Cemburu

2 0 0
                                    

"Hari ini. Sepertinya aku akan pulang malam karena ada barang yang harus di cek," ucap Andri.

"Aku sendirian dong! Kenapa gak minta Yogi saja yang cek," jawab Anita.

Andri mengerti apa yang dirasakan oleh istrinya, tetapi dia juga tidak mungkin memanfaatkan status sebagai menantu dalam hal pekerjaan.

"Jangan ngomong gitu, kamu bisa minta Zahra menemani sampai aku pulang," ujar Andri sambil melirik ke arahnya.

"Enggak enak. Masa setiap hari meminta dia datang," jawab Anita.

"Memang kenapa? Lagian, dia gak keberatan, kan." Andri segera beranjak dari duduknya.

"Iya, tapi tetap saja tidak enak. Bagaimana pikiran ibunya, jika setiap hari Zahra datang ke sini," ucap Anita sambil menghela nafas panjang.

"Kamu tenang saja, Bu Marni bukan orang seperti itu. Aku sangat mengenal beliau," tutur Andri.

Anita langsung menatap wajah suaminya, tentu saja dia tahu kalau Andri mengenal baik Ibu sahabatnya mengingat mereka berteman sejak kecil. Akan tetapi, entah mengapa timbul rasa tidak suka dalam hati ketika suaminya justru seperti lebih mengenal mereka dibandingkan dia.

Mendapat tatapan seperti itu tentu saja Andri paham apa yang dipikirkan Anita saat ini, dia segera mengusap puncak kepalanya sambil tersenyum.

"Kamu jangan punya pikiran aneh-aneh atau menyimpulkan sesuatu dari ucapanku, aku bicara begitu agar kamu tidak merasa sungkan lagi meminta Zahra menemanimu selama aku belum pulang," Andri segera menjelaskan semua agar istrinya tidak salah paham.

"Iya Mas, maaf, kalau aku punya pikiran macam-macam," ucap Anita.

"Iya enggak apa-apa, wajar saja kamu berpikir seperti itu. Cuma aku tidak mau kalau kamu salah paham lagi," jawab Andri.

Anita menganggukan kepalanya sebagai jawaban, Andri begitu sehat karena memiliki istri yang bisa mengerti dan tidak langsung berpikir buruk terhadapnya. Terlebih selama hampir satu bulan menjalani biduk rumah tangga Andri semakin mengenal sifat Anita yang selama ini tidak pernah dia tahu.

"Ya sudah, aku berangkat dulu," pamit Andri sambil mengecup kening Anita.

"Iya, kamu jangan lupa makan siang," ucap Anita.

"Iya sayang, kamu juga," jawab Andri.

"Iya Mas," ujar Anita.

Dia mengantarkan Andri sampai depan pintu, setelah memastikan suaminya berangkat Anita langsung membalik badan, tetapi saat hendak menutup pintu tiba-tiba suara Ibu mertuanya membuat Anita kembali membuka pintu.

Seperti biasa Anita segera menyambut Dian tidak lupa mencium tangan wanita yang kini telah menjadi mertuanya, Dia segera mengajak masuk sambil menggandeng tangan Wanita patuh baya itu dengan manja.

Iya, memang semenjak Uminya meninggal dia kehilangan sosok Ibu, dan semenjak menjadi seorang menantu kini membuat Anita kembali bisa merasakan kembali kasih sayang dari Dian yang memperlakukan layaknya anak sendiri.

"Tumben, Emak datang ke sini?" tanya Anita.

"Kebetulan lewat jadi sekalian mampir, apa Andri sudah berangkat?" jawab Dian sambil melihat sekeliling yang sudah tampak sepi.

"Sudah, Mak. Baru saja," ujar Anita.

"Oh, iya sudah. Emak cuma mau memberikan ini. Sekalian ada yang mau di bicarakan sama kamu," ucap Dian sambil menoleh ke arah Anita.

"emak kenapa repot-repot, kan. Aku bisa masak sendiri," jawab Anita yang merasa tidak enak.

"Enggak apa-apa, memang nggak boleh masakin buat menantu Emak sendiri," sahut Dian sambil tersenyum.

"Iya tapi rasanya kurang sopan, harusnya aku yang masakin bukan Emak," tutur Anita sambil menundukkan wajahnya.

Dian segera menepuk pundak Anita hingga membuat wanita itu kaget lalu melihat ke arahnya, pandangan mata yang penuh kasih sayang membuat dia semakin merasa malu.

"Jangan bersikap seperti ini. Emak jadi enggak enak," ucap Dian.

