Frustasi

4 0 0
                                    

Para tetangga berbondong-bondong datang saat mendengar teriakan Marni, mereka begitu terkejut saat melihat keadaan Zahra yang sudah terkuras lemas di pangkuan ibunya. Salah satu pria di sana dengan sigap langsung membatu membungkus luka ditangannya lalu menggendong tubuh wanita yang sudah tidak berdaya.

Marni di bantu oleh salah seorang Ibu-ibu untuk berdiri, dia masih begitu shock dengan kejadian yang menimpa Zahra. Suasana sore itu menjadi ramai bahkan banyak yang mulai berbisik-bisik membicarakan hal yang tentu semakin membuat wanita paruh baya itu tertekan atas perbuatan Zahra.

Mereka membawa Zahra menuju Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan, beberapa orang yang mengantarkan keduanya mulai pulang hanya tinggal Pak RT serta istrinya yang menunggu di sana.

"Tenang, Bu. Ara pasti baik-baik saja," ucap Bu RT sambil mengelus punggung Marni.

"Saya takut, kalau terjadi sesuatu," lirih Marni matanya tidak lepas memang dari yang menempel di tangan serta celana.

"Sebenarnya apa yang terjadi, Bu Marni?" tanya Pak RT.

"Iya, Bu. Padahal saya bertemu dengan Ara tadi pagi, dia masih terlihat ceria seperti biasa," timpa Bu RT.

Mendapat pertanyaan seperti itu. Tentu saja Marni langsung terdiam, dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada mereka karena sama saja membuat dia malu. Dia dengan sangat terpaksa harus berbohong.

"Ibu yang sabar, iya, mungkin Ara kecewa hingga nekad melakukan hal itu," ucap Bu RT.

Pak RT tidak berkomentar lagi, terlebih setelah tahu itu masalah antara Ibu dan anak, rasanya tidak sopan jika ikut campur terlalu jauh.

Tidak begitu lama seorang dokter datang menghampiri mereka, Marni bergegas berdiri dan langsung menanyakan keadaan putrinya, seketika dia merasa lega setelah mengetahui keadaan Zahra baik-baik saja.

"Untun lukanya tidak terlalu dalam, karena kalau dalam maka hal yang buruk bisa saja terjadi," tutur Dokter yang berdiri di antara mereka bertiga.

"Apa boleh saya melihatnya sekarang, Dok?" tanya Marni.

"Boleh, Bu. Silahkan," jawab Dokter.

Marni langsung berlari kecil, setelah berada di ambang pintu dia terdiam sejenak sambil memandang putrinya yang terbaring di ranjang dengan wajah pucat, dirinya tidak menyangka bahwa berita itu telah menjadi petaka untuk hidup Zahra.

Wanita paruh baya itu mengurungkan niat untuk masuk, entah mengapa nama Andri terbersit dalam pikirannya. Dia memutuskan untuk menemui pria yang sudah membuat anaknya seperti sekarang.

***

Anton segera mengajak Marni untuk pulang karena sudah malam, apalagi mereka akan di sibukkan dengan persiapan acara pernikahan putra mereka.

Anita sebenarnya masih ingin mengobrol banyak, tetapi dia tidak bisa egosi karena calon mertuanya sudah mengajak Andri untuk pulang. Amri sendiri melihat jelas kekecewaan di wajah Anita yang terlihat sedih saat mengantar keluarga Andri pulang.

"Jangan sedih, kan. Sebentar lagi kalian akan menikah," ucap Amri setelah kepergian mereka.

"Abah apaan, sih," jawab Anita.

"Kok apaan, Abah tahu. Kamu sedih kan? Karena Andri harus pulang," ujar Amri.

"Siapa yang sedih, Abah suka bicara asal saja." Jawab Nita sambil membalik badannya dan melangkah pergi.

"Kamu masih saja bohong," goda Amri.

Nita menghentikan langkahnya lalu membalik badan sambil menatap kesal kepada Abahnya, karena terus menerus mengoda seperti itu. Amri hanya membalas dengan senyuman saat mendapatkan tatapan dari putrinya.

Cinta Pembawa Petaka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang