Hasan dan Husain sudah menunggunya dan bersiap dengan pakaian yang seragam. Asya langsung menyuruh Hakim untuk bersih-bersih dan memgganti baju, selagi menunggu Hakim, mereka memakai sepatu dan menunggu di luar.

"Ayo." Ucap Hakim keluar dari dalam rumah, mengunci pintu lalu berjalan ke mobil, membuka pintu dan membantu kedua anaknya untuk duduk dan memakai sabuk pengaman. Setelahnya barulah membuka pintu depan untuk Asya dan naik ke kursi kemudi.

"Mas Hasan setelah tarawih setoran surah pendek ya." Ucap Hakim,
"Iya Yah."

"Husain sudah hafal belum Al-Kafirun-nya?"
"Beum Yah."
"Loh kok belum? Ramadhan sudah satu minggu lho."
"Mutel mutel telus Ucen bingung."
"Pokoknya nanti harus setoran dulu, dicoba dulu, oke?"
"Besok ya Yah, boleh tidak?"
"Tidak Husain, sesuai jadwal."

Husain memanyunkan bibirnya. Semakin besar, sifat Hasan dan Husain semakin terlihat berbeda, Hasan lebih terlihat seperti Hakim, kalem, penurut, dan tidak banyak tingkah. Sedangkan Husain malah sebaliknya, cerewet, lebih aktif dan tingkah lainnya yang kadang membuat Asya angkat tangan.

"Bunda juga, juz dua lima-nya gimana?" Tanya Hakim menoleh ke kiri,
"Aman."
"Yakin? Kemarin juz dua enam juga bilangnya gitu tapi sampai ngulang selama dua bulan."
"Ya namanya juga belajar. Lagian kan Ayah bilang sedikit-sedikit aja dulu. Kok Ayah jadi marahin Bunda sih?"
"Ayah ga marah, Bunda. Ayah cuma tanya."
"Kalo tanya ga gitu nadanya."
"Iya maaf, sabar, kita sedang puasa."

Hakim hanya mengembuskan napas pelan, sensitif sekali ibu dua anak ini.

Sampai di mall, mereka langsung menuju toko mainan. Hasan langsung berjalan ke lorong yang memajang mobil-mobilan, dia sudah tahu akan membeli apa, sedangkan Husain berlari ke lorong lain. Hakim dan Asya membiarkan putranya memilih, dan tidak sampai lima menit mereka sudah selesai dan berjalan mendekati Hakim dan Asya yang menunggu di dekat kasir.

"Sudah?" Tanya Hakim,

Hasan dan Husain mengangguk, memberikan mainan yang mereka pilih kepada Hakim untuk dibayar.

Hakim Where stories live. Discover now