"Emak jangan bicara begitu," jawab Anita.

"Ya sudah lupakan saja, Mak hampir lupa mau bicara sama kamu," ujar Dian sambil menepuk jidatnya sendiri.

"Bicara sekarang saja, Mak," pinta Anita yang merasa penasaran.

Dian segera mengajak Anita untuk duduk, sejenak dia mengatur nafas terlebih dahulu sebelum memulai pembicaraan di antara mereka. Wanita paruh baya itu segera menatap menantunya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Tidak mau membuang waktu apalagi dirinya harus berangkat bekerja membuat Dian segera mengatakan apa yang membuat dirinya merasa terganggu,  Anita cukup terkejut saat mendengarnya karena selama ini dia tidak pernah memikirkan akan hal itu.

"Sekarang Zahra sudah berubah, Mak." Anita menyakinkan Ibu mertuanya.

"Lalu kamu percaya?" Dian sungguh bingung mendapati respon seperti itu.

"Tentu saja, lagian. Selama ini dia tidak pernah bersikap aneh bahkan kalau ada Mas Andri dia selalu menjaga jarak," tutur Anita.

"Emak hanya mengingatkan, sebelum semuanya terlambat." Dian tidak ingin jika ketakutannya itu menjadi kenyataan.

"Iya, Anita paham. Tapi Emak jangan terlalu khawatir," ucap Anita.

Setelah mendengar itu tentu sedikit ada rasa lega dalam hati Dian, tetapi tetap saja dia takut jika suatu saat putranya justru akan tergoda oleh Zahra karena seringnya mereka bersama.

Namun, kali ini Anita berhasil membuat Dian yakin bahwa itu hanya ketakutannya saja dan tidak akan mungkin terjadi.

"Ya sudah, Emak hanya berpesan agar kamu bisa lebih hati-hati lagi," ucap Dian yang kembali memberikan pesan.

"Iya, Mak tenang saja," sahut Anita.

"Mak pamit dulu, nanti kalau ada waktu kamu ajak Andri main ke rumah," ujar Dian sambil beranjak dari duduknya.

"Emak tidak minum teh dulu? Lagi pula ini masih pagi," tanya Anita.

"Enggak usah, lain kali saja. Jangan lupa dimakan, iya," ucap Dian sambil melangkah pergi.

"Iya Mak, hati-hati di jalan. sekali lagi makasih," jawab Anita.

"Iya," jawab singkat Dian sambil melangkah keluar rumah.

Anita berdiri di ambang pintu sambil melambaikan tangan ke arah Dian, sejenak dia kembali teringat akan setiap perkataan dari Ibu mertuanya itu. Akan tetapi, pikiran buruk tentang Zahra segera dibuang jauh-jauh karena yakin kalau hal itu tidak akan mungkin terjadi.

**
Seperti biasa Zahra selalu mampir kadang hanya untuk mengobrol atau membawakan makan untuk Anita, kali ini tentu saja wanita itu sudah mempunyai rencana agar Andri bisa lebih dekat lagi padanya.

"Aku sebenarnya enggak enak karena merepotkan kamu," ucap Anita.

"Enggak usah ngomong gitu, lagian. Kalau  sudah pulang kerja aku tidak sibuk," jawab Zahra sambil tersenyum.

"Iya, tetap saja pasti kamu bosan hampir setiap hari ke sini," ujar Anita.

Zahra mendekati Anita dan menyakinkan kalau dirinya tidak pernah keberatan sama sekali, tentu saja perkataan itu membuat dia bernafas lega. Di tengah pembicaraan mereka tiba-tiba Andri pulang.

Melihat kepulangan suami tercintanya membuat Anita tersenyum bahagia, dia segera menyambut dengan begitu mesra tentu saja pemandangan itu membuat Zahra cemburu. Namun, dia berusaha menyembunyikan di hadapan keduanya.

Saat Anita mengambilkan air untuk Andri tiba-tiba, wanita itu berpura-pura merintih kesakitan sambil memegangi perutnya sontak Andri yang melihat bergegas menghampiri.

"Kamu kenapa, Ra." Dengan panik Andri segera membantu Zahra yang hampir terjatuh.

"Enggak tau, tiba-tiba perut aku sakit," lirih Zahra sambil meringis kesakitan.

"Ya udah, ayo. Duduk." Andri segera memapah tubuh Anita menuju kursi.

Anita yang baru kembali dari dapur langsung terdiam saat menyaksikan tersebut, dia begitu cemburu dengan perlakuan Andri kepada Zahra.

Cinta Pembawa Petaka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang