17. Hadiah

135 18 7
                                    

Happy reading:)

.
.
.

^^^

Hari ini penerimaan rapor, di mana banyak wali murid yang datang untuk mengambil laporan hasil belajar putra-putrinya selama satu semester.

Kennan, selaku wali kelas 12 IPS 2, kini duduk di kursi guru, di hadapan para wali murid yang tidak ia kenali satupun. Ia hanya tersenyum sedikit canggung sembari memberikan beberapa kalimat sambutan bagi orang tua muridnya.

Beberapa anak muridnya ada yang menunggu di depan kelas, ada beberapa yang berulang kali melongok ke dalam kelas untuk melihat situasi dan kondisi, ketika Kennan mulai memanggil satu-persatu nama siswa agar perwakilan orang tuanya bisa mulai maju dan mengambil rapor sambil mendengar beberapa penjelasan dari Kennan tentang perkembangan proses belajar anaknya.

"Loh, kok Zahra gak dipanggil? Lo bukan warga kelas ini lagi, Ra?" Satria, salah satu murid kelas itu terheran-heran ketika nama Zahra tidak disebut oleh Kennan, melainkan langsung pada siswa dengan nomor urut absen setelah Zahra.

Zahra hanya diam, menatap Satria dengan pandangan datar. Namun, ucapan Satria berhasil menarik beberapa teman kelasnya untuk ikut nimbrung mengutarakan keheranannya.

"Iya, woy! Gue heran deh sama tuh guru satu, bisa-bisanya setiap sama Zahra kek bawaannya tuh pengin dekat, pengin interaksi mulu. Padahal dia tuh kelihatannya anti cewek!"

"Iya, dah. Kalian punya hubungan apa sih?"

Abim yang sudah tidak asing dengan hal semacam ini hanya bisa mendengus sambil memutar bola matanya malas.

"Mau lo-lo pada tanya sampai tenggorokan lo kram, pun kayaknya gak bakal dapat jawaban," kata Abim dengan raut kesal karena sudah sangat lama ia bertanya-tanya tentang ini, namun tak kunjung mendapatkan jawabannya.

Tak lama, satu-persatu wali murid mulai keluar kelas dan mengajak putra-putrinya pulang bersama karena acara sudah selesai. Tersisa beberapa murid yang orang tuanya berhalangan hadir dan mereka harus mengambil rapornya sendiri pada Kennan.

"Wali kalian, mana?" tanya Kennan ketika empat orang anak menghampirinya, Abim, Zahra, Arkan, dan Shifa.

"Ayah saya sakit, Pak." Arkan menjawab lebih dulu.

"Ibu saya lagi ada urusan di rumah Nenek, di luar kota." Shifa menimpali.

Kennan beralih menatap Abim yang tampak santai sambil meletakkan tangannya di belakang tubuh. "Kamu?"

"Kok saya? Gak tanya Zahra dulu?" Abim sengaja menjawab demikian, karena posisi Zahra berada di sebelah Shifa, seharusnya Kennan bertanya pada gadis itu lebih dulu sebelum bertanya padanya.

Kennan lantas menatap Zahra yang terlihat santai tak mengindahkan perkataan mereka. "Khanza?"

"Biasanya juga lo kayak bokap gue," balas gadis itu dengan santainya tanpa ekspresi, yang lantas membuat Abim menendang pelan kakinya.

Kennan menghela napas pelan. "Khanza sudah diwakilkan sama saya atas amanah dari Pak Robi," kata Kennan pada akhirnya.

Abim memajukan bibir bawahnya mengejek, menatap Kennan tak percaya, namun laki-laki itu sama sekali tak peduli dan memilih untuk memberikan rapor pada masing-masing siswa itu, meminta mereka untuk menandatangani daftar hadirnya.

KENNAN (Hiatus)Where stories live. Discover now