2. Dimana Hega?

7 0 0
                                    

"Awasss HARUMMM." Seorang meneriakiku.

"Apa apa?" Aku bertanya panik. Satu kelas ikut panik.

"Ada kecoa di bawahmu aaaa." Ucapnya heboh.

Aku tersenyum pasrah ternyata sifat Elis jauh dari ekspektasiku. Lihatlah baru 5 menit yang lalu ia kalem dan anggun sekarang ia berjongkok diatas kursi dan berteriak heboh. Aku mengambil kecoa itu dan membuangnya keluar. Elis menurunkan kakinya ia kembali menjadi angunly seperti tidak terjadi apa-apa. Akupun bingung.

"Kita lanjutkan pembelajarannya." Ucap Bu Kiwi melanjutkan materi yang sempat terpotong hanya karena seekor kecoa.

Waktunya istirahat aku mengajak Elis berkeliling disekitar sekolah. Mengenalkan beberapa tempat yang sering ku kunjungi seraya menuju kantin.

"Oh ya kamu kenapa pindah dari Belanda?" Tanyaku.

"Papa pindah kerja kesini jadi ikut deh."

"Kamu pernah kesini sebelumnya?"

"Belum ini pertama kalinya aku ke Indonesia."

"Pertama kali? Ku kira udah pernah. Bahasa Indonesia mu lancar banget soalnya."

"Kalo dirumah ngobrol sama mama harus pake bahasa Indonesia jadi kebiasaan."

Aku mengangguk paham. Kami sudah sampai dikantin, mengantri makanan seperti murid pada umumnya dan mencari meja kosong. Kami duduk dimeja paling pojok karena hanya itu yang tersisa.

"Duduk disini nggak papa?" Tanyaku.

"Nggak masalah."
Aku menghabiskan makananku dengan tenang. Aku jadi teringat aku belum melihat Hega sama sekali. Dimana kelas anak itu sekarang?.

Abian duduk disampingku. Aku meliriknya malas sebentar lagi bangku ini akan penuh.

"Bi bangku sana tuh masih kosong, males aku ketemu siswi PE A."

"Nggak ah enakan disini lagian tu siswi siswi lagi neriakan Jefar main basket." Ucap Abian santai.

"Eh kita belum kenalan ya?, Aku Abian." Ucapnya.

"Elis."

"Oh ya tadi nomer Wanya boleh kan? Aku nggak macem macem kok cuma mau ku masukin grup kelas."

"Ngeles aja kek bajai padahal mah emang mau modus." Ucapku bergumam namun masih terdengar Abian.

"Nggak ya aku setia sama ayang harum kok." Ucapnya memelukku. Aku menggeliat geli. Elis tertawa melihatku dan Abian.

Sampai waktu pulang sekolah aku tak melihat Hega sama sekali.

"Kemana anak itu pergi." Ucapku kesal bagaimanapun ayah menitipkannya padaku walau aku tak suka.

"Nyari siapa Har?" Tanya Elis yang tiba tiba berada disampingku.

Aku memegang dadaku yang berdegup lebih kencang. Memang hobi sekali orang orang mengagetkanku.

"Nggak ada, belum pulang?" Tanyaku pada Elis.

"Bentar lagi."

"Aku pulang dulu nggak papa kan?" Tanyaku bus sore sebentar lagi sampai. Aku ingin naik bus untuk pulang.

"Kamu naik apa?" Tanyanya.

"Bus." Jawabku segera.

"Boleh ikut nggak?" Tanyanya dengan sedikit ragu.

"Ayo kalo mau ikut busnya udah mau dateng." Ucapku sebelum lari ke halte bus. Elis mengikuti dibelakang ia tidak bercanda.

Bus datang  aku mengetap kartuku buku pada mesin scan. Elis kebingungan dibelakangku.

"Kamu punya kartu bus?" Tanyaku. Elis menggeleng.

"Boleh aku pinjam punyamu dulu nanti ku ganti dengan cash."
Aku memberikannya.

Aku dan Elis duduk dibangku tengah. Aku berada disebelah jendela, menyenangkan melihat pemandangan diluar sana.

"Kamu tiap hari naik bus?" Tanya Elis. Aku menengok.

"Nggak, kadang kadang kalo lagi pengen aja." Jawabku.
Lengang sejenak.

"Kamu belum pernah naik bus?"
Elis menggeleng.

"Nggak pernah dibolehin dari kecil selalu diantar jemput.

"Ini kamu nggak dimarahin naik bus?" Tanyaku.

"Dimarahin sih cuma biarin lah. Dari kecil aku pengen banget naik bus baru kali ini aku bisa bener bener ngerasainnya." Ucapnya senang. Aku heran memang ada ya yang belum pernah naik bus.

"Kalo study tour sekolah gitu kamu pake mobil pribadi." Tebakku asal.
Ia mengangguk, yang benar saja teman temannya bersenang senang didalam bus bersama sementara Elis harus termenung sendiri didalam mobil. Walau pada akhirnya mereka bersama lagi tapi kan moment di bus itu tidak terlupakan.

Kami turun dihalte yang sama entah dimana rumah Elis dia hanya mengikutiku.

"Rumahmu dimana?" Tanyaku.

"Perumahan Ester, masih jauh nggak ya dari sini?"
Aku melongo gila aku sedang disamping orang yang ada di perumahan Ester. Perumahan itu sangat elit rumah didalamnya sangatlah megah melihat posternya saja sudah membuatku cengang.

"Harum." Panggilnya karena aku tak segera menjawab pertanyaannya.

"Ah perumahan itu masih lumayan jauh apa mau ku antar?"

"Nggak ngerepotin?"

"Nggak kok. Kamu tunggu disini aku mau ambil motor." Ucapku. Dari halte hanya 3 menit jalan kaki sudah sampai rumahku. Aku membuka pagar tidak ada tanda tanda kehidupan. Sepertinya Hega belum pulang.
Aku mengeluarkan motorku dari garasi. Tidak lupa membawa 2 helm.

"Nih." Aku memberikan satu helm untuk Elis. Ia memakainya.

Aku melajukan motorku normal tidak kencang tidak lambat. Perumahan Ester sekitar setengah jam dari halte.

Perumahan elit tentu tidak sembarangan orang bisa masuk hanya orang yang memiliki kartu akses yang diperbolehkan masuk. Gerbangnya saja sudah setinggi hotel 30 lantai.

Elis mengetap kartu akses agar gerbang bisa terbuka. Sungguh aku tercengang kalian bisa membayangkan rumah rumah bak istana itu terjejer disepanjang jalan melihat satu saja aku sudah mengkhayal. Jarak antar rumah begitu jauh karena luar tanah mereka yang amat besar.

"Rumahku nomor 3." Ucap Elis memberitahuku.

Aku berhenti digerbang dengan nomer 3.

"Terimakasih harum, maaf baru hari pertama kenal sudah merepotkan mu."

"Tak apa. Aku langsung pulang ya."

"Nggak mau mampir dulu?" Tawar Elis. Sebenarnya aku mau, siapa yang tidak mau mampir di rumah istana seperti ini. Tapi hari sudah mau gelap banyak hal yang harus kukerjakan.

"Lain kali saja." Ucapku seraya menghidupkan motor.

"Yaudah hari hati Harum. Terimakasih sekali lagi." Ucapnya melambaikan tangan kearahku yang semakin menjauh.

Aku sudah kembali kerumah tapi masih tidak ada tanda tanda Hega pulang. Lebih baik aku mandi dulu siapa tau setelah mandi anak itu sudah pulang.

Tapi ternyata sampai aku ingin tidurpun anak itu belum pulang. Ya udahlah aku juga malas jika mencarinya, dia juga sudah besar.

TBC

HarumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang