FIVE: Face it

301 54 4
                                    

Tak ada satupun pasang kaki yang berani melangkah maju. Hitam, meskipun lampu menyala terang, disana terlampau gelap. Suram, energinya tampak marah. Entah pada siapa, entah karena apa.

Empat orang termangu diam, berdiri bersampingan. Seperti menunggu siapa yang akan memulai, siapa yang paling bernyali. Padahal, untuk apa? Toh, yang ditakutkan sedang berada di posisi terpayahnya. Sedetik kemudian, siapa sangka? Yang terkecil mendahului. Hueningkai berjalan tanpa ragu, menarik kursi ke pinggiran ranjang, lantas duduk dengan tenang.

Keberadaannya meneduhkan.

"Buka mata. Aku tahu kau tidak tidur. Lihat aku bawa sesuatu yang kau suka!" –Katanya sambil membuka retsleting tasnya, merogoh sesuatu dari dalam sana, "Benar yang ini, kan? Butuh satu jam aku mencarinya di perpustakaan sekolah. Bahkan penjaga saja sudah lupa letaknya." –Hueningkai meletakkan satu buku bersampul dominan hitam itu diatas sprei putih yang agak berantakan, dan pelakunya mungkin adalah orang yang sedang membungkus badannya sendiri dengan selimut tebalnya, dari kaki hingga kepala, tersisa surai hitamnya saja yang sedikit menyembul. Dengan ringan, Hueningkai menyibak kain tebal itu dalam sekali hentakan, "Kau bersembunyi dari apa?" –Tanyanya dengan suara datar.

Taehyun memicing ke arah kembarannya, geram, ia merasa tak ingin bicara dengan siapapun saat ini. Baru saja ia hendak menarik selimutnya lagi, gerakan tangannya ditahan oleh Hueningkai.

"Untuk apa berakting misterius? Tinggal jawab saja!"

Tatapan pedih Taehyun layangkan, "Dingin, Kai." –Gumamnya pelan, sangat pelan, mungkin hanya Hueningkai yang mendengar.

Bungkam. Hueningkai melepas cengkramannya, menyisakan  hawa panas di telapak tangannya sendiri. Taehyun demam. Hueningkai berdecak, menemukan Taehyun dengan suhu tubuh normal adalah hal yang langka sekarang.

Taehyun menarik selimutnya lagi, kali ini hanya sebatas leher. Badan Taehyun meringkuk ke samping, dengan lengan yang ditekuk menutupi bagian atas wajahnya, matanya menyipit, dahinya mengernyit, "Pusing." –Keluhnya. Hueningkai mengerti, dia spontan berdiri, menekan sakelar dibelakang kepala ranjang, membuat setengah ruangan itu jadi remang. Tak ada percakapan lagi. Ini dan itu berjalan serba spontan, seperti Hueningkai yang sekarang sedang memijat belakang kepala Taehyun tanpa diminta. Semua yang Hueningkai lakukan, Taehyun tidak tahu bahwa dia membutuhkannya. Sangat.


________________________________________



"David, dokter Choi menunggumu diruangannya."

"Aku akan kesana. Tunggu sebentar—

—Yeonjun?"

"Ya?"

"Kenapa kau ikut keluar? Tidak jadi bertemu Taehyun?"

Yeonjun mengibas pelan tangannya, "Tidak, ahjussi. Aku mengerti situasinya. Aku akan datang lagi lain hari." —Ujarnya lalu membungkuk, pamit. Pundaknya ditepuk oleh David, senyum tulus ia terima. Tak hanya itu, David juga maju ke arahnya, mengikis jarak antara mereka. Rasa hangat menjalar di hati Yeonjun saat David memeluknya singkat, "Terimakasih. Kau anak yang baik, maaf sudah meragukanmu."

Yeonjun tersipu, senyumnya tak tertahan. Sejenak ia ingat pada ayahnya. Ah, ayahnya, salah satu tujuan dia kemari selain untuk menjenguk Taehyun.

"Perlu aku pesankan taksi?" –Tawar David. Dibalas gelengan cepat oleh Yeonjun.

"Aku harus menemui ayahku di tempat ini, setelah itu aku akan pulang bersamanya." –Jelas Yeonjun.

"Oh?"

"Dia dokter."

Bibir David membulat, agak kaget dengan pernyataan Yeonjun barusan. Salahkan David yang terkadang menyimpulkan sesuatu lewat penampilan. Sebab benar, jika dilihat dari seragam sekolahnya yang kancingnya sengaja terbuka, menampilkan jelas kaos black metal-nya, celana katun super ketat, dan dua tindik anting dibagian telinga. Siapa yang menyangka jika Yeonjun adalah anak dari seorang dokter? Wajahnya saja menipu. Terlihat beringas, apatis, seperti keras namun ternyata begitu lembut hatinya, mudah tersentuh oleh hal-hal manis, tak bisa melihat sengsaranya orang lain. Kesan pertama yang kerap membuat salah paham.

TWIN FLAME ◍ [Taehyun & HueningKai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang