Rencana Pernikahan

5 1 0
                                    

Malam itu, Andri tidak bisa tidur saat kembali mengingat pembicaraan dengan kedua orang tuanya, sungguh dilema karena di waktu yang sama dirinya justru menyadari kalau telah jatuh cinta kepada Anita.

Akan tetapi, sebagai seorang anak tentu dia harus bisa membahagiakan  orang tuanya dengan cara menuruti keinginan mereka meski dengan terpaksa.

"Aku harus bisa melupakan Anita," batin Andri sambil berusaha menutup matanya.

Satu Minggu berlalu, kedua orang tua Andri begitu senang saat mendengar kalau Wa Haji ingin kedua putra mereka segera menikah. Terlebih lagi dia sudah tidak sabar ingin menimang cucu sebelum dirinya tiada.

Dian yang begitu antusias segera mempersiapkan pakaian untuk acara pertemuan mereka lusa, sedangkan Andri hingga detik ini belum mengetahui siapa calon istrinya hanya bisa menerima tanpa berani berkomentar apa pun.

"Mak, apa Andri sudah diberi tahu?" tanya Anton sambil berjalan menghampiri Dian.

"Belum, Pak. Nanti sore saja," jawab Dian tanpa menoleh sama sekali.

"Emak gimana sih! Kan, acaranya tinggal satu hari lagi," ujar Anton dengan memasang raut wajah kaget.

"Ya ampun! Emak sampai lupa, Pak." Dian segera membalik badannya menghadap Anton.

Anton menghela nafas panjang karena tidak habis pikir mengapa istrinya justru sibuk sendiri tanpa sempat memberi tahu Andri, Dian memang begitu tidak sabar sampai tak memikirkan hal lain lagi.

"Ibu kira Bapak yang akan kasih tahu," ucap Dian.

"Bapak mana sempat, Mak," jawab Anton.

"Ya sudah, biar nanti Mak bicara sama Andri," tutup Dian.

"Iya, tapi jangan lupa lagi," ucap Anton mengingatkan.

"Bapak tenang saja, ya sudah. Mak mau bereskan ini dulu," jawab Dian yang kembali membalik badannya membelakangi Anton.

Tanpa berkata apa pun lagi, Anton segera melangkah pergi dari sana. Memang semua serba mendadak hingga membuat keduanya sibuk mempersiapkan semua sendiri tanpa bantuan siapa pun.

**
Di tempat kerja Andri sering terlihat murung terkadang dia tidak fokus membuat Yogi merasa heran dengan sikap temanya itu. Apalagi selama ini dalam pekerjaan Andri selalu cekatan bahkan terkesan bawel.

"Andri! Kenapa Lo berubah sih! Gue kesepian tahu," rengek Yogi dengan wajah sedikit memelas.

"Apaan sih! Udah sana," usir Andri.

"Gue punya salah, iya? Ngomong aja," ucap Yogi.

Andri menoleh sambil memberikan tatapan tajam ke arah Yogi yang sudah membuatnya begitu terganggu karena rengekan pria bertubuh gempal itu.

"Jangan menatap gue begitu, serem tahu." Yogi langsung memalingkan wajahnya.

"Lagian, Lo berisik banget," kesal Andri sambil beranjak dari duduknya.

"Kan, gue hanya nanya," lirih Yogi.

"Pertanyaan Lo itu, buat gue gak nyaman. Udah mendingan kerja lagi." Andri berlaku pergi begitu saja setelah mengatakannya.

Yogi hanya terdiam mematung, dia sungguh semakin dibuat bingung dengan perubahan sikap Andri bahkan terakhir kali mereka mengobrol itu sudah sangat lama sekali.

Tiba-tiba mereka berdua di panggil oleh Wa Haji, Yogi bergegas berlari sedangkan Andri berjalan tanpa semangat. Amri tentu saja sejak beberapa hari ini memerhatikan sikap Andri yang tidak seperti biasanya mungkin karena toko sedang ramai, begitulah yang ada dalam pikiran pria berbaju koko serta kain sarung yang menjadi ciri khasnya.

Cinta Pembawa Petaka Where stories live. Discover now