3.25

2.7K 451 41
                                    

June, 28th 2015

"Ibu dan ayahku sudah tiada. Mereka meninggal karena sebuah kebakaran hebat yang hanya menyisakan aku dan kakakku," Fillain berusaha mengontrol perasaannya, ia tak ingin menangis di depan Louis.

Dengan menjilat es krim-nya kembali, Fillain mendongak menatap Louis disebelahnya yang belum bereaksi. Tatapan kosongnya seperti menerawang jauh, sampai-sampai ia tak sadar Fillain memerhatikannya.

"Dan setahun kemudian kakakku meninggalkanku juga. Sejak itu a-aku sendirian." Fillain menggigit bibirnya kuat-kuat agar bulir air matanya tak jatuh. Ia berusaha mengenyahkan perasaan sesak dalam dadanya.

Gadis itu berdeham pelan dan berhasil membuyarkan lamunan Louis. Louis tersenyum iba, lalu melingkarkan sebelah tangannya di bahu Fillain.

"Don't ever feel alone again. I know I'm so fucked up, but with you here with me I want to be better." Louis menatap kedua mata Fillain penuh dengan perasaan.

Fillain terenyuh, ia menggenggam tangan Louis erat. Bagaimana bisa dua orang yang merasa sendiri dipertemukan dengan Tuhan, entah kebetulan maupun terencana. Yang jelas kini Fillain percaya, mungkin Louis bisa menjadi tempatnya berbagi.

Hening, keduanya diam namun tetap berpandangan.

"Bagaimana kalau kita berburu makanan di China Town?" Dengan antusias Louis merubah posisi duduknya menjadi menghadap Fillain.

"Ide yang bagus!"

Manhattan mungkin tak akan pernah sepi dari hiruk-pikuk masyarakatnya, seperti sore hari ini. Louis dan Fillain pun memutuskan untuk berjalan menuju China Town.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di kawasan wisata kuliner China Town. Deretan rumah-rumah sederhana yang merangkap menjadi restoran kecil di kanan-kiri jalan mulai disesaki pengunjung. Papan-papan penawaran yang ditulis dalam huruf China menghiasi bagian atas distrik ini.

Louis dan Fillain akhirnya memutuskan untuk makan di restoran yang agak sepi. Louis memesan wonton; semacam campuran udang dan ikan yang dihaluskan kemudian dibalut dengan kulit pipih yang terbuat dari tepung. Sedang Fillain memesan chow mein; mie rebus yang kemudian digoreng hingga kering dan di sajikan dengan tumis sayuran diatasnya.

*

[ L o u i s]

Hujan di musim panas? Ku pikir hanya sebuah lelucon, namun inilah yang saat ini terjadi. Hujan turun dengan derasnya ketika kami sampai di dalam mobil, beruntung aku memutuskan untuk mengendarai mobil.

Terdengar samar-samar Fillain sedang meracau tak jelas karena kedinginan, padahal aku sudah menyalakan penghangat mobil ini.

Hujan deras kali ini sangat membuat jarak pandangku terganggu, ditambah dengan keadaan Fillain yang kedinginan mungkin lebih baik jika kami ke apartmentku saja.
"Filla, jika kau tak keberatan kita bisa mampir ke apartment milikku-"

"Yes, p-please."

Refleks senyumku mengembang, lantas kembali fokus pada jalanan di depan.

Sampai di apartment Fillain langsung duduk di atas sofa, mengangkat kedua kakinya keatas dan mendekapnya.

"Maafkan aku, kau kedinginan."
Aku memberikan selimut tebal yang kuambil dari kamarku. Dia hanya menggeleng pelan lalu bergelung dengan selimut yang kuberi.

"Aku akan membuatkanmu coklat panas."

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku beranjak menuju dapur. Mengambil dua buah cangkir di lemari atas, aku memasukkan serbuk kokoa beberapa sendok kedalam masing-masing gelas. Lalu mengisinya dengan air panas dan mengaduknya perlahan.

"Aku sudah baikan Louis," Sebuah suara muncul membuatku menengok ke belakang. Fillain lalu duduk si salah satu kursi yang mengelilingi meja di tengah-tengah dapur.

Aku meletakkan dua buah cangkir di atas meja lalu duduk di sebelahnya.
"Sungguh, kau tak kedinginan lagi?"

Aku menatap matanya yang sayu, mungkin ia kelelahan, tanpa sadar tanganku terangkat. Mengusap perlahan pipinya yang kini mulai memerah karena sentuhanku. Aku tersenyum, jantungku meloncat kegirangan melihat efek sentuhanku.

"Aku baru menyadari, iris matamu berwarna biru mengkilat indah." Ujarnya, membuatku tersenyum malu.

"Kau tahu, aku sangat menyukai bunga mawar pemberianmu tadi pagi."

"Hanya bunga, bukan apa-apa Filla."
Aku menurunkan tanganku, mendorong cangkir berisi coklat panas ke hadapannya.

"Bukan bunganya yang membuatku terkesan, tapi orang yang memberinya." Fillain menggigit bibirnya, aku tahu dia tak berniat menyuarakan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Ada apa dengan si pemberi bunga?" Aku menyesap coklat panasku, namun tetap menatap matanya intens.

Fillain menunduk malu menyembunyikan rona di pipi miliknya. "Kurasa aku menyukai dia,"

Seperti tersengat, aku tak percaya dengan apa yang Fillain katakan. Aku meraih dagunya, membuat mata sayu kelelahan tersebut menatapku. Ada perasaan campur aduk yang kurasakan, di satu sisi aku menyayanginya dan di sisi lain aku.. Ini sungguh sulit untuk kupercaya.

Diluar semua yang ada di pikiranku, aku membungkam bibir tipis milik Fillain dengan bibirku. Merasakan tubuhnya menegang saat aku merengkuh kepalanya mendekat. Membiarkan bibirnya yang dingin merasakan bibirku yang hangat sebelum aku melumatnya lembut penuh perasaan bersalah.




+++

Ini sudah gue filter jadi scene terakhir cuman satu paragraf lolz
HAHAHA
VOMMENTS KRITIK DAN SARAN DONG BIAR GUE SEMANGAT CAILAH

Alhamdulillah, thanks for 1k votes aq terharu awkwk sisa 3-4chapter lagi :''"")

Shadow - Louis T.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang