3

27 4 0
                                    

Sika sedang berkeliling menikmati hamparan rak-rak supermarket yang berisi berbagai merk snack yang dulunya sangat ingin ia beli, namun tidak diperbolehkan. Ia sesekali tersenyum walaupun ada sedikit rasa sakit dalam hatinya. Sika meraih beberapa bungkus warna-warni itu, menaruhnya di trolley. Merasa cukup banyak, ia berpindah ke lorong minuman, karena saat ini ia sangat kehausan.

Sepulangnya dari mengikuti ekstrakulikuler yang selesai pukul 3 sore tadi, ia langsung meminta pak Opik untuk mampir sebentar di salah satu supermarket yang berada di jalan utama menuju rumahnya. Setelah sampai, ia bukannya mengambil satu botol air mineral untuk menuntaskan dahaga, malah menarik trolley dan langsung menyusuri lorong demi lorong. Pikirnya karena besok libur, ia ingin menghabiskan waktu untuk menonton dan tentu saja kegiatan itu membutuhkan camilan.

Sika sedang mengamati showcase berbagai minuman itu dengan teliti, yang mana hendak ia ambil.

"Hoi!" Sika sedikit terperanjat mendengar suara bariton lelaki yang sedang berkacak pinggang menatapnya datar, Sika menatapnya penuh tanda tanya. "Iya?" Tanya Sika ragu-ragu karena tidak yakin ia mengenal dan pernah bertemu lelaki ini sebelumnya. Takut-takut ia juga pernah menyinggungnya tanpa sengaja. Sika sedikit memperhatikan figurnya yang sedang memakai pakaian serba hitam dari atas sampai bawah, sepertinya mereka sebaya, style-nya cukup keren, cocok dengan tampang dan rambut model curtainnya yang sedikit berantakan.

Tangannya yang tersarung pada saku jaket kulit hitam itu ia tarik keluar dan menunjuk ke arah Sika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangannya yang tersarung pada saku jaket kulit hitam itu ia tarik keluar dan menunjuk ke arah Sika. "Itu punyaku" Ucapnya. Sika mengalihkan pandangannya pada kaleng minuman soda rasa leci yang sedang ia genggam, ia yakin lelaki itu sedang menunjuk kaleng minuman berwarna pink ini. "Maksudnya?" Tanya Sika bingung. Ia memasang wajah sedikit terusik karena hadirnya juga karena tingkah dan tatapannya, seperti sedang menganalisa dirinya hingga ke organ-organ dalamnya.

"Minuman itu. Berikan itu padaku" Jelasnya. Sika semakin bingung, kenapa minuman yang jelas-jelas baru saja ia ambil dari showcase menjadi milik lelaki itu?

"Aku tidak mengerti maksud dan tujuanmu, tapi ini jelas-jelas punyaku, aku yang mengambilnya dari situ" Sahut Sika sembari menunjuk dimana posisi awal minuman kaleng itu.

"Aku tau, tapi tidak bisakah kamu memberikannya untukku? Itu kaleng terakhir dan adikku menginginkannya, ia sedang sakit di rumah" Sahutnya lagi, kali ini ia menjelaskan maksud dan tujuannya. Entah mengapa, Sika merasa sedikit prihatin, ia menatap lelaki itu dan minuman di genggamannya bergilir. Tanpa mengulur waktu banyak, Sika menyodorkan kaleng minuman itu dengan perasaan berat, namun ia tidak ingin membayangkan bagaimana wajah murung anak kecil jika keinginannya tidak terpenuhi. "Terima kasih, akan ku sampaikan kebaikan hatimu pada adikku" Lelaki itupun meraih kaleng minuman soda itu dan beranjak pergi, dapat Sika lihat dia menyunggingkan senyuman kecil dan mengedipkan mata kirinya cepat, seperti menggodanya. Sika mengerenyit sinis.

Sok ganteng, walaupun iya, bantinnya.

Sika menoleh, termenung sebentar menatap deretan kaleng yang sudah kosong, padahal dia sangat ingin mencoba minuman soda itu untuk pertama kali. Tapi iyasudahlah, masih banyak jenis minuman soda yang lain. Tanpa ingin berlarut dalam sedihnya, ia pun meraih beberapa kaleng minuman soda dengan merk berbeda dan langsung mendorong trolleynya menuju kasir.

---

Sika sedang terburu-buru. Jam sudah menunjukkan pukul 6.50 pagi dan dia masih bergelut di kamar mandi, sedang mencuci wajah dan menggosok gigi, ia tidak sempat mandi. Selagi menggosok wajahnya dengan sabun, ia kembali merutuki dirinya yang begadang semalaman menonton series, padahal besoknya adalah upacara pertamanya di sekolah itu. Seharusnya ia berhenti menonton hari minggunya, tapi ceritanya sangat seru hingga membuatnya begadang dua malam berturut-turut.

"Ibu! Aku pergi sekolah dulu!" Teriaknya pada sang ibu yang sedang menyiapkan bekal makanan untuknya, mengingat sang putri tidak sarapan karena terlambat bangun. "Sika, bekalmu nak!" Susul Amanda mengejar Sika yang ternyata sudah pergi diantar oleh sopir. "Dasar anak itu, ckck" rutuknya sembari menatap kotak bekal berwarna ungu dengan motif bunga.

Sika sedang merapalkan doa agar setidaknya jika dihukum, hukumannya tidak berat dan merusak nilainya. Sekolahnya yang sekarang sangatlah ketat. Di sekolah ini, tidak peduli sepintar atau seberpengaruh apa keluarga seseorang, jika melanggar aturan maka harus dihukum. Dan itu bukanlah hal yang sepele, karena di negara ini, untuk memasuki jenjang selanjutkan dibutuhkan CPH (Catatan Perilaku Hidup) untuk menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah, universitas dan perusahaan untuk menerima para pelamar berkerja di perusahaan mereka. Dan SMA 2 Mitara mengabadikan CPH para muridnya di balik Ijazah asli, bukan di kertas terpisah seperti sekolah-sekolah lain yang dapat di manipulasi. Itu menjadi aturan yang dilayangkan agar para murid menjadi disiplin.

Sesampainya di sekolah, ia langsung keluar dari mobil dan berlari tergesa-gesa menuju gerbang yang sudah sepenuhnya tertutup.

Sepi, hanya dirinya sendiri. Hal itu justru semakin membuatnya ingin menangis. Jika ada teman, mungkin dia merasa sedikit lega karena setidaknya ia tidak sendiri saat menjalani hukuman. Matanya sudah sedikit memanas, ini pertama kalinya ia terlambat seumur hidup dan tak ia sangka dampaknya ternyata sememalukan ini untuk citranya.

"Hoi!" Sika tengah sibuk menahan air matanya agar tidak menetes. "Hoi, cewek!" Ia tidak tau bagaimana menjelaskan pada ibunya perihal ini, apalagi ayahnya. "Hoi, pita pink!" Sesekali ia melihat keadaan sepi sekolah di dalam sana, upacara di adakan di aula, yang artinya lokasi itu berada di lantai dua ruang guru, akan langsung ketahuan jika dirinya telat. "Woi, soda leci!!" Panggilan itu cukup keras hingga kini pandangan Sika langsung mengarah pada seorang lelaki yang berada tidak jauh dari posisinya, lebih tepatnya di sebuah angkringan gerobak bakso pinggir jalan, di atas kursi kayu, sedang duduk seorang yang wajahnya familiar di mata Sika.

Sika menunjuk dirinya sendiri setelah tatapan mereka bertemu.

"Iya, kamu soda leci. Telat?" Tanyanya sok akrab.

Soda leci? Batin Sika berpikir.

Ah! Kini Sika ingat, dia adalah lelaki yang meminta minuman kaleng soda lecinya tempo hari, ternyata dunia sangat sempit, mereka bersekolah di sekolah yang sama. Syukurlah dia ada teman, pikirnya. Sika langsung melangkah mendekati posisi lelaki itu dengan perasaan yang sedikit lega.

Tanpa merasa dunianya sebentar lagi akan penuh dengan sosok jangkung yang sedang menatapnya dalam.

KalosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang