ELEVEN: Kecewa

260 46 16
                                    

Sekolah diliburkan selama dua bulan penuh. Kegiatan belajar dan mengajar sementara dilakukan secara daring. Kerusakan yang diakibatkan oleh kobaran api yang saat itu sulit sekali untuk dipadamkan telah melahap sebagian besar gedung hingga tersisa hanya lima belas persen saja. Investigasi masih dilakukan hingga satu minggu penuh sejak hari kejadian. Satu tas siswa berhasil menjadi barang bukti dengan ditemukannya sebuah material yang diduga sebagai penyebab percikan api terjadi. Barang bukti tersebut membuat seorang anak terduduk tegang di kantor kepolisian. Mata petugas polisi dan beberapa pengurus sekolah menatap anak itu jengah karena penyanggahan yang dia lakukan selama dua puluh menit wawancara berjalan.

"Jika dia bilang tidak, maka dia benar-benar tidak melakukannya! Aku menjadi saksi hidup, bahwa dia seorang anak yang jujur!"

"Untuk terakhir kali kami tegaskan, tas ini milik Hueningkai, dia sudah mengkonfirmasi hal itu. Dan di tas ini pula kami menemukan adanya bubuk mesiu dalam jumlah banyak! Hanya karena dia anakmu, tolong jangan selalu membenarkan apa yang dilakukannya, terlebih itu kesalahan!"

"Aku sudah berkata itu milik temanku. Namanya Jake. Dia membawa benda itu sebagai bahan untuk prakaryanya. Dan aku tidak tahu bagaimana benda itu bisa ada di dalam tasku!"

Hueningkai merasa terpojok. Jelas. Dia tidak terima. Hanya karena barang bukti ditemukan di dalam tasnya, bukan berarti dia yang memilikinya, 'kan?

"Appa, pinjam ponselmu. Aku akan menghubungi Jake untuk membuktikan bahwa aku benar!"

"Tidak perlu. Jake ada di sini bersama walinya." Ucap suara lain dari arah pintu.

Petugas wanita masuk ke ruangan bersama guru olahraga yang jelas Hueningkai mengenalinya. Kim seonsaengnim. Pria di pertengahan umur empat puluh itu berdiri tegap di sampingnya. Dari balik punggungnya, muncul seorang remaja dengan kepala menunduk.

"Jake mengaku tidak tahu apa-apa tentang bubuk mesiu itu. Kau jangan mengada-ada. Jangan melemparkan kesalahanmu pada orang lain, hanya karena dia teman satu-satunya yang dekat denganmu di sekolah." Ujar Kim seonsaengnim dengan nada tegas. Pandangannya lurus ke depan, tak mengindahkan Hueningkai yang menatapnya dengan sorot tak percaya.

Hueningkai bangkit dari duduknya, dia berjalan mendekati seorang remaja yang masih menunduk sambil menautkan jemarinya.

"Jake, apa maksud ini semua?" Hueningkai melirih. Pundaknya yang sejak tadi menegak, perlahan turun. Matanya menyiratkan kekecewaan.

"Maaf, Kai—

—tolong jangan membawa namaku. Aku tidak tahu menahu soal bubuk mesiu itu. Kita juga tidak seakrab yang kau pikirkan. Jadi, tolong jangan melibatkanku dalam masalahmu. Kita tidak sedekat itu."

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄


Selalunya begitu. Berita baik yang disusul dengan berita buruk. David kembali menumpahkan resahnya kepada tiga botol bir dan sebatang tembakau yang ujungnya menyala merah. Masalah bertubi-tubi datang tanpa sepaket dengan solusinya. David ingin berteriak sekencangnya. Rasa sakit menusuk di kepalanya tak berarti lagi. Ingin sesegera mungkin David larut dalam mabuknya, melupakan sejenak apa yang terjadi dengan hidupnya. David merutuki diri, kesal tak mampu melakukan apapun. Seolah pasrah dengan masalah yang menggerogoti pikirannya. Ingin dia selesaikan, tapi tak tahu harus mulai dari mana, terlalu banyak sisi yang berlubang.

Dokter Choi mengabarkan, kondisi Taehyun telah membaik. Setelah dipantau erat selama satu minggu penuh, kemoterapi pertama akhirnya dapat dilakukan hari ini. David sudah berjanji untuk menemani Taehyun, tapi panggilan dari kantor polisi membuat janji itu berubah ingkar. Tuduhan tak terduga terhadap Hueningkai berhasil menambah berat harinya.

TWIN FLAME ◍ [Taehyun & HueningKai]Where stories live. Discover now